Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, dan hobi blusukan ke tempat unik.

Selanjutnya

Tutup

Sosok

[BanciPilpres] Ternyata Ada yang Diam-diam Memuji Pak Jokowi

16 Maret 2019   18:53 Diperbarui: 16 Maret 2019   19:07 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

WAG kampung tempatku berdomisili memang sungguh nganu. Sejauh pengamatanku selama tiga bulan gabung, semboyan tak tertulisnya adalah "tiada hari tanpa postingan hoaks". Mulai dari hoaks di bidang kesehatan hingga--yang paling hot--hoaks di bidang politik. 

Dan .... 

Tentu saja dapat ditebak. Makin mendekati 17 April 2019, makin liar pula hoaks politik yang berseliweran di WAG kampungku. Tepatnya sih liar, binal, nakal. Haha! Pokoknya, baik dalam hal konten maupun frekuensi berseliwerannya, sama-sama nyaris tak terkendali. 

Celakanya, tokoh utama dalam hoaks-hoaks yang tersebar di WAG kampungku selalu Pak Jokowi. Tapi tokoh utama dalam keburukan, lho. Sebab tokoh utama dalam kebagusan, meskipun persentasenya jauh lebih kecil, diperankan oleh  Kakak Sandiaga Uno. Hmm. Nganu sekali 'kan? 

Lalu, di mana Kiai Makruf Amin dan Pak Prabowo? Entahlah di mana beliau berdua itu. Yang jelas nyaris tak pernah disebut oleh para anggota WAG. Padahal Pak Jokowi, Kakak Sandiaga Uno, Kiai Makruf Amin, dan Pak Prabowo sama-sama menjadi selebritas utama pada pilpres 2019. Huft!  Dasar rakyat diskriminatif. Hehehe .... 

Saya sebenarnya pun sungguh heran. Kok bisa-bisanya mayoritas anggota WAG yakin bahwa Pak Jokowi adalah seorang pecundang. Yang bikin kacau negara. Yang menjadi komandan dari kasus-kasus kriminalisasi ulama. Yang anti-Islam. Dan aneka keburukan lainnya, sesuai dengan isi hoaks-hoaks serangan terhadap beliau. 

Sementara hingga detik saya menulis curhatan ini, serangkaian pengajian kampung yang isinya menghujat pemerintah (terkhusus Presiden Jokowi) berjalan lancar-lancar saja. Lalu, beberapa anggota WAG kampungku pun naik haji dan berumroh dengan lancar jaya selama rezim Jokowi bertahta. Yang berarti rezim ini tidak mempersulit kaum muslim untuk beribadah. Nah, lho. Apa tidak bikin ngakak kalau seperti itu kenyataannya? 

Saya sih, bukan Jokowi lover. Sejak 2014 bahkan sempat beberapa kali saya kesal dengan beberapa keputusan beliau. Tapi saya tidak kemudian hobi menyalahkan beliau. Atau, selalu menjadikannya kambing hitam untuk semua hal buruk yang terjadi. Padahal, notabene Pak Jokowi bukanlah presiden pilihan saya. 

Saya masih cukup waraslah. Pak Jokowi menjadi Presiden RI itu 'kan kehendak Allah SWT. Berarti saat ini (sejak 2014 lalu) beliau adalah sosok yang dinilai paling tepat oleh-Nya, untuk memimpin Indonesia. Jadi, saya merasa wajib menerima Pak Jokowi sebagai presiden dengan legawa. Lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangannya. 

Tapi mau bagaimana lagi? Para anggota WAG kampungku ternyata tak sepemikiran denganku. Mereka lebih percaya pada berita-berita hoaks. Seabsurd apa pun itu. 

Bikin saya gemas dan ingin memperingatkan, "Woooiii, woooiii, Akung dan Uti yang tercintaaa, Pakdhe dan Budhe yang terkasiiih, Om dan Tante yang terhormaaat, itu kabar hoaks! Yang ini juga foto dan video hoaks! Editaaan!" 

Tapi apa daya diri ini? Saya belum genap dua tahun menjadi tetangga mereka. Bahkan di WAG, aku baru tiga bulan lalu eksis. Itu pun sebagai silent reader. Dan hal yang paling membuat pekewuh, usia saya tergolong paling muda di WAG. 

Apa boleh buat? Posisi saya sungguh tak memungkinkan untuk mengingatkan. Siapa saya? Belum semua anggota WAG kenal atau sekadar tahu muka saya. Kalau sampai saya nekad menegur, tidakkah itu berarti bunuh diri? Siap-siap dikucilkan. Terancam dilabeli cebong dungu. Dan, aneka label yang sejenis. Haha! 

Terlebih beberapa anggota WAG kampungku bukan orang sembarangan. Ada yang ulama, rektor, pensiunan dosen sekaligus tokoh keagamaan, aktivis organisasi, dan pengusaha sukses. Yang mestinya lebih berkewajiban untuk mengedukasi warga, agar tak mudah termakan kabar hoaks. 

Tapi lagi-lagi, apa boleh buat?  Mereka yang terhormat itu malah diam saja. Tak pernah sekalipun menegur si penyebar kabar hoaks. Menyebalkan sekali 'kan? 

Apa mungkin mereka juga telah termakan hoaks? Rasanya kok tidak masuk akal kalau sampai termakan hoaks. Mereka itu orang-orang pintar, lho. Tapi andaikata tahu bahwa yang dikirimkan ke WAG kampung adalah hoaks, kenapa mereka tak berusaha meluruskan pikiran saudara-saudara  sekampung mereka? 

Nah!  Berdasarkan semua hoaks yang berseliweran di WAG itulah saya menyimpulkan bahwa tak ada tetangga saya yang menyukai Pak Jokowi. Jangankan suka. Yang bersikap proporsional dan objektif kepada beliau pun mungkin tak ada. 

Tapi  ....

Pada suatu siang yang sedikit mendung saya terhenyak. Dari balik jendela kayu terdengar dua bapak asyik mengobrol. Dan rupanya, yang mereka obrolkan Pak Jokowi. Bukan tentang keburukannya, melainkan tentang sikap kesederhanaannya.  

"Sakjane Jokowi kuwi mesakke, lho. Deweke kih jebul uripe sederhana. Ora mewah-mewahan. Anak-anake yo podho wae. Tapi masalahe konco-koncone kuwi, lho. Nek Jokowine jane ketoke yo apik. "

Cieee .... Ada yang diam-diam kagum, nih. Haha!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun