TEMPO hari, 25 Maret 2019, saya berkesempatan hadir di sebuah acara keren yang bertempat di Mezzanine Eatery and Coffee. Â Penyelenggaranya Dompet Dhuafa pusat yang bekerja sama dengan Dompet Dhuafa DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta). Acaranya adalah launching Gerakan Jangan Takut Berbagi.Â
Sesuai dengan namanya, gerakan tersebut bertujuan mengajak semua orang untuk berani berbagi. Ya, penekanannya pada "sikap berani". Itulah sebabnya tagline yang diusung adalah #JanganTakutBerbagiÂ
Jangan takut berbagi apa? Mesti berani berbagi apa? Kalau tak punya uang atau barang untuk dibagi, bagaimana? Bukankah Dompet Dhuafa merupakan lembaga nirlaba yang berkhitmat untuk mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa dengan dana ZISWAF (zakat, infak, sedekah, wakaf, serta dana lainnya yang halal dan legal)? Jadi gerakan berbagi yang dimaksudkan tentunya berbagi materi (harta benda) kepada mereka yang berkekurangan (membutuhkan).
Eit! Â Tunggu dulu. Benar bahwa Dompet Dhuafa senantiasa mengajak umat Islam Indonesia untuk mengeluarkan ZISWAF. Akan tetapi, Gerakan Jangan Takut Berbagi ternyata bermakna lebih luas daripada itu.Â
Yang dimaksud "berbagi" dalam #JanganTakutBerbagi adalah  berbagi apa saja. Tak melulu berbagi materi (harta benda). Selain mengajak untuk gemar berbagi materi, Gerakan Jangan Takut Berbagi juga mengajak untuk gemar berbagi hal-hal nonmateri. Misalnya berbagi motivasi dan inspirasi, berbagi ilmu, berbagi keterampilan, berbagi potensi, berbagi pemikiran, berbagi informasi penting, dan berbagi konten positif di dunia maya.Â
Ibu Suci Kadarsih, perwakilan dari Dompet Dhuafa pusat, menyatakan bahwa Dompet Dhuafa ingin menjadikan Gerakan Jangan Takut Berbagi sebagai gaya hidup masyarakat. Itulah sebabnya gerakan tersebut mesti diviruskan ke semua kalangan. Tidak di kalangan berpunya saja. Sebab sesungguhnya, berbagi bisa dilakukan oleh siapa saja dalam bentuk apa saja. Tentu sesuai dengan kondisi masing-masing.Â
Jadi, mengapa mesti takut untuk berbagi? Toh berbagi bisa dilakukan sekarang juga. Tak perlu menunggu kaya dan berlebih.Â
Sementara itu Pak Bambang Edi Prasetyo, Direktur Dompet Dhuafa Yogyakarta, menegaskan bahwa Gerakan Jangan Takut Berbagi ingin mengajak semua orang untuk bersinergi dalam kebaikan. Saling memberi dan saling melengkapi demi tercapainya suatu kesuksesan. Kalau bisa melakukan kebaikan bersama-sama, mengapa mesti melakukannya sendirian? Jika dapat saling memberikan manfaat dengan cara bersinergi, mengapa mesti berjalan sendiri-sendiri?Â
Sekarang adalah zaman kolaborasi. Era berbagi. Bukan lagi zamannya single fighter. Berjamaah is the best.Â
Pak Bambang juga mengatakan bahwa pada dasarnya masyarakat Indonesia itu baik hati dan suka menolong. Buktinya ketika ada bencana alam, penggalangan dana bantuan serta-merta segera dilakukan. Namun sedikit disesalkan, potensi zakat masyarakat Indonesia belum tergali maksimal. Maka diharapkan, Gerakan Jangan Takut Berbagi kelak bisa mendongkrak potensi itu.Â
Perlu diketahui bahwa potensi zakat yang tergali maksimal, manfaatnya akan besar sekali untuk masyarakat. Terlebih bila zakat terkumpul melalui lembaga semacam Dompet Dhuafa. Mengapa demikian? Sebab pada umumnya, zakat yang terkumpul dari muzaki (orang yang berzakat) akan dikelola dan disalurkan ke mustahik (penerima zakat) dengan cara produktif. Demi tujuan utama: memotong rantai dhuafa.Â
Mustahik tak sekadar diberi ikan, tapi justru diberi kail untuk mencari ikan sendiri. Kelak bila berhasil mandiri sebab mampu memperoleh banyak ikan, ia diharapkan bersedia menjadi muzaki. Inilah program M3 (Mustahik Move to Muzaki) yang telah dijalankan oleh Dompet Dhuafa.Â
Sudah berhasilkah program M3 tersebut? Mungkin masih butuh waktu panjang untuk dapat dikatakan 100 persen berhasil. Namun setidaknya Mas Alan Efendhi, salah seorang Penerima Manfaat Program Pemberdayaan Ekonomi Dompet Dhuafa, bisa menjadi contoh sukses.Â
Mas Alan, yang kini menjadi tokoh pemuda penggerak di Gunungkidul, adalah seorang pembudidaya tanaman lidah buaya (aloe vera) . Dengan bantuan materi dan nonmateri dari Dompet Dhuafa, ia kemudian sukses mengolah hasil budidayanya itu menjadi aneka produk layak jual. Di antaranya minuman, dodol, dan keripik.Â
Sudah pasti Mas Alan tak sendiri. Ia menggandeng ibu-ibu rumah tangga di sekitar rumahnya untuk sukses juga sebagai pembudidaya lidah budaya. Alhasil, mereka mampu berkontribusi secara ekonomi untuk keluarga masing-masing. Keren 'kan?Â
Seusai Mas Alan berbagi cerita dan sampel produk keripiknya, kami rehat untuk sholat zuhur dan makan siang. Setelahnya kami ramai-ramai berkunjung ke Rumah Susu Merapi yang berlokasi di Cangkringan. Lumayan jauh juga dari Mezzanine meskipun masih sama-sama termasuk Kabupaten Sleman.Â
Rumah Susu Merapi pun merupakan contoh sukses usaha produktif binaan Dompet Dhuafa. Dari yang semula 10 ekor sapi perah, kini menjadi 200 ekor. Dari yang dulunya menghasilkan susu segar kurang dari 20 liter per hari, kini menjadi 900-1200 liter per hari.Â
Tentu setelah sekian tahun. Setelah para pendamping dari Dompet Dhuafa mampu mengubah mindset warga desa (para peternak binaan). Yakni dari mindset peternak sapi potong menjadi peternak sapi perah. Demikian pula, setelah para peternak binaan Dompet Dhuafa itu mampu menaklukkan segala rupa kesulitan yang menghadang. Yeah, hasil memang tak pernah mengkhianati proses 'kan?Â
Beruntunglah saya sebab Dompet Dhuafa sudi berbagi kesempatan kepada saya untuk hadir di acara launching tersebut. Alhasil, saya menjadi lebih paham tentang Dompet Dhuafa. Terkhusus tentang Gerakan Jangan Takut Berbagi dan program M3-nya. Semoga kelak saya berkesempatan hadir lagi di acara-acara Dompet Dhuafa lainnya.Â
Ngomong-ngomong, tulisan ini pun sebuah upaya saya untuk berbagi. Yakni berbagi informasi bagus dan penting. Nah, lho. Terbukti 'kan bahwa berbagi itu mudah? Jadi, mengapa mesti takut untuk berbagi? Toh berbagi bisa dilakukan sekarang juga. Tak perlu menunggu kaya dan berlebih. Kalau begitu, mari kita segera berbagi.
Saya menjadi teringat pada perkataan Kahlil Gibran, "Berikanlah sekarang. Selagi musim memberi belum lewat bagimu."
Hmm. Meskipun perkataan Kahlil Gibran tersebut tidak dalam konteks ZISWAF, rasanya kok relevan dengan Gerakan Jangan Takut Berbagi. Iya 'kan?Â
Salam,
Tinbe Jogja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H