"Kami akan membuat antologi puisi." --> Berarti pembaca atau lawan bicara tidak ikut berkontribusi dalam antologi tersebut.
"Kita akan membuat antologi puisi." --> Berarti pembaca atau lawan bicara ikut berkontribusi dalam antologi tersebut.
Penutur asli bahasa Indonesia mestinya telah khatam dengan persoalan ini. Istilahnya, tak perlu lagi berpikir keras untuk mempergunakan 'kami' dan 'kita' secara tepat. Sudah otomatis. Istilah agamisnya, sudah menjadi "akhlak".
Namun, di situlah justru letak masalahnya. Ternyata banyak penutur asli bahasa Indonesia yang tidak paham penggunaan kedua kata tersebut. Termasuk yang dijumpai dan diajak bicara oleh mahasiswa asing yang saya tutori.
Kondisi itu sudah pasti menambah kepuyengan si mahasiswa asing. Alhasil, saya kerap mengulang-ulang penjelasan tentang penggunaan 'kami' dan 'kita'.
Kerap mengulangi penjelasan untuk hal yang sama memang sedikit membosankan. Terusterang saja, tatkala itu ada sekelumit rasa kesal juga. Akan tetapi, yang paling mengesalkan justru ketika salah satu mahasiswa asing yang saya tutori berkeluh kesah begini, "Mengapa orang Indonesia sendiri tidak tahu perbedaan 'kami' dan 'kita'? Kalau mereka tidak tahu, mengapa kami harus mempelajarinya?"
Tentu saya hanya bisa meresponsnya dengan cengiran manis. Kemudian akhirnya berkomentar diplomatis, "Siapa pun wajib taat pada kaidah bahasa Indonesia ketika sedang berbahasa Indonesia. Kalau tidak tahu kaidahnya, ya wajib mempelajarinya."
Kekhasan dan Keunikan Linguistik
Sejujurnya saya merasa perlu angkat topi tinggi-tinggi untuk putri Mbak Hennie (Kompasianer Hennie Triana Oberst). Tatkala sejumlah remaja Indonesia seusianya tidak tahu perbedaan 'kami' dan 'kita' dalam bahasa Indonesia, sedangkan mereka tinggal di Indonesia dan notabene berbahasa Indonesia dalam keseharian, dia mau repot-repot belajar untuk mengetahuinya.
Dalam hal ini, tentu saja dia termasuk penutur asing. Bukan semata-mata karena darah Indonesianya cuma setengah, melainkan lebih merujuk pada bahasa keseharian yang dipergunakannya.
Namun, tidak bijaksana kiranya kalau saya serta-merta menyalahkan para remaja Indonesia saja. Mengapa? Karena yang tua-tua dan agak tua pun banyak yang tak peduli dengan perbedaan 'kami' dan 'kita' dalam bahasa Indonesia.