Kini ketinggian Tugu menjadi 15 meter saja. Perubahan terjadi gara-gara gempa bumi dahsyat yang terjadi pada tahun 1867. Tatkala itu Tugu Golong Gilig runtuh.
Lalu, pada tahun 1889 pemerintah Hindia Belanda merenovasinya. Hanya saja bentuknya berbeda dari bentuk semula dan berdasarkan bentuk barunya itu disebut Tugu Pal Putih. Sebagaimana yang kita lihat sekarang.
Dari Tugu kami menyeberang jalan ke utara, lalu menuju timur. Menyusuri Jalan Sudirman dan berhenti di Hotel Phoenix. Di depan hotel yang usianya telah lebih dari seabad itu, story teller mengisahkan bahwa dahulu Presiden Soekarno pernah tinggal dan berkantor di hotel tersebut.
Menarik sebenarnya. Memantik keinginan untuk mengeksplorasi ruangan-ruangannya. Sayang sekali kini tidak diperbolehkan ada kunjungan untuk umum lagi. Ya, sudah. Kami beramai-ramai foto bersama di depannya saja.
Story teller juga mengonfirmasikan tentang Rumah Phoenix yang berlokasi di seberangnya, tetapi agak ke baratnya. Rumah itu adalah milik pendiri Hotel Phoenix. Sayang sekali story teller tidak banyak berkisah tentangnya.
Setelah dirasa cukup, rombongan DAGADU Walking Tour kembali ke barat. Â Sesampai di perempatan Tugu kami menyeberang jalan, lalu menuju ke utara.
Tujuan utama ke Klenteng Poncowinatan, tetapi singgah sebentar di depan sebuah rumah kuno. Letaknya di ujung pertigaan antara Jalan A.M. Sangaji dengan jalan di belakang Pasar Kranggan.
Rumah tersebut termasuk bangunan heritage. Ada plang keterangan demikian di depannya. Berarti sudah tercatat sebagai Bangunan Cagar Budaya oleh dinas terkait.
Perjalanan kemudian kami lanjutkan ke arah barat dalam situasi hiruk-pikuk. Maklumlah. Jalanan yang kami susuri menjadi bagian dari aktivitas Pasar Kranggan. Untuk bongkar muat barang, area parkir motor para pembelanja, dan tempat berjualan para pedagang yang tak kebagian lapak di dalam pasar.
Saya tidak suka karena tidak bisa melangkah dengan santai sembari motret-motret. Potensi ketabrak dan menabrak besar sehingga mesti berkonsentrasi saat melangkahkan kaki.
Lega rasanya ketika kaki ini mulai memasuki halaman Klenteng Poncowinatan. Walaupun halaman luas klenteng difungsikan juga sebagai parkiran, potensi ketabraknya jauh lebih kecil. Beda dengan yang di jalanan tadi.