Permasalahan lain yang dihadapi oleh kita adalah masalah gizi bimodal, tetapi yang paling meresahkan adalah gizi buruk. Gizi buruk pada anak masih menjadi masalah utama kesehatan secara global. Sebanyak 19 juta anak usia pra-sekolah di Afrika dan Asia Tenggara diduga mengalami gizi buruk. Gizi buruk juga tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di seluruh dunia. Anak-anak dengan gizi buruk memiliki risiko kematian sembilan kali lebih tinggi daripada anak tanpa gizi buruk.(Nabukeera-Barungi N, 2018) 7,6 juta kematian setiap tahun pada anak-anak berusia <5 tahun, 35% disebabkan oleh masalah gizi dan 4,4% secara khusus disebabkan oleh gizi buruk (Adal TG; Kote M, 2016; Nabukeera-Barungi N, 2018).
Status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Sjarif et al., 2014). World Health Organization (WHO) mendefinisikan malnutrisi sebagai ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi dan energi dan kebutuhan tubuh terhadap mereka untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi tertentu. Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang (Nix S, 2012).
Stunting dan kekurangan gizi lain nya yang terjadi pada 1.000 HPK di samping berisiko pada hambatan pertumbuhan fisik dan kerentanan anak terhadap penyakit, juga menyebabkan hambatan perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan produktivitas anak di masa depan. Stunting dan masalah gizi lain diperkirakan menurunkan produk domestik bruto (PDB) sekitar 3% per tahun (World Bank, 2014). Global Nutrition Report tahun 2016 mencatat bahwa prevalensi stunting di Indonesia berada pada peringkat 108 dari 132 negara (International Food Policy Research Institute, 2014). Prevalensi stunting Indonesia merupakan tertinggi kedua di Asia Tenggra, setelah Cambodia (World Bank, 2014).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan penurunan prevalensi stunting di tingkat nasional sebesar 6,4% selama periode 5 tahun, yaitu dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018), yang terdiri dari 11,5% balita sangat pendek dan 19,3%balita pendek. Hal ini telah memenuhi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019 yang berkisar 28%. Proporsi status gizi sangat pendek dan pendek terbanyak pada balita menurut propinsi tahun 2018 berturt-turut ditempati oleh Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat dan Aceh (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018b).
Bentuk kekurangan gizi bisa disebabkan karena beberapa hal, antara lain asupan makanan berkualitas rendah, pola asuh ibu terhadap anak yang buruk, akses layanan kesehatan yang tidak memadai dan lingkungan sekitar yang tidak bersih dan tidak sehat. Beberapa penelitian mengidentifikasi diare merupakan salah satu faktor resiko kejadian mortalitas pada pasien anak dengan gizi buruk. Beberapa penelitian juga melaporkan beberapa faktor resiko yang mempengaruhi, antara lain hipotermia, dehidrasi, anemia, sariawan. Infeksi HIV juga merupakan salah satu komplikasi medis yang meningkatkan kejadian mortalitas pada anak dengan gizi buruk (Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2016; Kemenkes RI, 2019; Pritasari; Damayanti D; Lestari NT, 2017).
Penangan gizi buruk harus didasarkan pada kesadaran akan kolaborasi pemerintah yang menaungi bidang sosial, kesehatan, pendidikan, serta kesejahteraan. Masalah gizi merupakan masalah yang kompleks, dimana penyebab masalah gizi dapat berupa pendidikan serta pekerjaan yang tidak memadai. Kemudian, maslaah lain dapat menyebabkan kekurangan gizi adalah ketersediaan pangan dan politik serta ekonomi yang tidak stabil. Masalah kesehatan yang mendasari serta kemiskinan juga dapat menjadi penyebab langsung dari masalah gizi. Hal ini tentunya bukan hanya tugas sektor kesehatan, tetapi tugas lintas sektor dan lintas program.
Memperbaiki masalah kesehatan akan berdampak pada menurunnya kemungkinan terjadinya pandemi di masa depan. Hal ini disebabkan oleh karena perbaikan status gizi, perbaikan infrastruktur, pemerataan SDM kesehatan, serta kewaspadaan akan pencegahan penyakit akan memperbaiki kondisi kesehatan kita di masa depan.
REFERENSI
- Adal TG; Kote M. (2016). Incidence and Predictors of Mortality among Severe Acute Malnourished Under Five Children Admitted to Dilla University Referal Hospital. J Biol, 14.
- Cameron L; Suarez DC; Cornwell K. (2019). Understanding the determinants of maternal mortality: An observational study using the Indonesian Population Census. PLoS Med, 3(1), 1--18.
- Centers for Disease Control and Prevention. (2020). 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV).
- Gorbalenya AE. (2020). Severe acute respiratory syndrome-related coronavirus -- The species and its viruses, a statement of the Coronavirus Study Group. BioRxiv, 2(7), 93--97.
- Haque, A., & Pant, A. B. (2020). Efforts at COVID-19 vaccine development: challenges and successes. Vaccines, 8(4), 739.
- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2016). Konsensus: Asuhan Nutrisi pada Bayi Prematur. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
- International Food Policy Research Institute. (2014). The 2014 Global Nutrition Report.
- Kemenkes RI. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
- Kemenkes RI. (2019). Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita. Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018a). Infodatin.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018b). Riset Kesehatan Dasar. http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2018/Hasil Riskesdas 2018.pdf
- Nabukeera-Barungi N. (2018). Predictors of mortality among hospitalized children with severe acute malnutrition: a prospective study from Uganda. Pediatr Res, 7.
- Nix S. (2012). William's Basic Nutrition & Diet Therapy. Elsevier Mosby.
- Organization, W. H. (2022). WHO operational handbook on tuberculosis: module 4: treatment: tuberculosis care and support.
- Perpres Nomor 99 Tahun 2020. (n.d.). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2020 Tentang Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
- Pritasari; Damayanti D; Lestari NT. (2017). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
- SATGAS. (2020). Peta Sebaran Covid-19.
- Schwartz, N., Price, S., & Pratt, R. (2020). Tuberculosis - United States. Morb Mortal Wkly Rep, 69(11), 286--289.
- Sjarif, D., Lestari, E., & Mexitalia, M. (2014). Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
- Sulmezoglu AM; Lawrie TA; Hazelgrave N; et al. (2016). Reproductive, Maternal, Newborn, and Child Health: Disease Control Priorities Vol 2 (2 ed.). The International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank.
- WHO. (2019). Global Tuberculosis Report 2019.
- WHO. (2021). Global tuberculosis report 2021. World Health Organization. https://www.who.int/publications/digital/global-tuberculosis-report-2021
- WHO Indonesia. (2021). Coronavirus disease (COVID-19).
- World Bank. (2014). Better Growth Through Improved Sanitation and Hygiene Practices.
- World Health Organization (WHO). (2017). WHO global tuberculosis report 2016.
- World Health Organization (WHO). (2019). Maternal mortality.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H