Citarasanya pastilah manis. Bagi saya yang penyuka kudapan gurih dan berlidah pantura bagian relatif timur, bahkan terasa super duper manis.
Yeah? Terusterang saja dengan citarasanya itu, kicak tidak menjadi makanan favorit saya. Di sinilah letak mengesankannya. Tidak menjadi kudapan favorit, tetapi mewajibkan diri menikmatinya minimal satu kali selama Ramadan.
Demi apakah? Jawabannya, demi entahlah. Muehehehe....
O,ya. Tahun ini saya senang sebab bisa berbagi sebungkus kicak kepada Dian Purnama, sesama Kompasianer Jogja. Hahaha!
Ini bukan masalah jumlahnya ya, melainkan tentang kelegaan hati sebab sukses membantu menuntaskan rindu seseorang kepada kicak.Â
Yup! Pada Ramadan tahun lalu Dian sempat ikutan antre kicak di warung Mbah Wana, tetapi gagal. Nah. Beruntunglah saya tahun ini telah dimampukan-Nya.
***
Itulah kicak, yaitu makanan khas Ramadan yang berkesan bagi saya. Adakah di antara Anda yang pernah mencicipinya? Jika belum, yuk main ke warung Mbah Wana di Kauman. Di situ dijual kicak original, lho.Â
Mumpung masih ada satu hari Ramadan. Ketimbang menunggu setahun lagi 'kan?
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H