Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Titik Nol Jogja: Riwayatmu Dulu

29 Februari 2020   22:23 Diperbarui: 29 Februari 2020   22:33 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber fotonya dari KLITV Leiden

UNTUNG saja saya bisa terangkut di acara Dolan Heritage bareng KJog. Jadi bisa tahu bahwa dahulunya, di tengah-tengah perempatan Titik Nol Jogja ada bundaran air mancurnya. Seperti yang tampak di foto itu. 

Untung pula Mbak Yulia Sujarwo, yang menjadi pemandu Dolan Heritage KJog, berbaik hati untuk berbagi foto zadoel tersebut. O, ya. Mbak Yulia bilang, sumber fotonya dari KLITV Leiden. 

Alhasil, saya dan kawan-kawan (plus Anda sekalian tentunya) bisa melihat kondisi Titik Nol Jogja tempo doeloe. Yang ternyata syahdu plus keren. Iya. Menurut saya, bundaran air mancurnya itu keren. Terlihat syahdu segar gimana gitu .... 

Ketika pertama kali melihat foto itu, saya pun seketika berimajinasi begini. Andai kata pada masa sekarang bangunan tersebut masih ada, perempatan Titik Nol pasti selalu terlihat segar dan basah. Terutama tatkala matahari sedang garang-garangnya. Kalau sekarang 'kan hanya ada fatamorgana jalan raya. Hahaha! 

Saya sedikit menyesal sebab tak sempat melihat si bundaran air mancur. Maklumlah. Saya bukan warga Jogja sejak orok. Punya KTP DIY 'kan baru beberapa tahun belakangan. 

Saat mulai tinggal di Jogja sebagai pelajar perantauan, pada era 90-an, bangunan tersebut sudah raib. Raibnya pun tanpa jejak sama sekali. Jadi saya sungguh terkejut, saat mendengar informasi tentang adanya bangunan air mancur di Titik Nol. 

Apa boleh buat? Atas perintah Sultan HB IX, bundaran air mancur itu akhirnya harus menerima nasib buruknya: dibongkar habis! Lalu, mengapa sampai ada perintah begitu? Sebab si bangunan air mancur telah disalahfungsikan oleh kaum tekyan (yaitu para gelandangan, pengemis, dan sejenisnya). 

Kiranya Sultan HB IX sudah sangat gemas (baca: habis kesabaran) karena mereka malah mandi-mandi dan cuci-cuci baju di situ. Acara jemur menjemurnya pun sekalian di situ. "Luar binasa" sekali 'kan? Sungguh-sungguh merusak pemandangan kota. Mana tepat di jantungnya pula. Hahaha! 

Tentunya mereka telah berkali-kali diingatkan, tetapi terus saja membandel. Tidak mau kalah dari noda pokoknya. Ya sudah. Ujung-ujungnya, pembongkaran dijadikan sebagai solusi jitu. 

Eman-eman banget. Sangat patut disayangkan sebetulnya. Namun sekali lagi, apa boleh buat? Adakalanya sejarah memang terpaksa memusnahkan hal-hal indah.

O, ya. Selain menyimpan kenangan indah tentang bangunan air mancur, Titik Nol juga menyimpan banyak kenangan lain. Di antaranya kenangan pahit terkait Agresi Militer Belanda dan Geger Spoy. 

Begitulah adanya. Titik Nol Jogja adalah saksi bisu dinamika sejarah Jogja. Terutama yang terkait dengan dinamika Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Semenjak dahulu, bahkan hingga hari ini. 

dokpri
dokpri
Mbak Yulia Sujarwo pastinya tidak melulu berkisah tentang Titik Nol an sich. Kawasan sekitar Titik Nol pun dikisahkannya dengan fasih. Antara lain ia juga berkisah tentang masa lalu bangunan Bank Indonesia, Kantor Pos Besar Yogyakarta, BNI '46, Gedung Agung, Vredeburg,  Pasar Beringharjo, Ngejaman, dan GBIP Marga Mulya. 

dokpri
dokpri
Akan tetapi, mohon maaf. Kali ini fokus tulisan saya tentang Titik Nol dulu. Insyaallah lain waktu ada tulisan tersendiri, untuk masing-masing spot tersebut. 

Demikian sekelumit cerita saya tentang Titik Nol Jogja. Semoga bermanfaat. Lebih dari itu, semoga makin memantik minat Anda untuk mendatanginya.

Hmm. Tentu bukan sekadar untuk berfoto narsis, melainkan juga untuk menghirup atmosfer masa lalu, yang sungguh kental di situ. Bukan sekadar untuk bernostalgia, melainkan juga untuk mengambil hikmah, dari peristiwa-peristiwa sejarah itu. 

Salam Jasmerah, 

Tinbe Jogja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun