IBADAH haji merupakan Rukun Islam kelima. Maka akan sempurnalah keislaman seseorang, bila dirinya telah berhaji. Iya. Berhaji memang diwajibkan bagi muslim yang mampu. Baik mampu finansial, fisik, maupun batin. Artinya sanggup membayar ongkos berhaji, tubuhnya sehat wal afiat sehingga bisa tuntas menyelesaikan semua syarat sahnya berhaji, dan kondisi mentalnya memang siap untuk berhaji (tidak sekadar ke tanah suci sebab sanggup melunasi ongkosnya).Â
Bagi kebanyakan muslim, fisik dan batin relatif mudah untuk dipersiapkan. Namun untuk finansial, urusannya tentu lebih pelik. Tahu sendiri 'kan kalau ongkos berhaji itu mahal? Nyaris 40 juta rupiah untuk yang reguler, yang antrean pemberangkatannya bisa sampai 30 tahun. Dan mencapai ratusan juta rupiah, untuk ONH plus dengan antrean pendek (1-7 tahun). Logikanya, kalau bukan orang kaya tak bakalan sanggup berhaji.Â
Nah, nah. Pada titik itulah saya terlena. Sebab merasa bukan orang kaya, saya tenang-tenang saja. Merasa terbebas dari kewajiban berhaji sebab belum mampu secara finansial. Pikir saya, "Aturannya 'kan wajib bagi yang mampu? Sementara uang saya masih pas-pasan untuk biaya hidup."Â
Barulah di kemudian hari saya tersadarkan bahwa pola pikir tersebut salah. Justru yang benar, saya mesti berupaya semaksimal mungkin untuk mampu berhaji. Toh soal biaya yang besar bisa disiasati dengan menabung.Â
Apa boleh buat? Penyesalan memang selalu datang belakangan. Coba sedari awal saya serius merencanakan ongkos berhaji. Pasti kini sudah punya tabungan yang cukup untuk mendaftar. Dan, sudah menerima nomor porsi haji. Sekarang pasti tinggal menunggu beberapa tahun untuk ke tanah suci.Â
Yeah .... Sekali lagi, penyesalan memang datang belakangan. Kini saat daftar tunggu kian panjang, saya malah baru berniat untuk mendaftar. Belum bisa mendaftar sebab jumlah tabungan belum mencapai 25 juta rupiah. Sementara untuk mendaftar berhaji minimal mesti punya 25 juta rupiah.Â
Ya Tuhan. Lalu, kapan saya berangkatnya? Semoga kalau masa itu tiba, tubuh ini belum demikian renta.Â
Berkaca dari kelalaian tersebut, saya pun bertekad untuk sekalian membuka tabungan rencana haji untuk anak. Bukankah kalau sedini mungkin didaftarkan, insya Allah saat tiba gilirannya untuk berangkat, usianya masih muda. Kondisi fisik dan psikisnya masih prima sehingga berhajinya bisa lancar sempurna.Â
Saya tak mau kelalaian dalam merencanakan berhaji terulang pada anak saya. Â Iya. Mestinya siap tak siap, menabung untuk berhaji hendaknya segera dilakukan. Toh soal ongkos bisa dikumpulkan sedikit demi sedikit. Makin awal menabungnya, bukankah makin terasa ringan? Lagi pula demi menyiasati daftar tunggunya yang super lama 'kan?Â
Syukurlah saat ini banyak kemudahan untuk mewujudkan niat berhaji. Salah duanya adalah usia minimal pendaftar (yakni 12 tahun) dan adanya TRH (Tabungan Rencana Haji) Danamon Syariah. Misalnya nih, ya. Si anak 12 tahun itu didaftarkan berhaji sekarang dan nomor porsinya adalah berangkat 30 tahun kemudian. Berarti saat ke tanah suci dia berusia 42 tahun. Sebuah usia ideal untuk berhaji 'kan?Â
Bagaimana halnya dengan kemudahan yang ditawarkan TRH Danamon Syariah? Tentu terletak pada jumlah minimal setorannya, dong. Hanya 300 ribu per bulan sehingga terjangkau oleh banyak orang.Â
Kelak saat tabungan sudah mencapai 25 juta, kita langsung bisa membuka RTJH (Rekening Tabungan Jamaah Haji). Langsung pula mendapatkan nomor porsi sebab sistem Danamon Syariah sudah terkoneksi dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kemenag RI.Â
Ah, sudahlah. Daripada pusing-pusing dan kelamaan mikir perencanaannya, lebih baik segera membuka TRH di Danamon Syariah. Jangan tiru saya yang telah menunda-nunda menabung dan mendaftar haji. Pokoknya SAATNYA BERHAJI itu sekarang. Bukan nanti-nanti.Â
Salam, Â
Tinbe Jogja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H