"Pandemi akan berakhir ketika semua orang sudah mau taat prokes," tandas Pak Nanang. DUEEENG! Sebagai respons, saya cuma bisa manyun sembari memandangi layar Google Meet. Kalau begitu pandemi di negeri ini mustahil berakhir, dong.
Alih-alih semua warga taat prokes. Yang terjadi, orang-yang berimunitas kuat tanpa komorbid malah banyak yang nyuekin prokes. Bikin cemas orang-orang rentan seperti saya. Tak ayal segurat rasa pesimis pun melintas di hati.
Sebagai nakes, tentu perkataan Pak Nanang dapat dipercaya. Itulah sebabnya saya amat berharap semua orang segera taat prokes. Kalau sedang tak enak badan, hambokyao tak berkeluyuran dulu.
Maklumlah. Saya 'kan sadar diri kalau tidak tangguh-tangguh amat. Tanpa pandemi pun jika tersenggol batuk, proses sembuhnya akan lebih lama daripada orang-orang pada umumnya. Jadi, tak berlebihan kalau saya bersikap ekstra hati-hati dalam kondisi pandemi begini.
Tentu saya tak kuasa mencegah anggapan orang-orang bahwa covid-19 adalah hoaks. Akan tetapi, hambokyao percaya juga bahwa sekarang di mana-mana rumah sakit penuh pasien. Terserah hendak disebut sebagai pasien penyakit apa. Namun yang jelas, para pasien itu sakit sungguhan. Bukan pura-pura sakit.
Pak Nanang Diyanto (kompasianer yang juga nakes di RSUD Ponorogo) pun bercerita tentang kondisi terkini tempatnya bekerja. Yang beberapa waktu belakangan selalu menambah ruangan untuk pasien. Penambahannya bahkan hingga ke halaman rumah sakit dengan memakai tenda terpal.
Saya sempat tertawa sekaligus iba saat Pak Nanang bercerita tentang belasan penjual angkringan yang semula bandel melanggar aturan prokes. Tiap malam lapak mereka jadi tempat berkerumun. Namun, pada akhirnya mereka tak ada lagi yang berjualan. Bukan sebab mendadak patuh, melainkan karena semua sakit.
Kata Pak Nanang, "Di situlah mereka baru paham fungsinya memakai masker dan taat prokes." Wow! Pantas saja bandel. Ternyata belum paham.
***