Dalam keseharian kita, banyak dari kita yang berjalan di lorong-lorong universitas dengan beban tas yang terasa semakin berat. Namun, bukan beban fisik yang membuat mata kita berkaca-kaca.Â
Itu adalah beban pikiran, beban keputusan yang mungkin salah, yang sering kali membebani hati dan jiwa. Khususnya, bagi anak semester 5, ini adalah saat di mana pertanyaan, keraguan, dan kegalauan seringkali bergulir seperti arus deras di pikiran mereka.
Ketika kita menyapa anak semester 5, banyak dari mereka yang merasakan suka duka yang mendalam.Â
Kejenuhan terhadap kurikulum, kekhawatiran akan masa depan, dan pertanyaan tak terjawab tentang jalur karir menjadi setumpuk beban yang mereka pikul. Seringkali, kita melihat mereka terjebak dalam dilema besar: merasa salah jurusan.
Seakan-akan, lembaran-lembaran buku kuliah yang semestinya menginspirasi dan memotivasi, kini menjadi sumber ketidakpastian.Â
Jurusan yang diambil lima semester lalu, yang dulu dipilih dengan begitu yakin, kini menjadi titik tanya besar. Apakah ini benar-benar yang diinginkan? Apakah ini adalah panggilan sejati hati?
Namun, kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa ini adalah bagian dari perjalanan kehidupan dan pembelajaran.Â
Bukan rahasia lagi bahwa banyak mahasiswa yang berjuang melalui jenjang kuliah mereka, hanya untuk menemui jalan buntu di semester 5. Ini adalah masa di mana lembaran curriculum vitae menjadi lembaran yang diisi dengan pertanyaan, bukan jawaban.
Mari kita tengok sisi suka dari kisah ini. Meskipun merasa salah jurusan, banyak anak semester 5 yang menemukan kekuatan dalam ketidakpastian.Â
Mereka belajar untuk lebih fleksibel, lebih terbuka terhadap kemungkinan baru. Perasaan salah jurusan bisa menjadi katalisator untuk penjelajahan diri yang lebih mendalam, untuk menemukan minat dan passion yang selama ini terabaikan.
Namun, jangan biarkan suka menjadi tirani bagi duka. Kita tidak boleh menutup mata terhadap kenyataan bahwa kebanyakan anak semester 5 yang merasa salah jurusan juga mengalami duka yang mendalam.Â
Duka, karena mereka mungkin sudah menghabiskan waktu dan upaya begitu besar di jurusan yang tidak sesuai dengan minat dan bakat mereka.Â
Mungkin mereka terjebak dalam ekspektasi orang tua atau tekanan sosial, tanpa cukup ruang untuk mendengarkan suara hati mereka sendiri.
Dan di sinilah kita sebagai masyarakat harus hadir. Sebagai teman, keluarga, atau bahkan sesama mahasiswa. Mendengarkan tanpa menghakimi, memberikan dukungan tanpa syarat.Â
Kita harus menciptakan ruang di mana anak semester 5 merasa aman untuk berbicara tentang perasaan mereka, tanpa takut dicap sebagai pecundang atau lemah.
Penting untuk diingat bahwa sistem pendidikan sering kali hanya memberikan dua opsi: benar atau salah. Padahal, kehidupan sejati kita tidak dapat diukur dengan parameter semudah itu. Kesalahan jurusan di semester 5 bukan akhir dari segalanya.Â
Sebaliknya, itu adalah awal dari babak baru dalam perjalanan kita. Mungkin kita perlu melihatnya sebagai kesempatan untuk memperkaya diri dengan pengalaman baru, membangun jaringan yang lebih luas, atau bahkan menggali ke dalam bisnis yang selama ini hanya menjadi impian.
Di balik setiap kisah kegagalan, selalu tersembunyi potensi besar untuk sukses. Pergeseran jalur kadang-kadang adalah jawaban dari pertanyaan yang belum terucap. Kita bisa melihatnya sebagai proses alamiah di mana kita dapat menemukan tujuan dan makna sejati dari perjalanan kita.
Di Indonesia, di mana tekanan untuk sukses dan memilih jurusan yang dianggap bergengsi sering kali menjadi beban yang teramat berat, kita perlu menggagas dialog baru.Â
Dialog yang membuka ruang bagi anak semester 5 untuk berbicara tentang ketidakpastian mereka tanpa takut dicap sebagai pribadi yang gagal. Dialog yang merangkul keraguan sebagai bagian penting dari eksistensi kita, bukan sebagai tanda kelemahan.
Jadi, mari kita bersama-sama membentuk lingkungan yang mendukung dan memahami. Mari kita hentikan budaya menilai seseorang berdasarkan jurusan kuliahnya.Â
Sebaliknya, hargai perjalanan setiap orang, terlepas dari seberapa panjang atau berkelok-keloknya jalan itu. Dan di dalam setiap kesalahan jurusan, mari kita lihat potensi besar yang sedang tumbuh, siap untuk mekar ketika tiba saatnya.
Sebagai masyarakat yang peduli, kita dapat merubah narasi ini. Kita dapat menciptakan ruang untuk pertumbuhan, belajar dari setiap kegagalan, dan merayakan perbedaan yang membuat setiap mahasiswa di semester 5 menjadi pribadi yang unik dan berharga.Â
Suka duka semester 5 bukan akhir, melainkan permulaan dari babak baru yang penuh dengan peluang dan keajaiban. Mari bersama-sama menjadikan setiap langkah yang kita ambil sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan kehidupan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H