Mohon tunggu...
Agustiani Putri
Agustiani Putri Mohon Tunggu... Ilmuwan - Turkey, Egypt, Singapore, Japan, Malaysia, Thailand

Beyond expectation, keep istiqomah be lillah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menumbuhkan Jiwa Peneliti Sejak Dini

31 Maret 2021   14:01 Diperbarui: 1 April 2021   00:56 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Seorang anak terlahir dengan rasa ingin tahu yang besar. Jika tidak diwadahi dengan baik, maka rasa ingin tahu tersebut akan terpendam, sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang pasif, takut mencoba, dan tidak percaya diri. 

Sifat rasa ingin tahu yang tinggi banyak dimiliki oleh anak usia dini yang sedang mencapai masa keemasannya. Pada masa ini, keberhasilan akan pertumbuhan dan perkembangan sangat menentukan masa depan anak. 

Dengan demikian, pendidikan anak usia dini memegang peranan penting dalam mengeksplor kemampuan dan keterampilan anak. Terlebih, saat ini Indonesia sedang mempersiapkan anak muda yang potensial karena adanya bonus demografi. Kesadaran ini harus dibangun para orangtua, lingkungan sekitar, dan institusi pendidikan di Indonesia.

Perkembangan yang optimal pada anak memerlukan metode yang tepat agar dapat melakukan sendiri atau bereksplorasi terhadap dunia sekitarnya menggunakan panca inderanya, sehingga memperoleh pengetahuan yang dapat dipergunakan demi keberlangsungan hidupnya. 

Metode eksperimen dalam belajar sains merupakan salah satu metode terbaik yang diharapkan mampu mengoptimalkan sensori pada anak. Selain itu, konsep mempelajari sains dengan menggunakan benda konkret bertujuan agar anak mampu mengimplementasikan teorinya dalam dunia nyata. 

Terciptanya pengalaman melalui benda nyata diharapkan anak lebih mengerti maksud dan materi-materi yang diajarkan oleh guru. Sejalan dengan teori yang diungkapkan Piaget (1972) terkait perkembangan kognitif, anak akan memasuki tahap operasi konkret. 

Pada fase ini, anak akan belajar menghubungkan antara konsep baru dengan konsep lama. Pembelajaran yang melibatkan partisipasi anak langsung akan lebih mudah dipahami.

Upaya dalam mencukupi kebutuhan pendidikan anak usia dini dapat dipenuhi melalui metode eksperimen yang diterapkan dengan cara bermain sebagai cara belajar anak. 

Bermain dapat memenuhi kebutuhan anak secara aktif terlibat langsung dengan lingkungannya, bekerja dalam menghasilkan suatu karya, serta memenuhi tugas-tugas perkembangan kognitif lainnya. Selama bermain, anak menerima pengalaman baru, memanipulasi bahan dan alat, berinteraksi dengan orang lain dan mulai merasakan dunianya. 

Bermain menyediakan kerangka kerja yang mampu mengembangkan pemahaman tentang mereka sendiri, orang lain dan lingkungannya. Bermain menjadi awalan dari semua fungsi kognitif anak selanjutnya, karena bermain diperlukan dalam kehidupan anak-anak.

Memperkenalkan sains sejak dini dapat membantu anak untuk melakukan beberapa percobaan yang dapat menghubungkan sebab dan akibat suatu perlakuan, serta memperkaya wawasan anak untuk selalu ingin mencoba. 

Hal ini juga dapat menstimulus anak untuk berpikir logis, kritis, kreatif, dan sistematis terhadap suatu kejadian. Namun, sangat disayangkan kurikulum sekolah masih menuntut anak untuk menghafal teori daripada praktik di lapangan. 

Alhasil, belajar sains dianggap kurang menyenangkan bagi anak karena tidak dilatih untuk melakukan eksperimen, sehingga kebebasan berpikir anak menjadi terbatas. Padahal, siang hari selepas jam pelajaran di kelas, anak dapat pergi ke perpustakaan, laboratorium, dan sawah untuk melakukan eksplorasi menyenangkan yang dapat mengasah kreativitas, pemecahan masalah, berpikir kritis, dan kolaborasi.

Berangkat dari dunia sains, jiwa peneliti anak akan tumbuh dan tertanam dalam dirinya. Anak yang berjiwa peneliti sejak kecil akan memiliki pemikiran yang visioner. 

Tujuan menanamkan jiwa peneliti bukanlah mencetak mimpi anak untuk menjadi ilmuwan. Namun, mempersiapkan diri anak agar mampu mencari jalannya sendiri dalam menggapai mimpinya untuk menjadi seorang pemimpin, wirausaha, atau peneliti yang kreatif dan inovatif. Apa jadinya kalau anak tidak memiliki mimpi? 

Rutinitas sekolah akan menjadi sesuatu yang menuntutnya. Mereka akan berpikir bahwa rutinitas yang dijalaninya semata-mata hanya untuk menyenangkan orangtua dan menjadi pengikut arus yang membawanya.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kemeterian Dalam Negeri (2016) mengungkapkan bahwa Indonesia masih harus membangun dunia penelitian. Sejalan dengan data yang diungkap pada Forum Ekonomi Dunia bahwa adanya penurunan peringkat daya saing Indonesia pada tahun 2016 yang disebabkan rendahnya salah satu indikator penting yaitu inovasi. 

Selain inovasi, kondisi ini juga diperparah dengan jumlah jurnal di Indonesia masih sangat minim hanya sekitar 0,1% dari total jumlah penduduk Indonesia. Oleh karena itu, penting adanya penanaman jiwa peneliti sejak dini pada anak agar inovasi dan karyanya terus berkembang.

Peran orangtua dan pengajar di sekolah sangat diperlukan untuk menanamkan jiwa peneliti pada anak. Orangtua atau pengajar dapat melatih keterampilan sains anak dengan 5 tahapan pembelajaran. 

Pertama, anak-anak diajak mengamati fenomena alam yang terjadi di sekeliling kita mulai dari hal yang paling sederhana seperti memahami arah mata angin di luar rumah. 

Kedua, anak-anak diminta untuk mengelompokkan benda-benda sesuai dengan kategorinya atau karakteristiknya. Sebagai contoh, menggolongkan tumbuhan-tumbuhan yang tumbuh di sekitar lingkungan sekolah sesuai karakteristiknya. 

Ketiga, anak-anak diarahkan memprediksi berlangsungnya kejadian yang diamati. Misalnya, berapa lama es batu akan mencair dan lilin akan meleleh. 

Keempat, anak didorong untuk menghitung benda-benda yang ada di sekeliling, kemudian mengenalkan bentuk-bentuk benda. 

Kelima, anak menyebutkan nama-nama benda yang telah dikenalkan. Dengan demikian, anak-anak yang terjun langsung untuk meneliti topik bahasan akan merasa pembelajaran sains menyenangkan, sehingga jiwa peneliti mereka akan terbangun dengan sendirinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun