Jadi menurut saya, e-KTP (yang mestinya sesuai dengan aturan bahasa Indonesia disebut KTP-el) sebaiknya tak buru-buru dimutakhirkan menjadi e-KTP Digital atau Identitas Digital. Walaupun telah dirilis dan diujicobakan di sejumlah wilayah, tak jadi soal kalau ditunda pelaksanaannya secara menyeluruh.Â
Lebih baik betul-betul dimatangkan terlebih dulu A-Z tatacara dan prosedur keamanannya. Jangan sampai memperpanjang daftar projek yang kategorinya kurang berfungsi maksimal. Daripada segera dilaksanakan secara kurang maksimal, jatuhnya justru mubazir. Menghamburkan dana belaka.
Bagaimana, ya? Bagus sih bagus tujuan dan semangat berkemajuannya. Namun, saya khawatir bagusnya itu terhenti pada tataran teori. Sementara praktiknya rada-rada ngeselin.Â
Jangankan e-KTP Digital yang tanpa bentuk fisik. Yang belum digital saja pelayanan pembuatannya masih gagap ketika diembel-embeli istilah "secara daring". Contohnya tak usah jauh-jauh. Oktober lalu saat mengurus pembuatan e-KTP untuk anak, ekspektasi saya lagi-lagi ketinggian.Â
Oke. Memang tak butuh surat pengantar dari RT dan RW. Tinggal isi data-data secara daring, lalu datang ke MPP (Mal Pelayanan Publik) di kompleks balaikota sesuai jadwal untuk proses pencetakan e-KTP. Tidak perlu repot-repot mencari Ketua RT yang sering kali susah dicari.Â
Akan tetapi, menunggu informasi jadwalnya itu bikin bete. Tak seketika keluar saat kelar mendaftar. Entah sedang error sistem atau petugas tak stand by, respons baru kami terima dua hari kemudian.
Lalu usai pengambilan foto dan verifikasi data, saya kira disuruh menunggu satu atau sekian jam, lalu pulang sudah membawa e-KTP. O la la! Ternyata pengambilan e-KTP-nya esok hari. Jadi, tetap bolak-balik juga seperti pembuatan KTP manual tempo doeloe.Â
Silakan baca kekecewaan saya di "Pengalaman Bikin KTP Baru Secara daring di Kota Yogyakarta".
Antara Chip dan Fotokopi KTPÂ
Sekian tahun silam, ketika memutakhirkan KTP zadoel menjadi e-KTP, saya menerima informasi indah tentangnya. Selain berlaku seumur hidup, konon model KTP yang baru itu punya fungsi canggih sebab ditanami chip. Bisa dipindai untuk mengetahui data-data pribadi pemiliknya.Â
Akan tetapi, di kemudian hari saya lupa tentang informasi itu. Tepatnya antara lupa dan tak menyadari keberadaan chip tersebut (kalau memang benar-benar ditanamkan di e-KTP). Mungkin sebab tak pernah ada momentum untuk mempergunakannya. Justru ketika membaca tawaran Topik Pilihan Kompasiana, barulah saya teringat kembali.