Adapun mandiri di sini berarti mampu mengurusi dan menghidupi diri mereka sendiri. Mereka dapat melakukan hal-hal keseharian tanpa perlu bantuan orang lain. Misalnya mampu makan, berpakaian, dan ke kamar mandi sendiri; tidak perlu diurusi oleh orang lain.
Lebih dari itu, mereka juga mampu menghidupi diri sendiri. Bisa bekerja mencari uang sesuai dengan bidang keahliannya. Jadi, ongkos hidup mereka kelak tidak perlu ditanggung oleh orang lain. Akan tetapi, bagaimana mungkin mereka bisa mandiri di masa nanti, bila pada masa sebelumnya tidak pernah dipersiapkan-diajari untuk mandiri?
Jujur saja. Selama ini anak-anak autis dan ABK masih kerap dipandang sebelah mata. Hanya dipahami sebagai parasit yang wajib ditolong dan disantuni. Alhasil hingga ujung usia mereka, anak-anak istimewa tersebut hidup dalam situasi ketergantungan pada lingkungan (orang-orang sekitarnya).
Padahal kalau dididik secara tepat dan potensi diri mereka dioptimalkan, mereka bakalan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri. Alih-alih menjadi parasit sejati. Dalam level yang terendah, mereka tidak akan merepotkan orang-orang di sekitarnya. Sementara dalam level tertinggi, mereka berkesempatan memberikan kontribusi positif untuk negeri. Tentu kontribusi yang berupa karya-karya spesifik mereka.
Jangan lupa, mereka adalah bagian dari bangsa Indonesia. Jumlah dan keberadaan mereka di seluruh Indonesia pun tak semestinya bisa diabaikan begitu saja. Jadi alangkah lebih baiknya, jika potensi terbaik dari keterbatasan mereka dimanfaatkan secara optimal.
Namun yang jadi kendala, orang tua dari anak-anak istimewa tersebut banyak yang belum peka. Kurang menyadari bahwa keistimewaan sang anak sebenarnya bukalah penghalang untuk membentuk sikap mandiri dan membangun akhlak mulia. Maka yang terjadi, banyak anak autis dan ABK pada umumnya yang dibiarkan berbuat semau gue, permisif, seolah-olah tunanorma agama dan norma kemasyarakatan lainnya, serta dimaklumi keparasitan mereka hingga akhir hayat.
Mengingat dan menimbang kondisi yang demikian itulah, kiranya perlu adanya sebuah sekolah atau lembaga khusus untuk menyiapkan mereka (anak-anak autis dan ABK pada umumnya) supaya mampu mandiri pada waktunya. Sekolah atau lembaga khusus itu tak sekadar mendidik secara teoretis-normatif. Tapi lebih dari itu, tujuan utamanya adalah mengasah life skill mereka. Sesuai dengan potensi, bakat, dan minat mereka. Dengan demikian pada waktunya nanti, mereka akan punya bekal kemandirian yang berupa ahlak mulia dan keterampilan untuk mencari uang sehingga mampu menghidupi dirinya sendiri.
Jangan salah paham soal mampu mencari uang. Mengajari mereka untuk mencari uang bukanlah mengajari mata duitan. Bukan pula mencegah para donatur untuk menyantuni mereka. Ini poin penekanannya adalah pada kemampuan untuk hidup mandiri. Oke? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H