"Jika ingin terkenal, berkomunitaslah. Ikut komunitas dan aktiflah di situ," kata seorang kakak tingkat berpuluh tahun silam.
Sampai sekarang saya tak pernah lupa dengan anjuran tersebut. Percaya pula bahwa apa yang dikatakannya memang benar. Dia telah membuktikannya.
Dia mendirikan komunitas yang aktivitasnya belajar dan diskusi tentang cara mengembangkan bisnis. Yang lama-kelamaan komunitasnya itu juga berkembang. Belajar dan diskusinya tak lagi sekadar di kafe, tapi sembari travelling ke luar negeri.
Siapa yang menyangka, bermula dari rasa ingin berbagi pengalaman berbisnis, dia kemudian ditahbiskan sebagai motivator bisnis dalam komunitasnya? Sudah pasti dia kemudian terkenal. Plus kian berduit.
Lalu, bagaimana halnya dengan saya? Kiranya tak perlu lagi dipertanyakan. Jelas nasib saya amat berlainan dengan kakak tingkat tersebut.
Saya belum begitu lama ikut komunitas. Baru tertarik beberapa tahun belakangan. Itu pun sebagai anggota yang aktifnya pasif. Maksudnya, saya sekadar ikut berkegiatan bila komunitas punya acara. Ikutnya juga cuma sebagai peserta. Bukan sebagai panitia, apalagi sebagai pengurus.
Namun, kini saya selangkah lebih maju. Sebab terprovokasi kesuksesan kakak tingkat dalam berkomunitas, tahun lalu saya uji nyali. Memberanikan diri untuk terlibat sebagai panitia dalam kegiatan IIDN, salah satu komunitas yang saya ikuti.
Ketika itu IIDN (Ibu Ibu Doyan Nulis) butuh tenaga tambahan untuk mengurusi beberapa kegiatan kepenulisan secara daring. Maklumlah. Jenis kegiatannya memang sedang banyak dan terbuka untuk umum, baik berbayar maupun gratis.
Walaupun sedikit ragu sebab mengingat kapasitas diri yang antara gaptek enggak gaptek, saya nekad mengajukan lamaran.
Pertimbangan kenekadan itu simpel belaka, yaitu keyakinan bahwa nantinya kalau saya terpilih, fungsinya hanya sebagai tenaga tambahan. Cuma bersifat membantu.
Akan tetapi, keyakinan tersebut ternyata salah besar. Saya justru diberi amanah untuk menjadi koordinator 2 acara sekaligus. Satunya gratis, satunya berbayar.
Pada detik pertama tahu akan hal itu, selintas sesal hinggap di hati. Gumam saya dalam hati, "Tahu gitu, aku tidak mengajukan diri." Sempat pula berniat mundur.
Syukurlah pikiran positif saya sedang dominan. Penyesalan tak berkualitas itu saya anulir dan menggantinya dengan afirmasi baik, "Tenang, tenang. Kamu pasti bisa. Dijadikan koordinator sebab dinilai mampu melakukannya."
Terlepas dari segala kekurangan dan kesalahan, syukurlah saya dapat melakukan tugas dengan baik. Rasanya lega dan bahagia saat selesai pertanggungjawaban. Terlebih manakala secara tak terduga, kami diberi uang saku pengganti pulsa data.
Sebenarnya, jauh sebelumnya saya pernah diminta mewakili IIDN Jogja untuk mengisi acara di perpustakaan kota. Dapat uang saku juga. Akan tetapi, tatkala itu saya cuma bertindak sebagai narasumber yang berbagi cerita.
Lain halnya dengan ketika menjadi koordinator dalam rangkaian acara IIDN. Bersama IIDN itu saya betul-betul belajar banyak. Mulai dari belajar percaya diri, belajar berkoordinasi (berorganisasi), belajar cara menghubungi calon narasumber, belajar berkomunikasi efektif dan sopan secara daring, dan lain-lain.
Pendek kata, dari situ saya termotivasi untuk meningkatkan kualitas diri. Dari situ pula saya menjadi betul-betul tersadarkan akan pentingnya ikut komunitas. Terkhusus ikut komunitas yang sesuai dengan minat kita.
Selain menjadi anggota IIDN dan IIDN Jogja, saya juga ikut Komunitas Blogger Jogja dan Kompasianer Jogja. Adapun secara virtual, tentunya menjadi bagian dari keluarga komunitas Kompasiana. Yang dari sini, kemudian saya bisa dekat juga dengan CLICK Kompasiana.
Semula dekat secara virtual sebab kerap mengikuti lomba-lomba yang diadakan. Bahkan, beberapa kali berhasil mendapatkan hadiah sebagai pemenang. Tak disangka-sangka, akhirnya saya bisa mengikuti acara luringnya ketika ada CLICK Goes To Jogja.
Secara umum, berdasarkan pengalaman pribadi, saya telah mendapatkan 5 manfaat dari ikut komunitas. Yang bisa jadi, manfaat-manfaat tersebut tidak bakalan saya rasakan bilamana tidak pernah (mencoba) aktif berkomunitas. Apa sajakah 5 manfaat itu? Berikut penjelasannya.
1. Termotivasi untuk Belajar
Mau tidak mau saya mesti belajar dan beradaptasi supaya bisa "nyambung" dengan para anggota komunitas yang saya ikuti. Contohnya dalam hal ikut komunitas IIDN. Â
Di situ saya termotivasi untuk belajar memperbaiki tulisan. Plus belajar konsisten berkarya. Minimal agar tidak malu-maluin komunitas.
Anggota lain keren-keren kok saya melenceng? Mau tidak mau agar ketularan keren, saya perlu menambah ilmu dan wawasan.
2. Bertambah Teman
Sudah pasti kalau ikut komunitas, jumlah teman kita akan bertambah. Terlebih kalau aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan komunitas.
Entah nantinya pertemanan kian akrab atau tidak, yang jelas jumlah follower akun medsos kita bakalan bertambah. Valid ini. Fakta yang amat menyenangkan bagi kami, orang-orang yang hobi cari cuan melalui medsos.
3. Bertambah Pengalaman
Sejak ikut komunitas pengalaman saya bertambah dan kian beragam. Di antaranya berjumpa dengan orang terkenal, bertemu dengan anggota MPR RI, berkuda sambil menyusuri sungai, dikejar orang gila saat bikin konten video, dan berkunjung ke tempat-tempat yang tak pernah masuk dalam rencana hidup saya.
4. Mendapatkan Rezeki
Rezeki di sini tidak melulu berarti uang, voucher belanja, ataupun keuntungan materiil lainnya. Menambah jejaring pertemanan pun termasuk rezeki. Pun, jodoh. Sayang sekali saya belum bertemu jodoh dari komunitas. Muhehehe ....
Saya punya kisah menarik terkait hal ini. Di profil Kompasiana saya tuliskan bahwa saya Founder #purapurajogging (PPJ). Nah, kiranya itu merupakan rezeki penting buat saya.
Gara-gara PPJ, saya jadi punya tim solid untuk berburu tiket gratis acara-acara seni dan budaya di Yogyakarta. Kami juga saling berbagi informasi kalau ada tawaran job yang sekiranya cocok.
5. Bisa Terkenal
Saya memang belum terkenal sebab ikut komunitas. Bahkan mungkin, tidak akan pernah terkenal. Duh. Fakta ini kok terasa menyedihkan, ya? Apa boleh buat?
Namun, yang jelas sudah terjadi adalah saya berhasil bertatap muka langsung dengan beberapa orang terkenal karena berkomunitas. Antara lain saya pernah berjumpa dengan IAD (Iqbal Aji Daryono), Sastrawan Budi Sardjono, Penyair Joko Pinurbo, Ria Ricis, Nicholas Saputra, dan Mira Lesmana.
***
Kakak tingkat yang saya ceritakan pada awal tulisan memang serius dalam berkomunitas. Aktif. Optimal. Plus didukung oleh kepintaran dan kemampuannya bicara di depan umum.
Alhasil, pencapaiannya selama ikut komunitas pun optimal dan maksimal. Tak seperti saya yang selama ini just for fun dalam ikut komunitas. Just for fun-nya pun terlampau fuuun sehingga tak patut ditiru. Nah. Silakan tiru kakak tingkat saya saja, ya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H