Apakah kecerewetan warganet tersebut buruk? Tergantung pada isu apa yang dicereweti. Namun dalam hal warna baru seragam satpam, saya menilainya kurang baik.Â
Andai kata warganet tidak ramai-ramai curhat tentang pengalaman terkecoh seragam cokelat muda-cokelat tua itu, niscaya warna seragam satpam tak diubah lagi hanya dalam kurun waktu setahun kurang.Â
Apa boleh buat? Nasi telah menjadi bubur. Pihak berwenang, dalam hal ini Kepolisian RI, merespons keluhan warganet dengan cepat. Alhasil, mulai Februari 2022 satpam kembali ganti warna seragam.
Sudah pasti warganet heboh lagi. Kali ini tidak heboh lantaran terkecoh seragam, tetapi cekakak-cekikik mengomentari satpam yang jadi mirip polisi dalam film India.
Semula saya ikutan tertawa tanpa beban. Namun, cuitan seseorang bikin saya terhenyak. Begini curhatannyaÂ
Warna seragamnya jangan dicengin lagi, ya. 'Ntar kalau diganti lagi, kasihan  satpamnya. Mesti nyicil seragam lagi.
O la la! Selama ini saya pikir seragam satpam berasal dari pembagian kantor (dikasih cuma-cuma). Â Tidak beli sendiri-sendiri, apalagi pakai acara nyicil-nyicil.Â
Tawa tanpa beban saya kian tak berbekas saat membaca beberapa cuitan  balasan. Yang masing-masing berbagi cerita tentang tetangga dan kenalannya yang berprofesi sebagai satpam dan mesti menanggung cicilan seragam baru.Â
Sungguh. Saya baru tahu akan hal itu. Keterlaluan enggak sih, jika mengingat pernah punya dua tetangga yang berprofesi sebagai satpam?Â
Dengan sedikit gundah, saya kemudian pindah ke Facebook. Ealaaah. Kok ya yang pertama kali melintas di linimasa adalah status curhatan seorang follower, yang ternyata bersuamikan seorang satpam.Â
Yang lama aja belum lunas dan belum dipakai. Malah sudah diganti lagi seragamnya.Â