Yeah, itulah sihir Yogyakarta!
Bagi wisatawan yang gemar berfoto ria, Yogyakarta menyediakan berlimpah spot menarik. Terlebih kalau mau jeli dan blusukan. Tidak cuma mendatangi destinasi mainstream seperti Malioboro, Tugu Golong Gilig, dan Titik Nol.
Namun, jika Anda ke Yogyakarta dan sekadar mengunjungi destinasi mainstream, tentu kurang afdal. Terlebih jika sekadar berkunjung dan berfoto demi konten medsos. Tanpa ingin tahu kisah-kisah bersejarah terkait destinasi tersebut.
Sementara tiap jengkal tanah di Yogyakarta sesungguhnya menyimpan cerita. Bukan cuma cerita biasa, melainkan cerita yang mengandung sejarah.
Spot-spot ikonik yang instagramable dan menjadi favorit wisatawan, juga warga lokal, mayoritas memang merupakan warisan masa lalu. Yang berarti mengandung sejarah. Tidak hanya sejarah terkait Kraton Yogyakarta, tetapi juga sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Percayalah. Satu jam saja berada di area Titik Nol Yogyakarta tidak cukup untuk mengulik kisah-kisah di baliknya secara tuntas. Lebih-lebih kalau dimulai dari masa kekuasaan Sri Sultan HB I hingga masa bertahtanya Ngarsa nDalem yang sekarang.
Saya terngiang-ngiang perkataan Mas Erwin, salah satu pendiri Komunitas Malamuseum, "Kalian harus sadar bahwa 2/3 tanah di Yogyakarta ini mengandung sejarah."
Sebagai mahasiswa perantauan yang akhirnya menjadi warga lokal, saya antusias dengan perkataan Mas Erwin. Terpantik semangat untuk lebih memahami kota tempat saya berdomisili sekarang ini.
Saya pun kian rajin mengikuti Kelas Heritage yang diselenggarakan Komunitas Malamuseum. Makin rajin pula berkeliling kota bersama JWT (Jogja Walking Tour), yang merupakan bagian dari Komunitas Malamuseum.
komunitas yang sejenis dengan JWT by Malamuseum. Akan tetapi, bagi saya dan teman-teman yang tergabung dalam grup #purapurajogging , Komunitas Malamuseum dan JWT-nya selalu jadi andalan.
Sekadar informasi, belakangan ada banyakInformasi sejarah yang disampaikan pemandu dari Komunitas Malamuseum kaya perspektif. Valid karena berdasarkan referensi-referensi ilmiah tepercaya. Plus fakta bahwa komunitas tersebut memang didirikan oleh sekelompok mahasiswa Jurusan Sejarah FIB UGM (kini mereka sudah menjadi Sarjana Sejarah).