Mohon tunggu...
agust dw
agust dw Mohon Tunggu... karyawan swasta -

.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ngudarasa Survivor DBD

13 Oktober 2016   08:52 Diperbarui: 13 Oktober 2016   09:31 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini hanyalah tulisan, seorang yang bersyukur dapat melewati perjuangan karena sakit terjangkit Demam Berdarah Dengue.

Jika ada (yang mungkin maksudnya bercanda atau sekadar menghibur) "sama nyamuk kecil aja kalah",

ingin rasanya menonjok mulut, 'napuk cangkem', itu.

karena masalahnya bukan si nyamuk, tapi virus dengue yang dibawa si nyamuk.

Ya, karena tak perlu banyak, cukup 1 (satu) ya, hanya 1 (satu) gigitan nyamuk Aedes Aegypti, yang tidak kita sadari,

dan ketika kita sadar digigit nyamuk, nyamuknya sudah gendut oleh darah kita, nyamuknya kita cablek/tampar pun mati, tapi si virus dengue sudah terlanjur masuk ke sistem tubuh kita, menginfeksi sistem peredaran darah kita, yang mengakibatkan trombosit turun dan hematokrit naik, artinya darah makin mengental, makin membeku hingga akibat paling fatal bila tidak ditangani dengan baik adalah tidak terselamatkan.

sebelum melanjutkan, ada baiknya kita mengetahui tentang DBD, salah satu referensi sederhana, bisa di baca di https://id.wikipedia.org/wiki/Demam_berdarah_Dengue

saya tuliskan ringkasan :

Demam berdarah atau demam dengue (disingkat DBD) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Beberapa jenis nyamuk menularkan (atau menyebarkan) virus dengue. Sejumlah gejala dari demam dengue adalah demam; sakit kepala; kulit kemerahan yang tampak seperti campak; dan nyeri otot dan persendian.

Pada sejumlah pasien, demam dengue dapat berubah menjadi satu dari dua bentuk yang mengancam jiwa. Yang pertama adalah demam berdarah, yang menyebabkan pendarahan, kebocoran pembuluh darah (saluran yang mengalirkan darah), dan rendahnya tingkat trombosit darah (yang menyebabkan darah membeku). Yang kedua adalah sindrom renjat dengue, yang menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.

BELUM ADA vaksin yang dapat mencegah seseorang terkena virus dengue tersebut. Apabila seseorang terkena demam dengue, biasanya dia dapat pulih hanya dengan meminum cukup cairan, selama penyakitnya tersebut masih ringan atau tidak parah.  Jika seseorang mengalami kasus yang lebih parah, dia mungkin memerlukan cairan infus (cairan yang dimasukkan melalui vena, menggunakan jarum dan pipa infus),  atau transfusi darah (diberikan darah dari orang lain). 

Dengue virus ditularkan (atau disebarkan) sebagian besar oleh nyamuk Aedes, khususnya tipe nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini biasanya hidup di antara garis lintang 35° Utara dan 35° Selatan, di bawah ketinggian 1000 m. Nyamuk-nyamuk tersebut lebih sering menggigit pada siang hari.Satu gigitan dapat menginfeksi manusia. 

Dengue bisa mengancam jiwa pada pasien dengan penyakit kronis (jangka panjang), seperti diabetes dan asma.

Yang saya alami :

awal sakit,

di suatu hari Selasa, saya merasa badan saya kurang fit, (tadinya saya merasa, mungkin karena kecapekan karena aktifitas olahraga sehari sebelumnya) karena sudah terbiasa, di saat badan tidak fit, seperti akan flu, maka kerokan jadi 'first aid', pertolongan pertama, dan benar badan saya setelah di kerokin terasa lebih enak dan enteng, dibarengi minum paracetamol sebagai pencegah sympton demam. Tapi ada satu hal yang sangat menyiksa : sakit kepala, kepala saya nyeri rasanya cekot-cekot, nyut-nyutan, sungguh menyiksa sekali.

Hari Rabu, saya memeriksakan diri ke salah satu RS dekat rumah, saya ceritakan apa yang saya alami, oleh dokter di cek/periksa standar, tekanan darah, suhu tubuh, detak jantung dan diberi beberapa obat dan vitamin, Sistenol (pencegah sympton demam + pereda sakit kepala) dengan pesan harus banyak minum dan jika 3 hari masih pusing dan demam, kembali kontrol lagi untuk cek darah, dan diberi surat ijin istirahat selama 3 hari. selanjutnya, sepanjang hari selama sakit hanya dilewati dengan tiduran karena memang kepala rasanya nyeri sekali, berdenyut-denyut, cekot-cekot. sambil berusaha minum banyak.

