Mohon tunggu...
AGUS SUWARNO
AGUS SUWARNO Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik yang senang membaca dan menulis

Kang Guru dari lereng gunung Slamet, Banyumas,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Guru-Guru Kritis Didholimi

14 Agustus 2012   16:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:46 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena mengadukan soal pembayaran tunjangan guru yang pencairannya terlambat dan tidak utuh, tiga guru pengurus organisasi guru di makassar, sulawesi selatan, dimutasikan. Mutasi yang dilakukan terkesan mendadak karena surat mutasi tidak ada tembusan untuk sekolah yang bersangkutan dan sekolah yang akan ditempati. Dan yang aneh adalah mereka dipindah di sekolah yang relatif jauh dari tempat tinggalnya. Jelas ada unsur hukuman dalam proses mutasi ketiga guru tersbut terkait tindakan yang telah dilakukannya.(Kompas, senin 12/8/2012)

Di era otonomi daerah dimana pendidikan terdesentralisasi termasuk tenaga pendidik menjadikan sering guru, dalam hal ini guru yang kritis menjadi korban kesewenang-wenangan penguasa daerah. Banyak kasus guru kritis dipindah tugaskan ke tempat pelososk karena kekritisannya. Adapun alasan klise yang sering digunakan adalah pemerataan tenaga pendidik. Bahkan untuk terkesan menyanjung guru yang bersangkutan digunakan kata “Pemerataan tenaga potensial”. Kata potensial digunakan sebagai kedok seolah guru tersebut sebagai guru yang mempunya komptetensi lebih untuk membangun sekolah yang baru ditempatinya menjadi lebih baik. Padahal kata “potensial” yang sebenarnya adalah “potensial membuat masalah “ versi pemerintah daerah. Dan sudah tentu di tempat yang baru, guru tersebut akan “disiksa”secara tersamar melalui jarak rumah dan sekolah yang relatif jauh, jam menagajar yang kurang dari 24 jam, mengajar tidak sesuai dengan bidangnya, bahkan yang lebih parah di nonjobkanalias tidak diberi pekerjaan apa-apa. Benar-benar bentuk pendholiman.

Kontan saja pemutasian tiga guru kritis di makassar mengundang reaksi keras dari banyak organisasi guru. FGII, FSGI, PGRI dan IGI bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Hak guru dalam mengkritisi kebijakan pendidikan dijamin Undang-Undang No 14/2005 tentang guru dan Dosen. Tidak sepatutnya pemerintah daerah menghukum guru yang menggunakan haknya. Para pengurus organisasi guru menuntut dibatalkannya keputusan pemutasian ketiga guru tersebut. Bahkan guna menindak lanjuti tuntutan tersebut Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) akan membawa kasus ini ke Ombudsman karena adanya indikasi maladministrasi.

Belajar dari kasus yang pernah ada, tampaknya usaha FGII akan menemui jalan berliku. Perlu energi ekstra dalam menghadapi penguasa yang berkepala batu. Banyak kasus serupa yang berujung guru sebagai korban menyerah terhadap keputusan yang ada. Lebih baik menerima keadaan sambil menunggu sang penguasa lengser. Korban merasa tidak mempunyai amunisi yang cukup guna melawan penguasa. Perlawanan yang dilakukan dikhawatirkan akan memperburuk masa depan sebagai seorang PNS.

Sudah selayaknya organisasi-organisasi guru se-Indonesia membentuk lembaga advokasi guru yang benar-benar kuat. Lemahnya posisi guru saat berhadap-hadapan dengan penguasa tampaknya memerlukan lembaga advokasi yang mampu membakcup posisi guru sebagai korban. Guru sebagai korban hendaknya mendapat jaminan kelangsungan karier dan penghidupan selama berhadapan dengan penguasa. Sebab tanpa ada jaminan kelangsungan karier dan penghidupan maka guru sebagai korban akan memilih menyerah dengan kondisi yang ada.

Dan selanjutnya kita tunggu perkembangan kasus di makassar. apakah kasus ini akan seperti kasus-kasus sejenis sebelumnya yang hilang, tak terdengar. Atau justru menjadi titik awal perlawan guru terhadap penguasa-penguasa yang sewenang-wenang terhadap guru yang kritis. Tentu saja dukungan moril dari segenap guru di Indonesia sangat dibutuhkan. Mungkin kasus ini perlu diblowup agar menasional. Sehingga mendapat perhatian khusus oleh pemerintah pusat. Selamat berjuang rekan guru di makassar !!!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun