Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengakhiri 2022-Mengawali 2023 bersama DAGADU Walking Tour

4 Januari 2023   22:27 Diperbarui: 4 Januari 2023   22:42 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walking Tour, baik dengan embel-embel "Fun" maupun tidak,  bisa ada di mana-mana. Bisa di negara mana saja, bisa di kota mana saja. Namun, DAGADU Walking Tour pastilah hanya ada di Yogyakarta.

Anda yang pernah berkunjung ke Yogyakarta, terutama kalau pernah beli oleh-oleh berupa kaus unik, kemungkinan besar tak asing dengan brand DAGADU. Nah. Memang brand itulah yang menyelenggarakan DAGADU Walking Tour.  
Tempo hari acara tur jalan kaki tersebut sengaja diadakan untuk mengakhiri 2022 dan mengawali 2023. Jadi, ada dua rute dengan waktu pelaksanaan yang berlainan. Pertama,  Susur Sisir Mangkubumi. Kedua, Susur Sisir Alun-alun Utara.

Susur Sisir Mangkubumi

31 Desember 2022

Saya sedikit terlambat. Sudah pukul tujuh lewat sedikit menit saat tiba di Lokio Cafe DAGADU Mangkubumi. Apa boleh buat? Jalanan kota yang memadat di penghujung tahun memperlambat waktu tempuh normal.

Dokumentasi DAGADU Djogdja
Dokumentasi DAGADU Djogdja

Namun, rupanya tak cuma saya yang terlambat. Setelah ditunggu hingga pukul setengah delapan, sejumlah peserta tetap tak kunjung tiba. Alhasil kami bertiga belas yang sudah siap di titik kumpul, diberangkatkan lebih dulu.

Perjalanan dimulai dari depan Lokio Cafe DAGADU Mangkubumi menuju ke utara. Spot pertama yang kami tuju adalah Tugu Pal Putih.

Semula saya pikir, di sepanjang perjalanan story teller akan menjelaskan tentang sejarah jalan yang sedang kami susuri. Yang dahulunya bernama Jalan Mangkubumi dan kini bernama Jalan Margo Utomo. Ternyata tidak.

Bercerita tentang heritage building di sisi kanan kiri jalan tersebut juga tidak. Sementara sejak berangkat hingga tiba di Tugu (Tugu Golong Gilig), ada banyak bangunan bersejarah yang kami lewati.

Untunglah saat singgah di Tugu, yang merupakan salah satu ikon Yogyakarta, story teller bercerita lebih banyak. Dijelaskannya bahwa dahulu Tugu tersebut bernama Tugu Golong Gilig. Ketinggiannya 25 meter. Bentuk tiangnya silindris (gilig) dan puncaknya berbentuk bulat (golong).

Kini ketinggian Tugu menjadi 15 meter saja. Perubahan terjadi gara-gara gempa bumi dahsyat yang terjadi pada tahun 1867. Tatkala itu Tugu Golong Gilig runtuh.

Lalu, pada tahun 1889 pemerintah Hindia Belanda merenovasinya. Hanya saja bentuknya berbeda dari bentuk semula dan berdasarkan bentuk barunya itu disebut Tugu Pal Putih. Sebagaimana yang kita lihat sekarang.

Dokumentasi DAGADU Djogdja
Dokumentasi DAGADU Djogdja
Dari Tugu kami menyeberang jalan ke utara, lalu menuju timur. Menyusuri Jalan Sudirman dan berhenti di Hotel Phoenix. Di depan hotel yang usianya telah lebih dari seabad itu, story teller mengisahkan bahwa dahulu Presiden Soekarno pernah tinggal dan berkantor di hotel tersebut.

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina
Menarik sebenarnya. Memantik keinginan untuk mengeksplorasi ruangan-ruangannya. Sayang sekali kini tidak diperbolehkan ada kunjungan untuk umum lagi. Ya, sudah. Kami beramai-ramai foto bersama di depannya saja.

Di depan Hotel Phoenix (Dokpri Agustina)
Di depan Hotel Phoenix (Dokpri Agustina)

Story teller juga mengonfirmasikan tentang Rumah Phoenix yang berlokasi di seberangnya, tetapi agak ke baratnya. Rumah itu adalah milik pendiri Hotel Phoenix. Sayang sekali story teller tidak banyak berkisah tentangnya.

Setelah dirasa cukup, rombongan DAGADU Walking Tour kembali ke barat.  Sesampai di perempatan Tugu kami menyeberang jalan, lalu menuju ke utara.

Tujuan utama ke Klenteng Poncowinatan, tetapi singgah sebentar di depan sebuah rumah kuno. Letaknya di ujung pertigaan antara Jalan A.M. Sangaji dengan jalan di belakang Pasar Kranggan.

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina
Rumah tersebut termasuk bangunan heritage. Ada plang keterangan demikian di depannya. Berarti sudah tercatat sebagai Bangunan Cagar Budaya oleh dinas terkait.

Perjalanan kemudian kami lanjutkan ke arah barat dalam situasi hiruk-pikuk. Maklumlah. Jalanan yang kami susuri menjadi bagian dari aktivitas Pasar Kranggan. Untuk bongkar muat barang, area parkir motor para pembelanja, dan tempat berjualan para pedagang yang tak kebagian lapak di dalam pasar.

Saya tidak suka karena tidak bisa melangkah dengan santai sembari motret-motret. Potensi ketabrak dan menabrak besar sehingga mesti berkonsentrasi saat melangkahkan kaki.

Lega rasanya ketika kaki ini mulai memasuki halaman Klenteng Poncowinatan. Walaupun halaman luas klenteng difungsikan juga sebagai parkiran, potensi ketabraknya jauh lebih kecil. Beda dengan yang di jalanan tadi.

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina
 

Kian lega rasanya ketika kami diajak memasuki klenteng. Saya yang baru pertama kali ke Klenteng Poncowinatan dengan antusias melihat-lihat. Ada terlalu banyak hal yang ingin saya tanyakan, tetapi tidak memungkinkan.

Story teller terlalu cepat berpindah tempat. Penjelasannya singkat-singkat saja. Sementara saya butuh mencermati beberapa benda dengan lebih seksama. Agak ketinggalan deh, jadinya.

Untunglah beberapa orang tidak terlalu ikut arus cepat-cepat. Salah satunya Pak Kuncoro, yang rupanya seorang kompasianer. Jadi, saya pun bisa merasa lebih santai. Seram juga rasanya bila ketinggalan sendirian di sebuah ruangan asing nan sunyi.

Konsultasi Shio (Dokpri Agustina)
Konsultasi Shio (Dokpri Agustina)
Nama asli klenteng berlantai dua ini adalah Klenteng Kwan Tee Kiong. Dibangun sejak 1879 di lahan hibah dari Sultan HB VII untuk masyarakat Tionghoa Yogyakarta.

Klenteng ini menjadi persinggahan terlama kami. Karena saat hendak pulang, rombongan peserta yang datang telat tadi justru baru tiba. Setelah berfoto bersama dan sebagian peserta "berkonsultasi" tentang shio dengan bapak penjaga klenteng, kami berpamitan.

Tentu saja begitu keluar halaman klenteng, kami langsung masuk ke Pasar Kranggan. Selain mampir buat beli jajanan pasar, masuk pasar adalah jalan pintas untuk kembali ke Lokio Cafe.

Sekeluar dari pasar kami berjalan sebentar ke arah timur. Sesampai di zebra cross yang ada di perempatan, kami menyeberang ke selatan. Kebetulan sejak dari pasar hujan. Jadi, langkah kami percepat supaya segera tiba di Lokio Cafe DAGADU Mangkubumi.

DAGADU Walking Tour ditutup dengan pembagian voucher diskon buat jajan di Lokio Cafe, pembagian doorprize melalui kuis, ulasan peserta terhadap pelaksanaan acara, dan sekilas perkenalan dari P. T. DAGADU Djodja.

Salah satu maksud diselenggarakannya DAGADU Walking Tour memang untuk memberikan kabar terkini dari brand DAGADU. Yang ternyata sejak 1994 hingga 2022 telah punya beberapa gerai. Gerai terbaru adalah DAGADU Mangkubumi yang juga meliputi Lokio Cafe.

Mestinya penutupan DAGADU Walking Tour dilakukan di Lokio Cafe yang terletak di rooftop. Berhubung hujan, ya dilakukan di ruangan tertutup.

Beruntunglah kami ketika bubaran bersamaan dengan selesainya hujan. Alhasil, kami ramai-ramai ke rooftop dulu sebelum pulang. Tujuannya satu, yaitu foto bersama.

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina

Catatan:
Rute yang ditempuh kurang sesuai dengan judul acara "Susur Sisir Mangkubumi". Sebab kenyataannya, yang disusuri bukan hanya Jalan Mangkubumi (kini bernama Jalan Margo Utomo). Justru kisah Jalan Mangkubuminya tidak dikulik lebih detil.

Susur Sisir Alun-alun Utara

 1 Januari 2023

Tolong sampaikan ke panitia, aku datang terlambat. Mau shalat Asar dulu. Demikian pesan saya ke teman yang juga ikut  DAGADU Walking Tour.

Sore itu jam mulai kegiatannya memang nanggung. Pukul 15.00 WIB. Hanya sedikit menit dari datangnya waktu Asar. Jadi, saya memilih datang telat demi shalat dulu.

Tentu saja saya tiba tatkala story teller sudah beraksi. Saya pikir saya ketinggalan satu sesi yang mengisahkan tentang bangunan yang sekarang ditempati gerai DAGADU alun-alun utara. Titik kumpulnya 'kan di situ.

Saya pun menjawil teman untuk konfirmasi. Maksudnya minta diceritai ulang. Namun, rupanya tak ada kisah tentang itu. O la la!

Story teller rupanya langsung berkisah tentang altara dan bangunan-bangunan di sekitarnya, yang kini menjadi deretan tempat makan. Tak banyak juga pengisahannya.

Selanjutnya kami berjalan menuju Jalan Pangurakan. Berhenti di sudut barat Kantor Pos Besar Yogyakarta. Di situ story teller berkisah tentang air mancur yang dahulu berada di tengah-tengah perempatan. Yang kemudian dibongkar semasa Sultan HB IX bertahta.

Plus sedikit bercerita tentang Museum Benteng Vredeburg, yang dulunya saat awal berdiri bernama Benteng Rustenburg. Pengubahan nama dilakukan setelah benteng dipugar selepas terjadi gempa besar tahun 1867.

Kami kemudian sedikit bergeser ke timur. Tujuannya mengamati bagian timur bangunan Kantor Pos Besar dan Gedung Bank Indonesia.

Selanjutnya, dari perempatan kami menyeberang ke utara. Menuju bangunan menara di selatan Pasar Beringharjo. Yang di puncaknya ada sirene. Story teller menginformasikan bahwa bunyi dari sirene itulah yang membuat tanda berbuka puasa di Yogyakarta khas.

Di atas itu (Dokpri Agustina)
Di atas itu (Dokpri Agustina)

Hmm. Setahu saya, awalnya bunyi sirene tersebut merupakan pertanda adanya serangan Belanda. Bukan an sich sebagai tanda berbuka puasa. Hanya saja, seingat saya kok story teller tidak menceritakannya? Mungkin kelupaan. Untunglah dia tidak lupa menginformasikan bahwa tidak cuma ada satu sirene di seantero kota.

Selanjutnya kami diajak menyeberang ke barat jalan. Di trotoar depan Hamzah Batik. Kondisi di situ sangat gaduh. Wisatawan berjubel menonton pertunjukan seni yang digelar Hamzah Batik.

Orang berjubel, suara musik pengiring tarian mendominasi. Ya ampuuun. Saya bahkan tidak tahu di situ story teller mengisahkan apa. Atau, memang sesungguhnya tidak mengisahkan apa-apa?

Dari situ kami bergerak ke selatan. Berhenti sebentar di depan GPIB Marga Mulya Yogyakarta, foto-foto di seputaran Ngejaman, serta mengadakan kuis di depan Gedung Agung dan di seputaran Monumen Batik.

Kemudian kami menyeberang jalan, menuju selatan. Tiba di pojokan jalan depan Gedung BNI '46, story teller lagi-lagi mengajak berfoto dulu. Plus sedikit berkisah tentang masa lalu Gedung BNI '46 itu.

Lalu? Lanjut ke selatan lagi, dong. Balik ke altara. Ujungnya DAGADU Walking Tour edisi awal tahun 2023 sah diakhiri saat kami tiba kembali di gerai DAGADU Alun-alun Utara.

Huft! Sayang sekali kisah yang diinformasikan terkait semua spot yang kami singgahi sangat minimalis. Terasa tidak sebanding dengan jarak yang tertempuh. Sementara di sepanjang jalan yang kami lewati, banyak sekali spot menarik-bersejarah.

Catatan:
Rute yang ditempuh kurang sesuai dengan judul acara "Susur Sisir Alun-alun Utara". Sebab kenyataannya, kami hanya sedikit menyusuri Alun-alun Utara. Sementara sesungguhnya, ada banyak kisah penting yang bisa dikulik lebih detil dari altara itu.

Penutup

DAGADU Walking Tour lumayan seru dan berfaedah untuk diikuti. Terutama buat orang-orang yang sedang cari teman untuk berkeliling Kota Yogyakarta dengan berjalan kaki. Terkhusus untuk menyambangi spot-spot heritage. Daripada jalan kaki sendirian 'kan?

Lagi pula, notabene gampang untuk pepotoan jika jalan kakinya berombongan begitu. Bisa minta tolong difotokan oleh teman serombongan. Walaupun sebelumnya tak saling kenal, relatif nyaman dan aman sebab dipersatukan dalam satu rombongan. Siapa tahu pula malah berjodoh?

Akan tetapi, andai kata Anda mengikuti DAGADU Walking Tour dengan harapan tinggi untuk mengulik sebuah tempat heritage secara mendalam, tematik, dan eksploratif, mohon turunkan ekspektasi Anda itu.

Salam.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun