Dari perempatan Titik Nol, Anda tinggal menuju ke barat. Perhatikan area di sebelah kiri Anda. Di sepanjang daerah situ ada gang-gang yang bisa Anda masuki. Begitu masuk gang, otomatis Anda sudah berada di Kauman.
Tak usah khawatir tersesat kalau blusukan di Kauman. Sembari berjalan kaki menyusuri lorong-lorong sempit, nikmati saja bangunan-bangunan kuno di kiri kanan Anda. Rasakan sensasi masa lalunya.
Tak usah merasa ngeri walaupun tak berpapasan dengan orang sama sekali. Dalam keseharian suasananya memang begitu. Tak perlu waswas ketemu anjing galak. Anjing paling ramah pun tidak ada di Kauman. Yang banyak berkeliaran di seantero kampung cuma kucing.
O, ya. Anda wajib berjalan kaki bila mengelilingi Kampung Kauman. Tidak boleh sepedaan, apalagi motoran. Ada kearifan lokal di situ, hanya Pak Pos yang boleh mengendarai sepeda motor di dalam kampung. Alhasil, suasana kampung relatif tenang dan sunyi meskipun berada tak jauh dari pusat kota.
Selain bangunan kuno dan lorong sunyi, ada apa lagi di Kauman? Yang jelas ada kandungan sejarahnya, dong. Terkhusus sejarah berdirinya Muhammadiyah. Antara lain monumen berikut ini, yang dibuat untuk mengenang para syuhada yang gugur di medan perang.
Selanjutnya ada foto-foto pendiri dan tokoh Muhammadiyah. Pun, tokoh Aisiyah. Foto-foto tersebut dipasang di Balai RW, yang lokasinya di utara Masjid Gedhe Kraton.
Langgar Kidoel inilah yang erat kaitannya dengan K. H. A. Dahlan. Di kompleks Langgar Kidoel terdapat (semacam) museum kecil yang berisi informasi dan benda-benda terkait perjuangan beliau.
Yang terakhir, ada makam seorang pahlawan nasional. Letaknya di belakang Masjid Gedhe Kraton. Makam siapakah? Tak lain dan tak bukan, itulah makam Ibu Siti Walidah atau yang biasa dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Namun, mohon maaf. Ada penampakan saya yang mungkin mengganggu.
Demikian sekelumit cerita tentang isi Kampung Kauman. Dari sekian banyak cerita yang ada di situ, sengaja saya pilihi yang ada kaitannya dengan Muhammadiyah saja.