Â
Melihat wajah sumringah Thomas Muller dalam foto di atas, saya ikut bahagia. Selamat datang kembali di timnas Jerman, Muller! Jadilah panutan dan inspirator bagi punggawa der Panzer lainnya. Menujulah puncak. Banggakan Jerman dan bahagiakan saya dengan menjadi juara Euro 2020. Muehehehe ....
Saya tidak menutup mata bahwa dalam perjalanan menuju putaran final Euro 2020, prestasi timnas Jerman justru kurang cemerlang. Itulah sebabnya saya merasa nyesek ketika baca-baca prediksi tentang peluangnya di ajang bergengsi tersebut. Tentu nyesek-nya karena sangat khawatir kalau der Panzer beneran angkat koper lebih cepat.
Akan tetapi, tak berarti harapan saya agar timnas Jerman juara menjadi surut. Apakah harapan saya sejenis harapan ngawur yang terbit berdasarkan kebaperan semata? Sekadar asa yang mengawang-awang? Enggak, dong. Harapan saya itu tetaplah merupakan sebuah harapan yang logis.
Sebab beberapa pengalaman sebelumnya membuktikan, der Panzer lambat 'panas'. Walaupun semula performanya kurang meyakinkan, pernah pada ujungnya malah sukses menjadi juara. Pada awalnya bikin jantungan, akhirnya ngasih kejutan manis.
Demikianlah adanya. Setelah berkali-kali menonton der Panzer berlaga dengan kondisi serupa itu, pada akhirnya saya terlatih untuk tidak pernah berhenti berharap agar der Panzer juara, setipis apa pun kemungkinannya.Â
Kalau Anda penggemar timnas Jerman, pastilah paham jalan pemikiran saya. Kalaupun bukan penggemarnya namun cukup memperhatikan kiprahnya, Anda pastilah dapat juga melihat mental bajanya.
Para punggawa der Panzer tak mudah frustrasi manakala menghadapi tekanan lawan di lapangan. Bahkan ketika orang-orang sudah memastikan kekalahan mereka, sikap pantang menyerah tetap mereka tampakkan sampai wasit meniup peluit panjang tanda pertandingan usai.
Adakalanya mereka memang kalah sesuai prediksi orang-orang. Namun, adakalanya mereka mampu membalikkan keadaan, yang berarti memenangkan pertandingan. Sungguh keren 'kan?
Salah satu pertandingan keren serupa itu terjadi pada final Piala Eropa 1996, yang berlangsung di Inggris, di mana pertama kali sebutan Euro dipergunakan. Final yang bikin saya jantungan itu mempertemukan Jerman dan Ceko.
Babak pertama dilalui dengan hasil seri. Hingga akhirnya Ceko unggul pada menit ke-58 melalui eksekusi penalti Patrik Berger. Duh! Peristiwa inilah yang menyebabkan saya tidak menyukai Patrik Berger. Hahaha ....
Pastilah saya panik mengingat pertandingan tinggal tersisa beberapa menit saja. Semula berharap sekalian saja babak kedua berlangsung seri sehingga ada perpanjangan waktu. Sempat bergumam meminta Jerman bertahan dan betul-betul menjaga gawangnya sampai wasit meniup peluit panjang. Eh, kok malah kebobolan menjelang batas waktu gara-gara fokus menyerang sehingga kecolongan di lini belakang. Â
Ya sudahlah. Pasti kalah. Apa boleh buat? Saya pun bersiap meratapi kekalahan timnas favorit saya itu. Bersiap pula menjadikan Patrik Berger sebagai kambing hitam.
Di layar kaca der Panzer tampak tak kendur semangat menyerangnya. Malah lebih agresif jika dibandingkan dengan sebelum kebobolan. Iya. Sebelum peluit panjang terdengar, masih ada kesempatan untuk mengubah skor. Namun, saya sungguh cemas dengan ketersediaan waktu.
Namun, semangat saya seketika bangkit lagi manakala Oliver Bierhoff, yang turun ke lapangan untuk menggantikan Mehmet Scholl, mencetak gol balasan pada menit ke-72. Selanjutnya pada perpanjangan waktu, setelah menerima umpan Klinsmann, Bierhoff pula yang menjadi penentu kemenangan Jerman. Finally .... 2-1 for Germany!
Pertandingan tersebut merupakan salah satu pertandingan der Panzer yang paling mengesankan bagi saya hingga sejauh ini. Maka saya berharap, hasil yang dipetiknya pada Euro 2020 sama persis dengan hasil pada Euro 1996. Menjadi Juara! Â
Saya paham bahwa kali ini der Panzer berada di grup neraka. Sebagai juara tiga kali Euro (1972, 1980, 1996), Jerman sejak awal sudah harus bertarung melawan Prancis (juara 1984, 2000) dan Portugal (juara 2016). Sementara performa Prancis dan Portugal sejauh ini lebih baik daripada Jerman.Â
Meskipun secara realistis saya amat khawatir, di sisi lain saya pun tetap optimis mengunggulkan Jerman. Lagi pula, saya yakin bahwa Joachim Low telah berusaha mencari solusi terbaik untuk mengatasi situasi sulit tersebut.
Setidaknya upaya itu tampak dari pemanggilan kembali Thomas Muller dan Mats Hummels untuk memperkuat skuad der Panzer. Ia juga merekrut pemain muda bertalenta, Jamal Musiala, yang tampaknya dipersiapkan untuk menjadi pengganti Muller di masa depan.
Yup! Para ahli boleh melakukan prediksi apa saja terkait prestasi der Panzer belakangan ini, yang kurang begitu meyakinkan. Akan tetapi, dukungan plus optimisme saya terhadap pasukan  Joachim Low tak bakalan berkurang.
Keinginan saya kuat dan tegas. Timnas Jerman mesti terus melaju hingga final dan menjadi juara. Kalau belum-belum sudah tumbang, Euro 2020 tak lagi begitu menarik bagi saya. Â Â
Hmm. Kiranya tulisan ini telah menjelaskan dengan gamblang bahwa jagoan saya pada Euro 2020 adalah timnas Jerman. Apakah sama dengan jagoan Anda? Namun, entah sama entah berbeda, yang terpenting jangan lupa untuk menonton pertandingannya di Mola TV lewat Kompasiana.
Salam.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H