Apa hendak dikata? Demikianlah adanya dinamika zaman. Tak terelakkan lagi. Memang begitulah rupanya fenomena hidup di zaman konten. Sebuah zaman yang memungkinkan siapa saja bisa nonton sekaligus bikin konten sesuka-sukanya. Sampai-sampai acap kali lupa akan adanya etika.
"Phubbing/Gemawai" memberitahukan bahwa orang-orang zaman sekarang cenderung asosial sebab sibuk dengan gawai masing-masing. Duduk bersebelahan dengan yang dikenal pun bisa saling cuek. Lebih-lebih kalau dengan yang tak dikenal. Menyedihkan sekali 'kan?
Tentu hal tersebut sangat berlainan dengan era sebelumnya. Dahulu tegur sapa secara langsung, dengan melibatkan tatap mata dan udara, merupakan sesuatu yang lazim terjadi. Sementara di era sekarang menjadi sesuatu yang amat dirindukan karena kian langka dari hari ke hari.
Sungguh kontradiktif. Konon gawai dibuat untuk mendekatkan yang jauh. Kok faktanya malah berkebalikan? Justru menjauhkan yang duduknya bahkan sudah saling berdesakan?
Tak terbantahkan lagi. Hilman Syafriadi sedang berusaha menyadarkan khalayak. Betapa selama ini mereka (tentu termasuk Anda sekalian dan saya) telah beranjak menjauhi kodrat sebagai makhluk sosial yang senang bergaul/bersosialisasi.
Sungguh. "Phubbing/Gemawai" sukses menepuk bahu saya secara agak keras. Menyadarkan bahwa bagaimanapun saya bukan robot. Sampai kapan pun saya tetap manusia, yang butuh interaksi sosial secara face to face.
Dengan demikian kecuali dalam situasi urgen, tidak elok jika saya mengutamakan gawai. Sementara di sekeliling ada orang-orang yang bisa diajak mengobrol secara langsung.
Dunia maya dan gawai memang hal baru. Kita pun harus selalu berinovasi mencari hal-hal baru. Plus sanggup memaknai perubahan situasi dan kondisi zaman. Hanya saja, hendaknya semua dilakukan dengan tetap sembari menjaga yang telah ada.
Demikianlah renungan saya terhadap karya Hilman Syafriadi yang diikutkan dalam gelaran Jogja Street Sculpture Project (JSSP) #5. Sebuah karya seni rupa berjudul "Phubbing/Gemawai", yang kemudian memotivasi saya untuk ikut lomba foto dalam rangka JSSP #5 itu.
Kok ya kebetulan saya punya buku yang sesuai dengan topik "Phubbing/Gemawai". Jadinya pas banget untuk dijadikan properti berfoto. Yang istimewa, buku Hidup di Zaman Konten adalah karya seorang teman. Yang semula saya kenal di dunia maya, kemudian berlanjut ketemuan di dunia nyata. Hmm. Sebuah lingkaran kebetulan yang luar biasa 'kan?
Ngomong-ngomong, foto yang jadi thumbnail itulah yang saya ikutkan lomba foto JSSP #5. Lalu, bagaimana dengan hasilnya? Syukurlah bisa menjadi juara ketiga untuk kategori foto.
Tentu saya senang. Makin senang sebab sesama anggota #PPJ Â yang juga kompasianer, sukses menjadi juara kedua kategori video. Ini nih, buktinya.
Perlu diketahui, Jogja Street Sculpture Project (JSSP) #5 dibuka secara resmi pada tanggal 26 Oktober 2023. Kemudian Closing Ceremony pada tanggal 23 Oktober 2023.
Akan tetapi, tenang saja jika Anda belum sempat melihatnya. Tempo hari ketika menghadiri Closing Ceremony, saya mendapatkan informasi bahwa karya-karya menarik dalam Jogja Street Sculpture Project (JSSP) #5 masih akan dipajang hingga tanggal 16 November 2023 nanti.