Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Maulid Nabi 2022: Ketika Sekaten Setia Mengingatkan Saya

8 Oktober 2022   20:21 Diperbarui: 8 Oktober 2022   20:46 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhamdulillah. Saya bersyukur bahwa pada tahun ini saya masih berkesempatan untuk menikmati semarak perayaan Maulid Nabi 2022. Ini sesuatu yang sangat bermakna bagi saya.

Bagaimana tak menikmati kalau selama seminggu jelang datangnya Maulid Nabi 2022, tiap hari saya bisa main ke Sekaten yang diselenggarakan oleh Kraton Yogyakarta?

Ah, sebenarnya tidak sungguhan main juga. Terkadang cuma melintas tanpa singgah, tanpa memotret. Bahkan hingga bubaran hari ini, saya tak membeli sega gurih ala Sekaten meskipun ingin sekali.

Bagaimana, ya? Yang jualan tetangga semua. Jadinya malah tak enak hati kalau hendak beli-beli di salah satu dari mereka. Lapak mereka saja berderetan berimpitan. Saya khawatir menimbulkan kecemburuan sosial. Hehehe ....

Lokasi Sekaten 'kan di Plataran Masjid Gedhe Kraton (Masjid Gedhe Kauman), meliputi Pagongan Lor dan Pagongan Kidul. Tentu termasuk masjidnya juga. Karena tiap malam selepas magrib, ada pengajian di situ dalam rangka Sekaten. Sementara saya sekarang berdomisili di belakang Masjid Gedhe Kauman.

Alhasil, saya kerap berseliweran di sekitaran situ. Mau ke kantor pos lewat Sekaten. Mau beli roti lewat Sekaten. Mau beli bakso lewat situ. Pokoknya mau ke mana-mana sering pakai rute tersebut.

Dengan demikian, baik berniat main atau tidak, tetap saja jadinya main-main menikmati atmosfer Sekaten. Lumayan. Bisa pura-pura sedang berwisata karena membaur dengan pengunjung Sekaten yang original.

Beruntungnya tiap kali melintasi area Sekaten, saya seperti diingatkan bahwa sebentar lagi akan datang Maulid Nabi 2022. Kemudian automatis teringat untuk selawatan karena ingin dicintai Rasulullah SAW.

Selanjutnya teringat pula bahwa saya belum menjadi pengikut beliau yang baik. Satu contoh kecil, sesekali saya masih mau nimbrung dalam gelutan online, padahal Rasulullah Muhammad SAW adalah sosok mulia yang cinta damai.

Iya, lho. Bisa mendadak religius begitu. Alhamdulillah. Saya pikir-pikir, saya mujur sekali karena bisa kerap berinteraksi dengan Sekaten. Beruntung sebab secara tidak langsung merasa ditegur agar menjadi muslim yang lebih baik. Serius ini.

Kiranya untuk diri saya, tujuan diselenggarakannya Sekaten tercapai.  Terbukti dari seliwar-seliwer dan sesekali iseng nonton gamelan di Pagongan Lor atau Pagongan Kidul, saya dapat teringat pada Rasulullah SAW. Dilanjut sedikit wawas diri, betapa saya belum sungguh-sungguh mencintai sang kekasih Allah SWT itu.

Perlu diketahui, Sekaten memang diadakan dengan mengusung spirit untuk syiar Islam. Terkhusus agar publik makin kenal sang pembawa pesan risalah Islam, yaitu Rasulullah SAW.

Kalau telah kenal, mengetahui banyak tentang beliau SAW, tentu bakalan bisa meneladani. Bukankah meneladani Rasulullah SAW berarti mengamalkan ajaran Islam? Ya, tujuan penyelenggaraan Sekaten memang sejatinya begitu.

Nah. Untuk menarik minat orang-orang supaya mau datang ke masjid, dalam hal ini Masjid Gedhe Kraton, ditabuhlah gamelan. Masyarakat dibikin senang dulu, diberi hiburan dulu, baru kemudian pelan-pelan didakwahi.

Mengapa pakai gamelan? Zaman dulu jumlah dan ragam hiburan 'kan terbatas. Lagi pula, gamelan merupakan hiburan keren pada eranya. Pastilah mampu menjadi magnet berkumpulnya massa.

Sekaten, Bukan Pasar Malam Sekaten

O, ya. Mohon jangan sampai salah pengertian antara Sekaten dengan Pasar Malam Sekaten. Yang tiap hari saya sambangi itu Sekaten lho, ya. Bukan Pasar Malam Sekaten.

Kalau pasar malamnya, yang biasa diselenggarakan di alun alun utara bersamaan dengan Sekaten, pada tahun 2022 ini diselenggarakan dengan nama  berbeda. Tidak pakai nama Pasar Malam Sekaten.

Lokasinya di kawasan bekas Kampus STIEKERS. Kurang lebih 3 km ke arah selatan dari Kraton Yogyakarta. Jadi, terpisah lumayan jauh dari Sekaten.

Lalu, apa beda Sekaten dan Pasar Malam Sekaten? Kiranya perlu saya jelaskan di sini, barangkali ada di antara pembaca yang masih rancu dengan pengertian Sekaten dan Pasar Malam Sekaten.

Yang disebut Pasar Malam Sekaten itu ya pasar malam seperti pasar malam pada umumnya. Ada stan hiburan, permainan, dan aneka rupa dagangan. Hanya saja, penyelenggaraannya berbarengan dengan Sekaten. Iya, berbarengan saja. Bukan merupakan bagian dari prosesi Sekaten.

Sementara yang disebut Sekaten, yang sejak tanggal 1-7 digelar di Plataran Masjid Gedhe Kraton, merupakan upacara tradisional yang diselenggarakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Pelaksanaannya setahun sekali, pada tanggal 5-11 Rabi'ul Awal. Kalau dalam kalender Jawa, bulan Rabi'ul Awal itu disebut bulan Mulud.

Upacara Sekaten diawali dengan acara Miyos Gongso dan diakhiri dengan Kondur Gongso.

Miyos Gongso adalah prosesi keluarnya sepasang gamelan dari Kraton Yogyakarta, yang kemudian ditempatkan di Pagongan Lor dan Pagongan Kidul, yang berlokasi di Plataran Masjid Gedhe.

Selama 7 hari berturut-turut, kedua perangkat gamelan itu dimainkan sejak pagi hingga malam, secara bergantian. Kalau gamelan di  Pagongan Lor dimainkan, yang di Pagongan Kidul tidak dimainkan.

Perlu diketahui, sepasang gamelan tersebut punya nama. Yang diletakkan di Pagongan Lor bernama Kyahi Nagawilaga. Yang di Pagongan Kidul bernama Kyahi Gunturmadu.

Pada hari ke-7 malam hari, ada prosesi Kondur Gongso. Yang berarti sepasang gamelan yang telah bertugas sepekan penuh itu dibawa masuk lagi ke kraton.

Namun, sebelum dua perangkat gamelan diajak pulang, ada prosesi yang mendahului. Prosesi yang dimaksud adalah sebar udhik-udhik yang dilakukan oleh Ngarsa Dalem Sultan HB X.

Sebar udhik-udhik dimulai dari Pagongan Kidul, lalu ke Pagongan Lor, dan terakhir di dalam Masjid Gedhe Kraton. Udhik-udhik ini terdiri atas bunga, uang logam, beras, dan biji-bijian. Tentu ada maknanya, yaitu sebagai lambang sedekah raja kepada rakyatnya.

Selesai sebar udhik-udhik, Ngarsa Dalem Sultan HB X mendengarkan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW. Uniknya, beliau memakai simping melati di telinga. Itu sebagai simbol bahwa raja senantiasa mendengarkan segala keluh kesah rakyatnya.

Nah. Sejak dulu saya penasaran, apakah Ngarsa Dalem lelah atau tidak duduk bersila berlama-lama, demi menyimak pembacaan riwayat yang panjang begitu. Hahaha!

Suatu ketika saya pernah berniat menonton prosesi Kondur Gongso selengkapnya. Pastilah dengan penuh semangat. Akan tetapi, saat menunggu sultan selesai menyimak pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW, anak saya merengek pulang.

Ia pasti bosan sekali menunggu. Terlebih pada dasarnya ia tak suka keramaian. Ya sudah. Kami pulang.

Alhasil, batallah rencana melambaikan tangan kepada Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga dipanggul pulang ke kraton. Sampai sekarang saya bahkan tak pernah lagi mengulangi rencana tersebut.

Puncak Acara HUT ke-266 Yogyakarta vs Kondur Gongso

Belakangan ini di Yogyakarta sedang banyak sekali acara seru. Biasanya memang banyak, sih. Selalu ada (dan diada-adakan) acara seru. Akan tetapi, sejak Agustus 2022 lalu rasanya sungguh melimpah tiada tara.

Memasuki Oktober kian menjadi-jadi. Dalam sehari bisa dobel-dobel acaranya. Semua menarik. Sampai-sampai saya bingung mau pilih mendatangi yang mana.

Puncaknya semalam. Semalam ada dua acara puncak yang suasananya, menurut saya, saling bertolak belakang. Terasa unik dan bikin saya senyum-senyum sendiri.

Pertama, puncak acara Sekaten 2022 yang bernuansa religius. Lokasinya saja di Masjid Gedhe Kraton dan sekitarnya.

Kedua, puncak acara HUT ke-266 Kota Yogyakarta yang dirayakan melalui Wayang Jogja Night Carnival 2022, yang berlangsung di kawasan Tugu Pal Putih.

Sudah pasti suasana yang di Tugu lebih ingar bingar daripada yang di kawasan Masjid Gedhe Kraton. Berlawanan dengan suasana di puncak Sekaten yang cenderung sakral. Inilah yang saya sebut unik. Rasanya baru kali ini terjadi.

Cara Saya Meneladani Nabi Muhammad SAW

Sebagai muslim yang sedang berusaha dicintai Allah SWT, tentu saya mesti mencintai Nabi Muhammad SAW. Sebab melalui manusia agung itulah, saya beserta seluruh kaum muslim di dunia bisa paham mengenai segala perintah dan larangan-Nya SWT.

Akhlak Rasulullah Muhammad SAW adalah cerminan isi Alquran. Jadi,  idealnya semua muslim bisa total meneladani beliau SAW.

Namun, namanya juga manusia. Terlebih manusia yang spesifikasinya macam saya begini. Pastilah bakalan merasa banyak sekali hambatan dan tantangan untuk meneladani Nabi Muhammad SAW.

Bukannya hendak beralibi. Bukannya hendak meminta dipahami melulu atas segala kekurangan diri. Toh faktanya, saya pun senantiasa berusaha meneladani Rasulullah SAW. Semaksimal yang saya bisa.

Selain dalam hal ketaatan beribadah, saya juga berusaha meniru perilaku beliau SAW yang lemah lembut. Penuh kedamaian. Jauh-jauh dari amarah. Selalu baik kepada sesama manusia, bahkan kepada hewan dan tumbuhan.

Berhasilkah? O, tentu tidak. Terutama dalam hal mengelola amarah berupa mengomeli anak. Wah! Dalam hal ini saya paling lemah, tetapi tidak mau menyerah dong, ah. Pokoknya berusaha terus.

Saya juga sudah piawai menata hati dan jari ketika bermain medsos. Terkhusus ketika membuat sebuah postingan. Semaksimal mungkin saya memilih kalimat yang tak melukai perasaan orang lain. Sepertinya ini sesuatu yang sepele, padahal justru amat penting.

Demikian pula ketika ada warganet yang memberikan komentar julid terhadap postingan saya, saya telah cukup mahir mengendalikan emosi. Tidak serta-merta terpancing ikut julid. Rasulullah SAW 'kan tidak pernah julid?

Walaupun sesekali, sebagaimana yang saya singgung sebelumnya, saya masih tergoda untuk nimbrung gelutan online, frekuensinya sudah jauh berkurang.

Itulah beberapa cara saya dalam meneladani kekasih-Nya SWT. Bisa dicontek jika memang Anda anggap keren. Jika kurang keren, ayolah beritahukan saja supaya saya bisa memperkerennya.

Baik. Saya akhiri saja tulisan ini. Selamat merayakan Maulid Nabi 2022.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun