Di situ KLB mesti berhenti dahulu. Ada pemeriksaan gerbong oleh tentara besutan Belanda.
Beruntungnya, gerbong yang berisikan para tokoh bangsa Indonesia diabaikan. Tidak diperiksa isinya. Terlepas dari strategi jitu yang dilakukan, yaitu sengaja tidak menyalakan lampu, pastilah hal baik itu terjadi atas kehendak-Nya.
Sumber sejarah menyebutkan bahwa lampu-lampu KLB baru dinyalakan selepas Stasiun Klender. Adapun kecepatannya ditambah secara bertahap. Dari yang semula 25 km per jam saat masih di wilayah Jakarta, hingga 90 km per jam ketika sudah berada di luarnya.
Perjalanan Jakarta-Yogyakarta itu sesungguhnya perjalanan rahasia. Direncanakan detil sedemikian rupa hingga khalayak tak menyadari, kalau Presiden Soekarno dan jajarannya tengah bersiap untuk meninggalkan Jakarta.
Namun menariknya, walaupun merupakan perjalanan rahasia, rombongan disambut rakyat yang memekikkan kalimat sakti "Merdeka, merdeka!" di tiap stasiun persinggahan.
Kiranya wajar jika rakyat setempat mengetahui perihal KLB yang ditumpangi Presiden Soekarno dan rombongan. Karena di tiap stasiun, ada estafet pemuda kereta api untuk mengawal rombongan menuju Yogyakarta.
Stasiun Yogyakarta, Saksi Dimulainya Kepemimpinan Revolusi dari Yogyakarta
Selintas rasa ngeri melintas di hati saya. Andai kata gerbong berisi rombongan pemimpin bangsa tersebut ketahuan patroli musuh, dalam satu kali hantam saja eksistensi negeri yang baru merdeka bisa musnah.
Kemungkinan besar saat ini, saya tak bisa leluasa duduk di bawah kibaran sang merah putih. Syukurlah bukan fakta buruk itu yang terjadi.
Alhasil setelah menempuh belasan jam perjalanan yang mendebarkan, tibalah Presiden Soekarno beserta rombongan di Stasiun Yogyakarta. Langsung disambut oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Pakualam VIII.
Saya membayangkan, betapa lega hati semua orang ketika rombongan istimewa tersebut tiba di Stasiun Yogyakarta. Dengan selamat, tanpa diwarnai suatu insiden.