Sampah anorganik yang terkumpul sejatinya hendak saya setorkan ke bank sampah kampung. Akan tetapi, berhubung bank sampah kampung nyaris tidak pernah buka, akhirnya saya jual ke pengepul rongsokan keliling. Harus diakui bahwa keberadaan pengepul keliling itu amat solutif. Sangat terbantu karena rumah tidak dipenuhi sampah anorganik yang kelamaan menunggu bank sampah buka.
Semula saya menjual semua sampah anorganik yang terkumpul. Namun, belakangan saya hanya menjual yang berupa kertas dan kardus. Yang berupa botol plastik dan benda lain yang tahan air saya masukkan ke dalam kantong plastik bening. Kemudian saya ikat kuat-kuat supaya aman dari kotoran dan hujan. Lalu, saya letakkan di dekat tong sampah kampung.
Memang sengaja tidak saya masukkan ke dalam tong walaupun tong tidak penuh.
Mengapa? Karena agar langsung terlihat oleh tukang angkut sampah atau pemulung. Barangsiapa yang menemukannya duluan, berarti dia itulah yang sedang beruntung. Dia mendapatkan rezeki nomplok berupa rongsokan layak jual. Sementara saya gembira sebab dapat berbagi.
Terusterang saja, semula saya tidak kepikiran untuk berbagi sampah anorganik (rongsokan) dengan tukang sampah atau pemulung. Hingga suatu ketika saya melihat seorang pemulung mengais-ais tong sampah. Dia tampak mencari sesuatu, tetapi kemudian pergi tanpa mengambil apa pun. Karena penasaran, sebelum dia berlalu saya bertanya, "Cari apa, Pak?"
"Botol. Sekarang susah cari rongsokan. Aturan pemerintah bikin susah. Tak ada lagi orang yang buang botol dan kertas."
Saya terhenyak mendengar jawaban tersebut. Bahu ini seperti ditepuk keras-keras. Diingatkan bahwa kebijakan pilah sampah yang secara umum dipandang bagus, ternyata punya dampak tidak mengenakkan bagi para pemulung. Sumber nafkah mereka terganggu. Menjadi berkurang secara drastis karena orang-orang dilarang membuang sampah anorganik dan organik ke depo sampah.
Kiranya dampak tersebut lupa diperhitungkan. Oleh karena itu, saya kemudian memutuskan untuk berbagi sampah anorganik dengan pemulung. Karena tukang sampah rupanya juga mengumpulkan rongsokan sebagai penghasilan tambahan, pada akhirnya ya seperti yang terjadi sekarang. Saya berbagi sampah anorganik dengan keduanya.
Tentu saja kesadaran saya untuk konsisten memilah sampah tidak datang tiba-tiba. Sejujurnya semua bermula dari adanya Gerakan Zero Sampah Anorganik yang dijalankan oleh pemkot Yogyakarta sejak awal 2023. Istilahnya bermula dari keterpaksaan, lambat-laun menjadi kebiasaan. Adapun saya dan segenap warga menjadi terbiasa memilah sampah sebab telah disadarkan tiap saat. Bagaimana tidak sadar kalau di berbagai lokasi ditempelkan poster serupa ini?
pemanfaatan energi berkelanjutan di Indonesia. Tentu asalkan Anda sekalian juga mau mengupayakan hal yang sama.
Demikian itulah cara saya menjaga lingkungan dari limbah domestik. Dimulai dari hal yang dapat saya lakukan secara konsisten. Yang mungkin tampak receh, tetapi sebenarnya berdampak besar dalamPenutup
Saya menatap dua donat gosong yang tersisa di piring. Tentu saya tidak akan membuangnya. Untunglah walaupun kedua sisi luarnya menghitam, bagian tengahnya masih kecokelatan. Citarasanya pun masih sebagaimana laiknya donat normal.