Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diskusi Sastra Kerjasama IIDN-Disbud Kota Yogyakarta

14 Juli 2022   23:53 Diperbarui: 15 Juli 2022   06:11 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri/Agustina IIDN Yk

Tanggal 13 Juli 2022 kemarin Disbud Kota Yogyakarta bekerja sama dengan IIDN menyelenggarakan diskusi sastra. Temanya "Menulis Sastra sebagai Profesi: Berani?" 

Acara tersebut bertempat di Science Theater Taman Pintar Yogyakarta. Berlangsung kurang lebih selama dua jam. 

Menghadirkan dua narasumber, yaitu Budi Sardjono (dahulu tenar dengan nama pena Agnes Yani Sardjono). Beliau adalah sastrawan senior yang bergiat di Komunitas Balong Literasi. Karya-karyanya yang tenar antara lain Sang Nyai, Prau Layar di Kali Code, dan Selendang Kilisuci. 

Ada satu pernyataan menarik yang sekaligus bikin rasa percaya diri saya sebagai penulis tergerogoti. Pernyataan itu terlontar manakala Sastrawan Budi Sardjono berkisah tentang prestasinya yang kerap banget memenangkan lomba penulisan. 

Ini pernyataannya, " .... Hingga pada suatu titik, saya merasa bosan menjadi juara ...." 

Astaganaga! Sementara di sisi lain, saya merasa bosan karena kalah melulu kalau ikutan lomba penulisan. Hehehe .... 

Narasumber satunya Etyastari Soeharto. Penulis buku monumental Mozaic of  Haramain (biasa disebut MoHa). Beliau bergiat di Komunitas IIDN atau Ibu Ibu Doyan Nulis. Terkhusus IIDN area Yogyakarta. 

Etyastari ini keren sekali. Ia telah menulis tiga buku dan diterbitkan mandiri alias self-publishing. Hasilnya? MoHa yang laris dan legendaris!  Beliau ini juga bikin rasa percaya diri saya sebagai penulis runtuh. 

Walaupun tak seluruh kursi terisi, secara keseluruhan acara tergolong sukses. Berlangsung lancar. Antusiasme para peserta pun lumayan memadai. 

Meskipun tak bisa memantau detil jalannya diskusi (karena saya menyimak dari luar ruangan dan hanya sesekali masuk ruangan diskusi), saya yakin bahwa masing-masing pulang dengan membawa seonggok motivasi untuk menulis. 

O, ya. Sebelum diskusi sastra dimulai, ada pementasan tarian tradisional. Nama tariannya Tari Sari Kusuma. Penarinya masih bocah, yaitu Kalyana Parahita Laksmita Persada. 

SAYANGNYA COPAS SEMUA 

Seperti yang saya sampaikan di atas, secara umum acara berjalan lancar dan sukses. Sebagai anggota IIDN, pastilah saya ikut bangga. Terlebih diskusi sastra itu menjadi berita di beberapa portal berita. 

Akan tetapi, betapa kaget diri ini ketika cek satu per satu berita-berita tersebut. Kesan saya satu saja: GILA! 

Saya terhenyak dan bertanya-tanya curiga, "Mengapa semua tulisan yang disuguhkan sederet portal berita di Yogyakarta bisa sama begini? Copas semua dari artikel yang terbit di website resmi Disbud Kota Yogyakarta. Ckckck! 

Jurnalisnya beneran datang ke lokasi acara atau tidak, nih? Kalau beneran datang, mengapa isi berita seragam, bahkan hingga ke gaya bahasanya? Bahkan, ada beberapa yang judul beritanya pun mirip." 

O la la! Copas, oh, copas. Perlu diketahui, semua isi berita dari berbagai portal berita daring sama dengan yang saya tuliskan di subbagian sebelum ini. Malah tulisan saya tersebut lebih detil. 

Saya menulis tentang Budi Sardjono yang sempat bosan menjadi juara lomba penulisan, sedangkan berita-berita copasan tidak ada yang menuliskannya. 

Lucunya ada yang menulis bahwa tarian dipentaskan di sela-sela diskusi. Sementara faktanya, tarian ditampilkan untuk mengawali acara. Ckckck! 

ADA LAPAK IIDN, LHO 

Begitulah. Pada akhirnya saya percaya bahwa copas berita itu memang betul-betul terjadi. Apa boleh buat? Para jurnalis yang hadir kok ya bisa-bisanya tidak menyadari bahwa sesungguhnya, ada hal-hal lain yang layak diberitakan. 

Misalnya informasi mengenai Komunitas Balong Literasi dan IIDN. 

Okelah Komunitas Balong Literasi kelupaan diberitakan karena memang batal membuka lapak buku di situ. Namun, mengapa IIDN juga luput tak diberitakan? 

Yeah? Tak satu pun berita yang mengulik lebih komplet mengenai IIDN. Sementara faktanya, IIDN menggelar lapak untuk pamer buku-buku karya para anggota IIDN  sekalian jualan walaupun dengan stok terbatas. 

Maaf. Ini bukan tentang saya dan kawan-kawan di IIDN yang ingin narsis lho, ya. Hanya saja, apa lapak yang saya tunggui tidak menarik perhatian para jurnalis? Tidak terlihat?

Dokpri/Flo IIDN Yk
Dokpri/Flo IIDN Yk

Saya tak percaya kalau dijawab, "Tak kelihatan." Seingat saya, saya ini masih manusia biasa yang bisa terlihat. Buktinya, ada orang-orang yang mendekati lapak IIDN. Sekadar melihat-lihat buku, bertanya-tanya tentang IIDN lebih detil, bahkan beberapa orang juga membeli buku-buku yang terpajang. 

PENUTUP 

Demikian reportase singkat tentang kegiatan diskusi sastra IIDN yang bekerja sama dengan Disbud Kota Yogyakarta. Ehem. Sekalian curhat sedikit pedas kepada kinerja jurnalis yang memberitakannya, sih. 

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun