Selain momentum untuk belajar sabar, Ramadan adalah saatnya kembali menegakkan disiplin diri. Berhitung tentang waktu.
Alhamdulillah saya masih bertemu dengan Ramadan tahun ini. Semoga demikian pula halnya dengan tahun depan, tahun depannya, dan tahun depannya lagi, lagi, lagi, dan sekian banyak tahun lagi.
Tentu bukan tanpa alasan jika saya punya harapan begitu. Walaupun bukan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang ahli berpuasa, I love Ramadan.
Saya bersyukur pada akhirnya bisa merasa kehilangan ketika ditinggalkan Ramadan. Bagi saya yang fakir ilmu keislaman, butuh proses tak sebentar untuk punya perasaan kehilangan itu.
Tahun demi tahun seiring pertambahan usia, saya makin memahami bahwa Ramadan bermakna mendidik. Terutama mendidik dalam hal pemanfaatan waktu.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Ramadan senantiasa dipenuhi deretan aktivitas bernilai ibadah. Allah SWT pun memberikan garansi bahwa semua amalan saleh akan dilipatgandakan pahalanya tatkala Ramadan.
Itulah yang menjadi pemantik bagi diri saya untuk berdisiplin dengan waktu. Sebagai manusia yang takut masuk neraka, pastilah saya berusaha mengumpulkan banyak catatan kebaikan.
Jika ingin berpuasa Ramadan secara benar, saya mesti taat jadwal. Kalau sudah Imsak, ya sudah. Harus berhenti sahur. Tak peduli baru menelan sesendok nasi sekalipun.
Bagaimana kalau siangnya terancam lapar yang akut? Lemas sebab sangat lapar? Itu risiko. Wajib bersabar untuk menanggung konsekuensi dari bangun kesiangan. Kalau tidak mau lemas gara-gara tidak sahur, bangun lebih awal adalah keharusan.
Bagaimana kalau susah bangun lebih awal? Berarti wajib tidur lebih awal. Namun, sebaiknya diantisipasi pula dengan menyediakan makanan siap santap (misalnya roti). Buat jaga-jaga. Siapa tahu tetap bangun kesiangan.
Demikian pula tatkala berbuka. Harus bersabar menunggu azan Magrib dahulu. Belum boleh minum atau makan meskipun cuma kurang satu menit dari azan Magrib.
Jangan pula sebaliknya, tatkala azan Magrib berkumandang malah belum siap untuk berbuka. Sementara menyegerakan berbuka adalah sebuah keutamaan. Bahkan supaya lebih afdal, jelang berbuka mestinya sudah duduk manis sembari melafalkan doa-doa.