Tak terasa sudah lebih dari setahun kita hidup berdampingan dengan Covid-19. Waktu yang semula mendadak melambat, sekarang pelan-pelan kembali bergulir dengan kecepatan menuju normal.
Bagaimanapun kehidupan wajib dilanjutkan walaupun dengan penyesuaian-penyesuaian tertentu. Iya. Kita tengah memasuki era kenormalan baru. Â
....
Ketika Indonesia dinyatakan pandemi Covid-19, pada medio Maret 2020 lalu, pastilah perasaan saya tak jauh beda dengan perasaan orang-orang pada umumnya. Panik. Gugup. Khawatir. Tidak tahu harus melakukan apa untuk menghadapi pandemi, yang seketika saja eksis di depan hidung.
Begitulah adanya tatkala itu. Semua orang dilanda kecemasan. Takut tertular Covid-19. Terlebih saat kenalan dan kerabat ada yang tertular. Rasanya si virus asli Wuhan itu kian dekat saja dengan kita.
Tingkat kecemasan masing-masing orang tentu berlainan. Tergantung pada ketangguhan mental dan pengetahuan tiap orang terhadap objek yang menyebabkan kecemasan. Jika tingkat kecemasan tersebut diukur dengan pelevelan 1-10, kecemasan saya berada di level 8.
Hmm. Lumayan tinggi. Syukurlah kemudian saya berhasil turun level. Pastilah turunnya tidak otomatis. Ada upaya-upaya yang telah saya lakukan. Di antaranya dengan mencari informasi yang benar tentang Covid-19 dan menenggelamkan diri dalam bacaan.
Ketika wacana lock down marak dan gerakan stay at home sedang kencang-kencangnya, tak ada pilihan bagi saya selain patuh. Terlebih saya hanya pekerja lepas, Tak kerja kantoran. Bukan pebisnis juga.
Jadi pandemi enggak pandemi, aktivitas saya memang terpusat di rumah. Kalau tak punya urusan yang mengharuskan keluar rumah, saya pastilah tak ke mana-mana. Yup! Sebagai blogger dan editor lepas yang sesekali menulis, WFH (Work From Home) sebenarnya sudah biasa saya lakukan.
Hanya saja, masalah terjadi ketika saya sedang jenuh di dalam rumah. Pada hari-hari sebelum pandemi, saya biasa berkunjung ke Malioboro. Sekadar untuk berjalan-jalan atau jajan di mal. Berhubung harus stay at home, refreshing sederhana tersebut tak mungkin dilakukan.
Ya sudah. Rebahan kemudian menjadi jalan ninja baru bagi saya. Terlebih undangan-undangan kegiatan untuk blogger, yang memang cenderung butuh kerumunan, mendadak zero. Klop. Rebahan manakah lagi yang dapat dihindari? Hehehe .... Â Â