Mohon tunggu...
Agustanto Imam Suprayoghie
Agustanto Imam Suprayoghie Mohon Tunggu... Administrasi - Konsultan Komunikasi di Republik Ini

berusaha mendisiplinkan diri, dengan menjadi diri sendiri, bersikap lebih baik, selalu memandang bahwa tidak ada sebuah kelebihan tanpa kekurangan, dan tidak ada kesempurnaan tanpa kesalahan, masa depan adalah tantangan, dan itu harus ditaklukkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Liga Desa Nusantara 2017, Saatnya Sepak Bola Kembali ke Desa

13 Desember 2017   00:36 Diperbarui: 13 Desember 2017   09:37 3460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Bolasport.com

Saya bukan ahli sepak bola. Apalagi ahli me-manage kegiatan kompetisi sepakbola. Tapi, karena memberanikan diri, akhirnya saya dapat belajar banyak tentang sepak bola. Dan tulisan ini merupakan hasil saya berkutat selama hampir 1 bulan lebih membantu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa) mengorganisir kegiatan Liga Desa Nusantara 2017 atau LDN.

Bicara sepak bola, adalah berbicara tentang bisnis. Bisnis yang di mana seluruh elemen yang terkait dengan kegiatan ini mampu untuk memanfaatkan momen sepak bola sebagai event meriah, penuh pernak-pernik keterlibatan warga desa. Emang bisa?

Spirit LDN bagian dari upaya mendorong implementasi UU Desa, lebih spesifiknya dalam hal pemberdayaan masyarakat, ketersediaan sarana olahraga di Desa serta memberikan ruang kepada masyarakat khususnya anak-anak dan pemuda desa untuk menyalurkan bakat, hobi bahkan tradisinya, karena sepak bola bagi sebagian banyak masyarakat di Indonesia sudah menjadi tradisi dan hiburan bagi di antara sekian banyak jenis olahraga yang ada.

Secara sederhana, upaya untuk meramaikan sebuah turnamen sepakbola di desa harus berawal dari inisiatif para pegiat olahraga di desa dalam melakukan komunikasi intensif dengan pihak Pengurus Desa. Komunikasi ini tentu diawali dengan adanya publikasi awal terkait penyelenggaraan turnamen LDN dari Kemendes selaku penyelenggara. 

Dalam materi publikasi harus jelas, terkait jadwal mulai dari seleksi, pendaftaran hingga screening harus tertata dengan rapi. Hal lain yang ada dalam publikasi ini juga adalah kuota. Iya, kuota yang diperebutkan di level kecamatan dan kabupaten agar tim sepak bola dari desa mampu mengira-ngira waktu yang diperlukan, sumber daya yang dibutuhkan agar tim yang nanti akan dia kirim mampu untuk berkompetisi hingga level nasional.

Disisi penyelenggara, posisi koordinator regional sebenarnya vital. Vital dalam artian bukan hanya melakukan koordinasi komunikasi dengan pihak Kemendes, Koordinator Regional dalam sebuah manajemen kompetisi dituntut mampu untuk menjadi manager yang nantinya akan bertanggung jawab atas kebutuhan dan tingkat survival tim sepak bola yang akan bertanding di wilayah tanggung jawab koordinator regional.

Agar koordinator regional bisa bekerja dan cari duit untuk mempersiapkan seri provinsi/seri nasional, maka pihak Kemendes harus menyiapkan berbagai tools yang dibutuhkan agar koordinator regional bisa survive dan tertib administrasi dalam hal pelaporan kegiatan. 

Tools-tools ini diantaranya template proposal cari dana di level desa, level kecamatan, dan level kabupaten misalnya. Lalu template pelaporan, listequipment minimal yang harus dipenuhi dalam sebuah pertandingan bola dan FAQ yang berisikan informasi-informasi penting terkait problem dan cara menghadapi masalah tersebut.

Pemilihan koordinator regional pun ndak boleh asal tunjuk. Harus ada sebuah syarat minimal agar koordinator region ini mampu untuk menjadikan subsidiary fund dari Kemendes sebagai modal awal bagi dia untuk bergerak, mencari sumber pemasukan dari pihak ketiga. Agar tidak overlapping, batasan-batasan dalam upaya kreatif koordinator regional menggali dana juga harus diuraikan satu persatu.

Hal lain yang tak kalah penting adalah manajemen kompetisi sepakbola. Dalam pelaksanaan LDN 2017,  problem pemenuhan kebutuhan pembiayaan bagi perangkat, pengawas pertandingan menjadi isu sentral. Hal ini harus terpecahkan pada penyelenggaraan LDN 2018. 

Gampangnya, untuk kebutuhan pertandingan sepakbola yang diselenggarakan di desa, sebenarnya syarat minimalnya itu seperti apa? Apakah harus saklek mengikuti aturan PSSI? Toh sementara liga ini juga belum mendapatkan pengakuan dari PSSI sebagai sebuah turnamen rutin atau harus ngikutin standar FIFA?

Diperlukan upaya untuk melihat sebuah kompetisi yang diselenggarakan dengan mengatasnamakan desa adalah tidak sepenuhnya harus sesuai standar-standar yang selama ini. Dan ini harus terpecahkan dan menjadi sebuah solusi yang mudah untuk diterapkan.

Hal lain yang sebenarnya tak kalah penting dari penyelenggaraan LDN 2018 adalah multiplier effect. Sebagai bagian dari aktivitas masyarakat desa, LDN harus mampu menjadi pengungkit bagi munculnya kegiatan-kegiatan ekonomi produktif di tingkat desa. Event sepak bola bukan menjadi semata ajang taruhan/judi. 

Event sepak bola harus mampu untuk menghadirkan keriaan, kegembiraan dan menjadi trigger bagi pembangunan pedesaan di masa mendatang. Penyelenggara kegiatan, dalam hal ini koordinator regional harus bisa menjelaskan apa yang diharapkan sebenarnya dari kegiatan ini bukan semata kompetisi memperebutkan juara. 

LDN harus dikomunikasikan pula sebagai multievent yang mampu mengangkat potensi lokal desa ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini pasti terkait dengan side event yang bisa dijual dan dilaksanakan sebelum pertandingan digelar ataupun saat pertandingan dilaksanakan.

Di level nasional, upaya untuk menghadirkan sebuah kompetisi yang mempunyai standar minimal layak memang akan menjadi problem besar. Hal ini tentu menyangkut keterbatasan pendanaan yang disediakan oleh APBN untuk mendukung kegiatan. 

Tapi sebetulnya ini bukan masalah, jika packaging dari kegiatan mampu dibuat semenarik mungkin dan mampu dijual kepada para sponsor sebagai event yang mempunyai nilai manfaat ekonomi yang tinggi bagi publikasi produk-produk mereka, terutamanya di level desa. 

Dibutuhkan analisis stakeholder dan analisis captive market yang mumpuni di level ini guna mendapatkan siapa saja sebenarnya yang layak untuk menjadi target bagi penyelenggara untuk 'dikejar' dan diyakinkan bahwa kompetisi LDN akan mengatrol positioning produk mereka di mata masyarakat.

Selain hal-hal diatas, beberapa hal lain yang patut menjadi pertimbangankan ke depan adalah kemungkinan untuk kegiatan LDN putaran nasional mempunyai irisan waktu dengan penyelenggaraan event-event olahraga internasional yang diselenggarakan di Indonesia. Ini tentunya harus dihindari, jika penyelenggara menginginkan partisipasi sponsor bisa optimal didapatkan. 

Kalau mau sudden death juga ndak papa..tapi siap ndak dengan efek yang nanti ditimbulkan? Hehehehehe..LDN 2017 sudah banyak catatannya.

Banyak hal yang sebenarnya harus diperbaiki, disiapkan dan dibahas mulai dini sebagai bekal penyelenggaraan LDN 2018. Bagaimanapun, keberanian Kemendesa untuk menjadi penyelenggara LDN 2017 patut diacungi jempol. Ini sebuah kreatifitas, langkah berani, dan patut diapresiasi. 

Semoga penyelenggaraan LDN 2018 nanti mampu untuk lebih semarak, lebih hidup, dan benar-benar dimanfaatkan sebagai ajang untuk menghidupkan kembali potensi-potensi yang ada di desa. Ganbatte!!!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun