Museum sebagai tempat untuk mengumpulkan, merawat, serta menyajikan benda warisan budaya masa lalu kepada masyarakat selalu berusaha menampilkan koleksinya semenarik mungkin.  Oleh karena itu narasi yang dibangun untuk menjelaskan koleksi yang ditampilkan juga sedapat mungkin haruslah valid.  Menampilkan koleksi tanpa informasi yang memadai hanya akan membuat pengunjung bosan dan tidak tercerahkan.  Oleh karena itu, tugas curator lah untuk menghidupkan museum dengan narasi yang benar, menarik dan memberikan informasi/ pemahaman baru tentang "nilai" koleksi itu pada saat koleksi itu masih aktif di ruang public pada masa lalu.  Jika demikian adanya, maka mengunjungi museum menjadi satu ajang yang menyenangkan karena pengunjung disuguhi dengan beragam tata kehidupan sosial masyarakat masa lalu  yang dapat menjadi inspirasi untuk masa kini dan masa depan. Mengunjungi museum juga bisa  menghadirkan daya nalar kita terhadap koleksi yang ditampilkan.  Salah satu adalah terkait kemungkinan asal muasal satu koleksi arca yang terbuat dari batu putih (limestone) yang terletak di ruang arca Museum Nasional..
Adalah arca tokoh yang digambarkan dalam posisi duduk bersila di atas padmasana ganda setinggi 58 cm , kaki kanan diletakan di atas kaki kiri,  kedua tangan diletakan di depan perut dalam posisi dhyana mudra (semadi) yang di atasnya diletakan satu Padma dalam kondisi mekar.  Arca tokoh memakai mahkota yang merupakan pilinan rambutnya sendiri (jatamakuta) yang tinggi dengan jamang (ikat kepala) berbentuk pita lebar. Digambarkan juga pilinan rambut yang dibuat di atas kedua bahu tokoh sampai di bawah pundak.  Meskipun tidak tampak jelas lagi, namun ada jejak sirakscakra pada bagian belakang kepala tokoh.  Memakai pakaian yang bermotif bunga menutupi tubuh sampai di atas mata kaki, perhiasan berupa dua kalung motif sulur yang melebar di bagian depan. Kelat bahu, dua gelang lengan dan dua gelang tangan dan kaki, ikat perut  serta anting anting .Penggambaran arca tokoh seperti ini biasa diidentifikasi sebagai arca dewa perwujudan.
Informasi yang disematkan di bagian bawah arca  berbunyi : Arca dewa asal tidak diketahui; berasal dari abad ke-13-14 ; No.inv.276.  Hmm... kira-kira dari mana arca ini berasal ?
Melihat arca ini, mengingatkan penulis pada temuan dua arca perwujudan dewa yang ditemukan di Situs Bumiayu, yang terletak di Desa Bumiayu, Kecamatan Tanah Abang Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). Perlu waktu 3-4 jam dari kota Palembang untuk menjangkau daerah ini melalui jalan lintas timur Palembang-Prabumulih..  Kawasan situs memiliki luas cukup besar dan sampai saat ini sudah ditemukan 11 runtuhan candi yang terbuat dari bata merah dan beberapa di antaranya sudah dipugar. Percandian ini berada di tepi Sungai Lematang sehingga abrasi pada tepi sungai ini cepat atau lambat akan menjadi ancaman terhadap keberadaan komplek candi ini jika tidak segera diatasi.  Percandian Bumiayu pertama kali dilaporkan oleh seorang Belanda bernama E.P. Tombrink pada tahun 1864 yang menyebutkan adanya sisa bangunan candi dan sejumlah arca bersifat hinduistik. Beberapa ornament bangunan berupa  relief candinya dikabarkan pernah dibawa sampai ke Palembang  seperti relief burung kakak tua.
Di antara sekian banyak sisa runtuhan ornament bangunan dan arca-arca yang ditemukan, dua di antaranya adalah arca perwujudan.  Arca  perwujudan  digambarkan dalam posisi duduk di atas padmasana ganda berbentuk segi empat. Kedua arca ini dan arca-arca lain yang ditemukan di Situs Bumiayu seluruhnya berbahan batu putih (limestone). Perbedaan antara arca perwujudan 1 dan 2 hanyalah pada bentuk tubuh, dimana  arca perwujudan dewa 2 yang terlihat lebih tambun, selebihnya mulai dari atribut serta perhiasan yang dikenakan seluruhnya dapat dikatakan memiliki kesamaan.Â
Keberadaan arca perwujudan 1 dan 2 juga jika disandingkan dengan arca tokoh dari Museum Nasional tampak secara ikonografi memiliki banyak persamaan mulai dari sikap duduk, penggambaran wajah, postur tubuh (lebih mirip dengan arca perwujudan 1) atribut pakaian sampai perhiasan tubuh yang dikenakannya. Â Melihat kemiripan ini besar dugaan arca tokoh yang tidak dikenali asalnya lagi ini mungkin berasal dari Situs Bumiayu, PALI.Â
Dugaan ini cukup beralasan mengingat sejumlah temuan yang disebutkan di dalam laporan Belanda berasal dari Palembang kemungkinan besar berasal dari situs Bumiayu . Â Seperti relief burung Kakatua yang dilabeli dari Palembang, sejauh ini hanya dikenali dari Situs Bumiayu,, PALI, Palembang, dan belum ada laporan temuan sejenis yang ditemukan di daerah lain di Palembang. Â . Â Dengan adanya laporan temuan relief burung kakatua dari Bumiayu ini maka besar kemungkinan dahulu sudah ada pemindahan barang temuan dari Situs Bumiayu ke Palembang lalu dikirim ke Museum Batavia, Jakarta termasuk juga satu arca tokoh yang kini tersimpan di Museum Nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H