Mohon tunggu...
AGUS SUWARNO
AGUS SUWARNO Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik yang senang membaca dan menulis

Kang Guru dari lereng gunung Slamet, Banyumas,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Naskah Proklamasi Ditulis Pada Sesobek Kertas Buku Tulis yang Biasa Dipakai Anak Sekolah

15 Agustus 2012   19:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:42 2752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-halyang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempoyang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17-8-‘45

Atas nama bangsa Indonesia

Sukrano-Hatta

Pernyataan di atas adalah pernyataan proklamasi yang sangat sakti. Pernyataan yang membuka gerbang kemerdekaan bangsa ini. Pernyataan yang setiap satu tahun sekali di ucapkan kembali pada tanggal 17 Agustus. Dan siapa sangka pernyataan di atas tidak ditulis diatas batu pualam atau perkamendari emas. Pernyataan yang sangat menentukan masa depan bangsa Indonesia itu di tulis hanya pada secarik kertas yang disobek dari buku tulis yang biasa dipakai anak sekolah.

Bahkan Bung Karno sendiri tidak tahu pena yang diguakannya milik siapa. Ya pena yang digunakan menulis naskah proklamasi adalah pena pinjaman. Pena yang digunakan untuk mengukir kata-kata sakti itupun tidak diketahui keberadaannya sampai sekarang.

Dari gambaran tentang alat tulis yang digunakan untuk membuat naskah proklamasi dapat kita lihat betapa sederhananya momen bersejarah upacara Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya itu kesederhanaan upacar proklamasi juga dapat dilihat dengan bendera yang digunakan dijahit sendiri dengan menggunakan tangan oleh istri Bung Karno, Fatmawati. Pnegeras suara yang digunakan adalah pengeras suara hasil curian dari stasiun radio Jepang. Upacar tidak disusun secara protokoler, semua apa adanya. Bahkan pengibaran Sang Saka merah putih dilakukan seorang diri oleh Latif Hendraningrat, perwira PETA senior.

Sementara upacara berlangsung, rakyat dengan berbagai macam profesi berbondong-bondong membawa bambu runcing,batu, sekop, tongkat, parang atau golok.Mereka bergerak menuju Jalan Pegangsaan Timur 56. Tujuan utama mereka adalah mendengarkan dibacakannya naskah proklamasi dan mengamankan upacar tersebut jika sewaktu-waktu tentara Jepang berusaha menggagalkannya.

Jika menilik kehidupan berbangsa saat ini tentu kita akan bersedih. Bagiaman tidak?, saat ini banyak elit politik yang hidup bermewah-mewah dengan menjarah harta benda bangsa ini.Jika jaman orde baru kita lihat para koruptor adalah orang-orang pernah berjasa terhadap bangsa ini. Saat ini justru para koruptor adalah orang-orang tidak pernah berjasaterhadap bangsa ini secuil kukupun.

Sementara itu para generasi mudah terjebak dalam pola hidup hedonisme. Keserderhana hidup menajdi sesuatu yang langka. Kalau toh ada karena keterpaksaan belaka.Mereka banyak yang tidak kenal lagi tokoh-tokoh pejuang bangsa ini. Bisa jadi sebagian besar genersai muda tidak hafal naskah proklamasi atau bahkan tidak mengenal sama sekali.

JASMERAH, Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, itu pesan Bung Karno terhadap segenap komponen bangsa. Sebuah pesan singkat penuh makna.Membuka lembar-lembar sejarah bangsa bukan untuk menyesali masa lalu tetapi sebagai bahan refleksi untuk menjadikan bangsa ini lebih baik. Dengan melihat sejarah kita dapat belajar kekeliruan-kekeliruan bangsa ini agar tidak terulang kembali. Melalui sejarah kita akan lebih menghargai jasa para pahlawan negeri ini . Penghargaan dalam bentuk menjaga negeri ini dari kehancuran dan berusaha mewujudkan cita-cita mulia pendiri bangsa ini.

Nasib sebuah bangsa ditentukan oleh kaumnya demikian pesan yang perlu kita endapkan dalam memori segenap komponen bangsa ini. Dan kita tidak ingin menjadi bangsa yang bodoh dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang secara tidak disadari sebagai tindakan penghancuran bangsa sendiri. Korupsi, kekerasan, intoleransi, dan berbagai tindakan destruktif lainnya hanya akan menjadikan bangsa ini semakin terpuruk.

Mari kita bangun kesadaran bahwa kita bagian dari bangsa ini. Mencela dan menghina bangsa sendiri tanpa menyuguhkan solusi hanya akan membuat rapuh bangsa ini. Yang perlu kita lakukan adalah berusaha bekerja sebaik-baiknya dengan sebuah kesadaran akan terwujudnya dalam istilah jawa bangsa yang gemah ripah loh jinawi toto tenterem kerto raharjo. Bangsa yang melimpah hasil produkisnya , aman , tentran dan sejahtera . Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun