Mohon tunggu...
Agustijanto Indrajaya
Agustijanto Indrajaya Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog

tinggi 160 cm

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mengenal Keunikan Arca Dwarapala Rogoselo di Pekalongan

19 Desember 2017   13:17 Diperbarui: 20 Desember 2017   08:04 2048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu sasaran survei arkeologi di Pekalongan adalah situs Rogoselo yang berada di  Desa Rogoselo, Kecamatan Doro. (0704'08.8" LS;10940'12.0" BT).  Situs ini berada di sebuah bukit kecil di tepi Sungai Rogoselo, yang dibuat berundak-undak. Masing masing undak diperkuat dengan susunan batu kali berukuran 10-20 cm.  

Pada teras terbawah terdapat satu batu diameter 85 cm. Pada bagian atas permukaan dibuat lubang  berukuran 28 cm yang memberi kesan selintas seperti sebuah batu dakon. Teras kedua sedikit lebih tinggi dan diberi penguat teras berupa susunan batu, di teras ini ditemukan dua Arca Dwarapala berukuran besar dan batu-batu tegak (menhir). 

Arca Dwarapala dibuat dari batuan breksi vukanik yang teksturnya sangat kasar.  Arca digambarkan dengan bola mata yang bulat dan besar, gigi sangat besar, bertaring, dan memegang alat (gada) yang diletakan di bagian dada sebelah kanan. Teknik pengarcaannya, memiliki kemiripan dengan Arca Dwarapala yang ditemukan pada masa Majapahit (abad ke-13-14 M).  Arca paling besar setinggi 1.4 meter sedangkan satu lainnya memilik tinggi 95 cm dengan sebagian badannya masih tertimbun tanah. Pada teras ketiga (tertinggi) ditemukan yoni yang berukuran 75 x 75 x 69 cm. 

Di dalam laporan N.J.Krom tentang situs Rogoselo disebutkan bahwa di samping tinggalan masa Hindu-Buddha juga ditemukan tiga kubur. Kubur yang paling atas adalah kubur "Kjai Matas Angin" (4.9 x 3 m).  Kubur ini ditandai oleh dua batu tegak yang rata sebagai nisannya.  Sekitar 500 meter dari kubur pertama terdapat kubur "Panggerang Dipan" atau "Gara Manik", yang kuburnya ditata dengan batu kali.  

dokpri
dokpri
Sekitar 50 meter dari kubur kedua dikenali oleh masyarakat sebagai "Pangerang Sling Singan.  Satu inskripsi modern terbuat dari batu berhuruf Jawa pertengahan juga ditemukan di tempat ini. Inskripsi tersebut kini berada di Museum Nasional di Jakarta (nomer inventaris D.24). Inskripsi ini dipertanggalkan sekitar 1571 saka (1659 M).

Keberadaan Arca Dwarapala di Rogoselo seringkali disalahartikan sebagai arca prasejarah.  Oleh karena itu tampaknya perlu sedikit dijelaskan tentang Arca Dwarapala pada kesenian Hindu-Buddha di Indonesia. Istilah Dwlapala berasal dari kata sansakerta dvar, yang berarti pintu masuk/gerbang dan pala artinya penjaga sehingga arti secara keseluruhan adalah penjaga pintu gerbang atau pintu masuk.  

Dwarapala dapat digambarkan dalam posisi berdiri, duduk atau jongkok dan mereka diletakan sebagai penjaga pintu bangunan/tempat yang bersifat sakral. Keberadaan Dwarapala di dalam komplek candi terkait dengan pandangan bahwa candi sebagai replika Gunung Meru, tempat tinggal para dewa, demi-dewa, dan para penjaganya.   Dwarapala adalah pelindung tempat tinggal dewa, posisinya berada di antara wilayah sakral dan profane, atau berada di batas daerah kurang sakral- sakral.

Arca Dwarapala biasanya ditemukan pada tempat-tempat sakral Hindu dan Buddha seperti candi, petirtaan atau goa pemujaan,  bisa dipahatkan pada dinding candi atau dibuat dalam wujud arca.  Di Candi Merak, Dwarapala dipahatkan pada kedua pipi tangganya.  Di dalam agama Buddha, penggambaran Dwarapala bisa berupa mahluk mahluk kedewaan/ khayangan (bisa laki-laki atau wanita) yang ditandai oleh adanya nimbus di bagian belakang tokoh seperti yang ditemukan di Candi  Pawon, atau Plaosan.  

Dwarapala juga bisa merupakan tokoh Dhyani Boddhisatva seperti yang ditemukan di Candi Mendut dimana pada candi ini, Dwarapala diidentifikasi sebagai boddhisatva Samantabhadra dan Sarvaniviskambin. Selain itu bentuk Dwarapala lainnya adalah wujud raksasa seperti yang ditemukan di Candi Sewu. Wujud Dwarapala pada bangunan Buddha lainnya adalah tokoh warrior (tentara) seperti pada temuan Dwarapalan di candi-candi Padang Lawas. 

Dwarapala pada candi Hindu, memiliki variasi bentuk yang hampir sama dengan Dwarapala Buddha. Oleh karena itu tidaklah bisa mengidentifikasi satu candi apakah merupakan candi Hindu atau Buddha hanya dari temuan Dwarapala-nya kecuali pada bentuk sepasang Dwarapala Mahakala-Nandiswara yang ditandai oleh atribut gada untuk Mahakala dan trisula untuk Nandiswara. Di dalam naskah Agni-Purana dan Silpasastra disebutkan bahwa Nandiswara sebagai penjaga tempat pemujaan Siva. 

Di dalam kitab Ramayana, menyebutkan Nandiswara sebagai penjaga Gunung Kailasa, tempat tinggal Siva, menjaga gunung dengan trisulanya untuk mengusir Ravana yang menyamar sebagai kera.  Mahakala tidak disebutkan sebagai pasangan Nandiswara tetapi sebagai figur yang independen.  Kemunculan tokoh Mahakala-Nandiswara sebagai penjaga pintu masuk ke dalam candi di Jawa baru sekitar abad ke-8 M.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun