Jam dinding berdetak menakutkan
begitu cepat dalam hitungan bagai tambur
ditabuh memburu gerak tari wanita purba
menyongsong kemenangan lakinya di medan berbau kematian
Tergopoh mereka  menyusur lorong
membelah kerumunan orang-orang yang tak tahu menghitung waktu
matanya segera beradu dengan tatap mataku yang tersengat  nasib
berharap panas suhu tubuhnya kan segera menghangatkan harapan
Dipegangnya jantungku
memperhitungkan berapa lagi panas tubuhnya harus ia alirkan
buat menerobos dingin urat-uratku yang kaku mulai beku
senyumnya mengusir kegetiran
"Kau akan baik-baik saja"
sebuah bisikan yang merasuk gairahku untuk kembali bernafas
siang dan malammu kan dapat terhitung kembali
tapi kau mesti berlulur kegetiran
 agar kau hidup