Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Pilihan

Sebenarnya Altara Yogyakarta Itu Ruang Publik Favorit Saya

19 Juli 2022   17:27 Diperbarui: 19 Juli 2022   17:32 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenangan KJog di altara tanpa pagar/Dokpri

SAYA tak bakalan lupa keterkejutan saya sore itu, yakni ketika pertama kali melihat kondisi altara Yogyakarta yang telah dikelilingi pagar besi tinggi. Yeah? Kalau boleh jujur, saya bahkan sedikit syok sebab merasa amat kehilangan. 

Tak jadi soal jika Anda sekalian menganggap saya bersikap lebay alias mendramatisir. Akan tetapi, itulah yang sesungguhnya terjadi. Terlebih bermain-main di hamparan rumput altara (alun alun utara) termasuk salah satu rencana saya setelah aturan PPKM diperlonggar. 

Perlu diketahui bahwa sebelum pandemi Covid-19 melanda, altara belum berpagar. Itulah sebabnya saya terkejut ketika tahu-tahu sudah berpagar. Tepat persis saat saya berkesempatan kembali melihat dunia luar. 

Ibarat berniat mengunjungi seseorang yang amat dirindukan, ternyata begitu ada waktu untuk berkunjung, kok di rumahnya malah sedang berlangsung resepsi pernikahannya? Bagaimanapun hal demikian berpotensi bikin syok 'kan? 

Gumam saya tatkala itu, "Yaelah! Ini sih seiring datangnya pandemi, hilanglah ruang publik kami." 


Mungkin tak pantas saya merasa kehilangan altara. Toh altara bukanlah milik saya. Saya ini hanya penggunanya. Namun, perasaan tak dapat didustai. Rasa syok akibat kehilangan altara tersebut valid adanya. 

Maklumlah. Ada terlalu banyak kenangan yang tersimpan di altara tersebut. Seiring dengan deretan tahun yang terlewati. 

Iya. Altara Yogyakarta adalah ruang publik favorit saya. Pastilah bagi orang-orang lain juga. Terutama bagi mereka yang rutin memanfaatkannya sebagai ruang publik. Terkhusus mereka yang bertempat tinggal di sekitarnya seperti saya. 

Betapa tidak menjadi favorit, jika lokasinya saja amat strategis plus bisa diakses gratis? Berada di pusat kota banget. 

Dekat dengan Malioboro, kawasan Titik Nol, Masjid Gedhe Kraton, dan Kraton Yogyakarta Hadiningrat. Bahkan sesungguhnya, altara memang halaman depan Kraton Yogyakarta Hadiningrat. 

Nongkrong di altara adalah pilihan jitu untuk refreshing hemat. Tak perlu beli tiket masuk. Asalkan tidak tergiur untuk beli jjanan dari kedai-kedai atau penjual asongan yang ada di sekitarnya, pastilah pula tak perlu keluar duit sepeser pun. 

Alhasil, hati riang dan pikiran beranjak ringan tanpa terbebani ongkos vakansi. Tak pula terbebani rasa sungkan manakala berlama-lama nongkrong di situ. Beda sekali jikalau nongkrong di sebuah kedai makanan/minuman. 

TIGA ALASAN SUKA 

Ada tiga alasan yang membuat saya jatuh cinta kepada altara. Yang menjadikannya ruang publik favorit saya, selain alasan lokasinya yang dekat rumah. 

Pertama, dekat masjid. 

Posisi dekat masjid ini sangat kondusif. Kita dapat nongkrong di situ seharian tanpa kesulitan cari tempat untuk salat. Jika memang mau, salat bahkan dapat dilakukan secara tepat waktu secara berjamaah. Begitu terdengar azan, toh tinggal bergegas menuju masjid. 

Kedua, lokasi mudah dicari. 

Tak dapat dibantah bahwa lokasi altara mudah dicari. Termasuk oleh kaum wisatawan yang tak hafal lika-liku Yogyakarta sekalipun. Itulah sebabnya saya kerap menjadikannya titik kumpul/titik pertemuan, jika ada teman luar kota datang ke Yogyakarta. 

Ketiga, bisa menjadi jalan pintas. 

Terusterang saja, saya gemar memotong jarak tempuh ketika hendak pergi ke wilayah timur altara. Ketimbang kelamaan menyusuri trotoar yang melingkari altara, saya pilih melintas di tengah-tengahnya. Berjalan dari depan Masjid Gedhe Kraton langsung lurus hingga trotoar timur altara. Hemat tenaga. 

Memang ada beberapa ruang publik lain di Yogyakarta yang tak kalah menarik. Bahkan, jauh lebih menarik daripada altara. Akan tetapi bagi saya, semua tidak ada yang punya lokasi sestrategis altara. 

Oh, baiklah. Kedengarannya saya altara Yogyakarta minded, ya? Hahaha! Harap dimaklumilah. Saya 'kan berdomisili dekat situ banget.

Kenangan KJog di altara tanpa pagar/Dokpri
Kenangan KJog di altara tanpa pagar/Dokpri

 

ALTARA BUKANLAH ALUN ALUN BIASA 

Apa boleh buat? Menghapus kenangan indah di altara memang tak gampang. Menerima fakta bahwa diri ini tak lagi bisa menginjak rerumputan altara pun tak mudah. 

Akan tetapi, saya mesti sadar diri bahwa altara Yogyakarta istimewa. Berbeda dengan alun alun di kota lain. 

Yup! Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, altara sebenarnya merupakan halaman kraton. Termasuk bagian dari Sumbu Filosofi. Jadi, altara memang memiliki makna tertentu. Tak terpisahkan dari kraton. Bukan semata-mata ruang publik yang luas dan terbuka. 

Oleh karena itu, kalau kemudian altara Yogyakarta dipagari demi pemeliharaan rerumputannya sudah wajar. Lalu sekarang, ketika rerumputannya diganti dengan pasir dari laut selatan demi pengembalian ke bentuk asli, itu pun wajar. 

Bukankah dari pagar dan pasir tersebut, sekarang khalayak jadi tahu situasi asli kraton tempo doeloe? 

Begitulah adanya. Setelah mendapatkan aneka informasi terkait pagar dan pasir di altara Yogyakarta, pada akhirnya saya bisa sedikit legawa menerima fakta terkininya itu. Walaupun tetap saja ketika tiba saatnya Idulfitri dan Iduladha, saya terserang baper karena tak lagi bisa salat di altara.

Untung saja dahulu sempat iseng narsis berfoto ria di altara sebelum berpagar. Lumayanlah. Hasil fotonya bisa menjadi kenangan manis sekaligus dokumentasi bernilai historis seperti ini.

Dokpri
Dokpri

Hmm. Apakah dahulu, sebelum era pandemi dan berpagar, Anda juga pernah berpose di altara Yogyakarta? Kalau pernah, selamat ya. Berarti Anda telah ikutan mendokumentasikan ruang publik favorit saya. Hehehe ....

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun