Jajan Pasar, salah satu makanan tradisional yang semakin sulit ditemukan. Jikapun ada, tak jarang rasa sudah bergeser dari yang terekam dalam kenangan. Ada banyak jenis jajan pasar. Dua diantara yang menjadi favorit pada masanya adalah putu dan cenil lengkap.
Putu adalah nama makanan yang dibuat dari tepung beras. Putu dicetak dalam silinder bambu atau plastik tahan panas. Biasanya putu diberi pewarna hijau pandan atau dibiarkan putih. Pada bagian tengahnya, seolah memotong silinder menjadi dua silinder pendek, putu diisi irisan gula merah. Setelah dimasukkan cetakan, putu dikukus tanpa penutup. Alat pengukus dibuat khusus, dengan ukuran lubang yang cukup besar. Saat tidak digunakan, lubang-lubang uap ditutup kecuali salah satu yang dipasangi sejenis peluit. Hasilnya, penjual putu ditandai dengan suara peluit yang khas. Putu dinikmati dengan taburan kelapa parut.
Lupis adalah sejenis lontong yang dibuat dari bahan beras ketan. Lupis dibungkus daun pisang. Uniknya, untuk penyajian, lupis dipotong dengan benang.
Klepon dibuat dari tepung ketan yang diberi pewarna hijau dan dibentuk bola. Bagian dalam klepon diisi potongan gula merah. Bola-bola ini direbus dalam air mendidih hingga mengapung sebagai tanda telah matang. Saat dimakan, klepon terasa seperti bola manis yang pecah dan lumer dalam mulut.
Ketan kukus adalah beras ketan yang dimatangkan dengan kukusan. Rasa ketan yang sudah manis alami diimbangi dengan tambahan garam dan taburan kelapa. Ketan kukus bisa dinikmati terpisah, dengan dilengkapi parutan kelapa dan bubuk dari bahan kacang-kacangan. Bisa juga dinikmati bersama taburan kelapa dan sirup gula.
Proses pembuatan penganan tradisional bernama putu dan cenil lengkap ini membutuhkan keterampilan khusus. Oleh karena itu, bila ada penjual yang menyajikan penganan yang rasanya mantab dan konsisten, dapat menjadi legenda dan mampu bertahan hingga puluhan tahun. Salah satu legenda putu dan cenil lengkap di kota Malang adalah Putu Pojok Gajayana.
Putu Pojok Gajayana berlokasi di sekitar lampu merah pertigaan jalan MT Haryono dan jalan Gajayana Malang. Putu dan cenil lengkap bisa diperoleh pada malam hari, setelah Maghrib hingga menjelang tengah malam. Saat artikel ini ditulis, Putu Pojok Gajayana dijalankan oleh Santi, yang merupakah generasi ketiga.
Putu Pojok Gajayana yang dulunya bernama "Putu Pojok" telah dibuka sejak sekitar tahun 1983. Penjualan sempat berhenti karena penjualnya sakit. Perempuan yang sangat mandiri itu sepanjang berjualan tidak bersedia digantikan, bahkan dibantu oleh anak-anaknya. Setelah sakit, ilmu membuat penganan tradisional ini diajarkan kepada Santi. Sepeninggal ibu, Santi berjualan dengan dibantu oleh adik laki-lakinya.
Dari segi bahan, makanan yang dijual tidak membutuhkan bahan khusus. Namun Santi mengandalkan pembelian bahan baku dari penjual langganan. Dengan cara ini, konsistensi rasa dapat dipertahankan. Bahkan pelanggan lama memuji bahwa rasa jajan pasar yang dijualnya masih sama seperti yang dijual generasi-generasi sebelumnya.
Dalam satu hari berjualan, Santi dapat menghabiskan bahan ketan untuk ketan kukus sebanyak tiga kilogram, bahan cenil tiga kilogram, dan bahan klepon hingga empat kilogram. Sedangkan lupis membutuhkan beras ketan hingga sebelas kilogram, namun pembuatannya dilakukan setiap tiga hari. Pembeli tidak perlu khawatir, sebab lupis di Putu Pojok Gajayana dibuat dengan proses pemasakan yang sangat panjang. Perebusan lupis selama delapan jam dapat membuat makanan ini bertahan hingga tiga hari tanpa perlu dipanaskan kembali. Efek sampingnya, rasa lupis juga sangat mantab. Dipadu dengan aroma khas daun pisang, parutan kelapa, dan sirup gula, sangat memanjakan lidah.