Hari Rabu Malam dan Kamis Malam, ketika tidur malam, tiba-tiba badan saya menggigil, dan benar2 menggigil, serta kaos saya basah kuyup (efek dari paracetamol pereda demam) Hari Jumat, merasa badan saya agak baikan tidak demam lagi, tadinya berniat ingin masuk kerja, saya urungkan karena kepala masih terasa kadang sakit, cekot-cekot di kepala kadang muncul kadang hilang...

kontrol/cek darah

Diingatkan berulangkali oleh istri untuk kontrol ke RS, akhirnya sore hari dengan agak malas (merasa sudah tidak demam, sudah baikan), terpaksa berangkat ke RS untuk kontrol dan cek darah . 

Ketika kontrol, bertemu dengan dokter yang bertugas, saya sampaikan bahwa saya tidak demam lagi, hanya masih terganggu dengan sakit kepala yang kadang muncul dan hilang dengan sendirinya, di cek/periksa standar, cek tekanan darah, suhu badan, detak jantung. semua baik. karena semua baik normal, dokter bilang, 'bapak kesini untuk cek darah, coba di cek di lab ya pak', sambil diberi pengantar untuk cek darah.

Saya dengan ogah-ogahan menuju lab, bukan karena takut disuntik dan diambil darahnya, tapi karena merasa badan saya sudah baikan. Di ruang lab, petugas lab sudah menyiapkan peralatan, dari spuit suntik untuk mengambil darah dan tabung kecil untuk menampung darah yang diambil dari vena, saya menyodorkan lengan kiri untuk diambil darah, ketika disuntik dipembuluh vena, darah saya agak susah/lambat tersedot kedalam spuit, dan darah saya berwarna gelap mendekati warna merah kehitaman, saya berujar, 'lho darahnya koq item banget', 'bapak sepertinya kurang banyak minum' petugas lab menyahut. akhirnya pengambilan darah selesai, dan dipersilahkan menunggu hasil dari cek darah.

Tidak lama setelahnya, setelah menunggu akhirnya dipanggil untuk mendapat hasil dari cek lab darah, sesuai permintaan dokter, saya bawa kembali ke dokter yang bertugas, dibaca hasilnya, 2 hal jadi perhatian dokter, hematokrit (kekentalan darah) nilainya 50.7 (acuan normal di lembar hasil lab) 40-52 dan trombosit 119 (acuan normal tidak ingat), dari hasil cek darah tersebut, dokter menjelaskan, bahwa saya terkena DB, trombosit masih diatas 100, tapi hematokrit sudah mengkhawatirkan di atas 50.

Dokter menyarankan, bukan menyarankan sih lebih tepatnya memaksa saya untuk di opname di RS, saya shock, kaget tidak siap dengan yang dikatakan dokter karena saya merasa kondisi saya sudah baikan. Saya coba negosiasi menawar, jika malam ini saya pulang dulu, lalu besok pagi datang lagi, opnamenya besok pagi, oleh dokter tidak diperkenankan.

Bahkan jika saya menolak untuk opname malam itu, dan memaksa pulang, maka saya diminta menandatangani surat penolakan opname, ini membuat saya jadi berpikir ulang. Kata-kata dokter, yang akhirnya membuat saya mau diopname malam itu juga adalah, 'Bapak ini DB, Bapak sadar resiko ya!' sambil menjelaskan bahwa memang trombosit turun otomatis hematokrit naik, yang menyebabkan bisa menjadi fatal dan tidak survive adalah ketika darah terlanjur mengental melebihi ambang.

Akhirnya saya menerima bahwa saya harus menginap di RS malam itu juga, dan sebagai persiapan opname, diminta segera tiduran di bed yang ada IGD, tangan kanan dipasangi gelang pasien, karena saya mengeluh sakit kepala, maka selain nama dan tanggal lahir, diberi juga tanda warna kuning, dengan tulisan 'fall risk', tangan kiri dipasangi jarum selang infuse, selanjutnya cairan infuse mengalir memasuki vena saya lewat situ, 2 (dua) kantong infuse pertama, dialirkan kedalam pembuluh vena saya dengan tetes yang sangat cepat, selanjutnya setelah 2 kantong itu, kantong infuse ke-3, disetel 20-30 tetes per menit selanjutnya tetap disarankan untuk minum sebanyak-banyaknya.

Selama Opname, istirahat di RS

selama opname di kamar rumah sakit, memang benar, kondisi kita sebagai pasien, rutin dipantau dengan seksama, secara berkala akan di cek suhu tubuh, dan tekanan darah, dan sebagai pasien karena sakit DBD, maka pada sepanjang masa kritis, pagi dan sore diambil darahnya untuk di cek di periksa di lab. Dari yang saya amati, sebagai pasien karena DBD, selain infuse yang dialirkan masuk pembuluh vena, TIDAK ADA obat khusus yang diberikan untuk mengatasi DBD, (mohon dikoreksi bila salah- ini berdasar pengalaman sebagai pasien DBD), ketika saya mengeluh sakit kepala, maka pil Sistenol yang diberikan untuk diminum (diuntal ) untuk meredakan sakit kepala, dan perawat selalu menyarankan minum sebanyak-banyaknya. (terbukti memang DBD, tidak ada vaksin, atau obatnya)

Selama istirahat dirawat di kamar RS, mungkin seperti pasien DBD yang lain, oleh keluarga, dibuatkan juice jambu, bahkan hari ke-2 di RS, mungkin 1 1/2 liter juice jambu diminum sehari itu, belum lagi air rebusan daun ubi jalar atau lung.., tetapi yang jelas selama istirahat di RS, sehari memaksa diri bisa habiskan 2 1/2 - 3 liter air saya minum, dengan konsekwensi jadi sering kebelet pipis, tentu kalau sudah kebelet ya harus dipipiskan, (nah ini repotnya harus pipis di kamar mandi dengan membawa kantong infuse.)

setelah lewat masa kritis, pengambilan darah untuk di cek di lab. hanya pagi hari saja, itulah rutinitas yang dijalani selama dirawat karena DBD, sekali lagi  sepanjang pengalaman dirawat, TIDAK ADA obat yang diberikan untuk mengatasi DBD, (mohon dikoreksi bila salah-ini berdasar pengalaman sebagai pasien DBD), hanya istirahat total, cairan infuse, banyak minum, dan nilai trombosit/hematokrit yang terpantau rutin tiap hari.

Hari ke-5, dari hasil lab. cek darah pagi hari, diperoleh hasil menggembirakan, hematokrit di angka 43 (acuan nilai normal 40-52) dan angka trombosit 150 lebih, saya minta ijin dokter untuk diperbolehkan pulang, dan meneruskan istirahat di rumah sementara waktu.

Syukur Alhamdulillah, melihat hasil lab dari cek darah, hari ke-5 sore hari, diijinkan pulang untuk masih istirahat di rumah

mengalami sendiri menjadi pasien DBD, membuka penyadaran lain tentang DBD, dengan sharing pengalaman ini, saya membagi pengalaman ini untuk teman-teman, untuk sama-sama mencegah supaya tidak terkena DBD, kalau pun jika tak dapat menghindar karena terkena virus Dengue, menjadi lebih siap.

Ketika awal terinfeksi virus Dengue, ada CELAH KRITIS, yang bisa saja membahayakan jiwa, bukan karena penyakitnya, tetapi karena cara menyikapinya :

1. Pada orang dewasa, karena SOK TAHU, maka menganggap remeh (ini terjadi pada saya - untungnya ada pengecekan darah - dan kata-kata dokter,'Bapak sadar resiko ya')

2. Pada anak-anak, karena TIDAK TAHU, bergantung kepedulian dari Orang tua

Mungkin bijak untuk mewaspadai apakah sakit disebabkan terinfeksi virus Dengue (DBD) atau bukan, jika badan panas demam 3 (tiga) hari atau lebih, ada baiknya sebagai pasien meminta pengantar untuk cek darah, dengan 2 (dua) kemungkinan hasil, jika hasil trombosit/hematokrit baik, artinya demam itu disebabkan hal lain, bukan karena virus dengue, sehingga segera dapat didiagnosa penyebab lain sehingga demam, atau bila teridentifikasi trombosit/hematokrit buruk, karena DBD, maka dapat segera dilakukan penanganan perawatan DBD yang terbaik secara dini ..

salam..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun