Mohon tunggu...
Agus Suwanto
Agus Suwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Pekerja proyek yang hanya ingin menulis di waktu luang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masa Lalu

15 Juni 2019   09:01 Diperbarui: 15 Juni 2019   09:54 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat kita menatap hangatnya Matahari pagi, yang kita lihat  adalah keadaan matahari 8 menit 20 detik lalu. Seandainya, sekali lagi seandainya Matahari padam dan berhenti bersinar saat ini, maka manusia di bumi baru menyadarinya setelah 8 menit 20 detik kemudian, yang merupakan waktu tempuh perjalanan foton cahaya sampai ke bumi.

Kalau kita memandang ke atas langit di waktu malam dengan mata telanjang ke arah rasi Centaurus, maka akan nampak satu titik cahaya terang. Cahaya yang sebenarnya terdiri dari tiga system bintang terdekat dengan bumi, yaitu Alpha Centauri A dan B serta satu bintang yang lebih kecil, Proxima Centauri, adalah cahaya masa 4,3 tahun lalu.

Seandainya ada peradaban maju di sana dan mengirimkan sinyal informasi dengan kecepatan cahaya, maka informasi yang kita terima saat ini sebenarnya adalah informasi masa 4,3 tahun lalu. Begitu juga sebaliknya, informasi yang diterima oleh peradaban di Alpha Centauri datang dari bumi 4,3 tahun lalu.

Sementara kalau kita memandang langit malam yang penuh taburan milyaran bintang-bintang di galaksi Bima Sakti, maka kita sedang memandang masa lalu yang lebih lama, mulai dari puluhan tahun hingga ribuan tahun lalu. Diameter Bima Sakti sekitar 100.000 tahun cahaya, dan posisi Matahari terletak agak di pinggiran. 

Artinya saat kita menatap bintang terjauh di seberang cakram galaksi, kita sedang menatap system bintang tersebut pada kondisi sekitar 90.000 - 100.000 tahun lalu.

Sebaliknya merekapun sedang menatap dan menerima informasi dari bumi 100.000 tahun lampau. Saat itu, nenek moyang kita, Homo Sapiens di Afrika timur baru mulai keluar menyebar ke penjuru bumi.

Pada bulan September, Oktober dan November, pada tengah malam yang cerah, diposisi langit utara, sekitar 41derajat di sebelah utara khatulistiwa, dengan mata telanjang akan nampak segumpal kabut tipis kecil. Dengan bantuan alat teropong akan terlihat titik-titk cahaya bintang di sekitarnya. Saat itulah kita sedang menatap galaksi Andromeda dengan satu triliun jumlah bintangnya, kondisi 2,5 juta tahun lalu.

Cahaya galaksi Andromeda yang kita lihat saat ini sudah berumur 2,5 juta tahun lalu. Artinya, kita sang Homo Sapiens belum ada di bumi ini. Baru muncul sedikit manusia Purba, Pithecanthropus Erectus atau manusia kera berjalan tegak di benua Afika.

Lebih jauh lagi kita pandangi langit malam, dan arahkan pandangan ke rasi Virgo (dekat kutub utara galaksi Bima Sakti), maka akan terlihat terang cahaya awan nebula. Ketika menggunakan teleskop bintang, maka awan tersebut akan terlihat banyak titik-titik cahaya terang. Kumpulan titik cahaya tersebut adalah Cluster Virgo atau kumpulan galaksi Virgo, di mana titik cahaya tersebut adalah galaksi.

Ada sekitar 1500 -- 2000 galaksi dalam cluster tersebut, dengan milyaran bintang untuk setiap galaksinya, membuat cluster Virgo termasuk benda langit yang mempunyai cahaya sangat terang. Saat kita memandangnya, kita sedang melihat kondisi  cluster Virgo 65 juta tahun lalu. Begitu juga kondisi bumi yang bisa diamati oleh peradaban di sana adalah kondisi 65 juta tahun lalu, yaitu saat dimana meteor raksasa menghantam bumi yang mengakibatkan mahkluk raksasa Purba, Dinosaurus dan kawan-kawan musnah.

*****

Pada era sekarang ini, manusia dengan teknologinya mampu melihat masa lalu yang lebih jauh lagi. Tahun 2012, sekelompok astronom dengan Huble Telescope dan Chandra-X Telescope mulai mengamati benda langit terbesar, terpanas, dan paling terang, yaitu cluster El Gord (bahasa Sepanyol) atau cluster si Gemuk.

Cluster yang terdiri dari jutaan galaksi tersebut berjarak 4 milyar tahun cahaya dari bumi. Artinya para astronom tersebut sedang mengamati kondisi jauh masa lampau, 4 milyar tahun lalu. Tentunya sudah banyak peristiwa dan perubahan astronomi yang terjadi pada cluster El Gordo tersebut selama rentang waktu tersebut.

Begitu juga kondisi bumi dengan tata surya Matahari jika diamati dari El Gordo. Informasi yang sampai di sana adalah kondisi bumi 4 milyar tahun lalau, di mana belum ada kehidupan saat itu. Bumi baru berumur sekitar 500 juta tahun, dan masih belum ada kehidupan.

*****

Benda langit masa lalu terjauh yang mampu dilihat dan diamati oleh manusia dengan teknologinya adalah cluster MACS0647-JD, yang berjarak 13,3 milyar tahun cahaya dari bumi. Jadi, saat manusia mengamati benda langit tersebut,  sama saja sedang mengamati kondisi cluster 13,3 milyar tahun lalu. Ini juga berarti sedang mengamati masa-masa awal alam semesta yang baru berumur sekitar 400 juta tahun atau 3% dari umur alam semesta yang 13,7 milyar tahun ini.

Tentunya informasi atau cahaya yang kita terima saat ini datang dari 13,3 milyar tahun lalu, dan tidak bisa dianggap sebagai kondisi yang sebenarnya saat ini. Banyak kemungkinan yang terjadi. Bisa jadi benda langit cluster MACS0647-JD sudah berevolusi dan mengembang jadi beberapa cluster galaksi. Atau mungkin saja sudah musnah tertelan oleh balck hole raksasa. Segalanya bisa terjadi. Kita hanya melihat masa lalunya saja yang sangat semu.

Sementara bagi peradaban di sana, jika ada, Matahari beserta planet-planetnya, termasuk Bumi belumlah terlihat. Hal ini dikarenakan Matahari yang baru berumur 4,5 milyar tahun, belum tercipta. Bahkan galksi Bima Sakti, tempat Matahari berada juga belum tercipta.

Saat ini, MACS0647-JD adalah masa lalu 13,3 milyar tahun bagi bumi, sementara Bumi adalah masa depan 13, 3 milyar tahun bagi MACS0647-JD.

Pertanyaan selanjutnya. Apakah kita bisa menatap dan menangkap informasi masa lalu yang terjauh, yaitu masa awal terciptanya alam semesta?

Mengarahkan Teleskop optik tradisional ke ruang gelap antara galaksi dan latar belakangnya tidak akan menghasilkan gambar, selain sepenuhnya gelap semata. Namun, teleskop radio yang cukup sensitif akan menunjukkan latar belakang yang menyala dan hampir sama di segala arah, dan tidak terkait dengan bintang, galaksi, atau benda langit manapun.

Gelombang radiasi atau disebut 'Cosmic Microwave Background Radiation (CMB)' yang tertangkap tersebut berasal dari kondisi alam semesta awal sekitar13,7 milyar tahun lalu. Saat itu alam semesta masih sangat muda, berukuran kecil, sangat panas, dan terisi dengan kabut plasma hydrogen dengan sebaran yang seragam. Belum ada benda-benda langit seperti bintang, planet, galaksi dan lain-lain yang tercipta.

*****

Dalam kehidupan sehari-hari, segala yang dilihat dan didengar di sekitar kita adalah masa lalu, bisa sehari lalu, sebulan lalu, bahkan beberapa tahun lalu. Namun ada juga yang hanya beberapa jam lalu, bahkan sepersekian detik lalu.

Ketita melihat foto-foto keluarga yang terpampang di dinding rumah, kita sedang melihat masa lalu keluarga. Ketika berkomunikasi dengan seseorang melalui video call, maka gambar yang kita lihat dan suara yang kita dengar adalah masa sekian detik atau sepersekian detik lalu, tergantung dari jarak dan kecepatan pengiriman informasinya.

Saat melihat TV atau mendengar radio, sejatinya kita pun sedang menerima informasi masa lalu. Ketika sedang duduk untuk merenungkan perjalanan hidup, maka gambaran object dan peristiwa masa lalu akan dihadirkan kembali dalam ingatan sebagai bagian data untuk evaluasi diri.

Jadi, kita sebagai mahkluk bumi dan juga mahkluk lainnya di luar tata surya selalu terikat dengan kisah sejarah perjalanan alam semesta raya ini. Masa lalu alam semesta selalu terekam untuk mengiringi dan menaungi perjalanan manusia.

Kita pun juga selalu merekam sejarah perjalanan diri sendiri melalui panca indera penglihatan, pendengaran dan perasaan, untuk kemudian disimpan rapi di memori otak, terutama otak bawah sadar. Saat dibutuhkan, dengan teknik mengingat yang baik, kita pun bisa menampilkan kembali file-file masa lalu kita.

Alam semesta ini adalah taburan informasi tentang masa lalu, yang akan selalu 'menyinari' dan menjadi latar belakang sejarah perjalanan hidup manusia. Kita adalah bagian dari alam semesta, dan sebagai konsekwensinya harus bisa berjalan selaras dengan alam.

Untuk itu, hidup berdamai dengan masa lalu adalah mutlak. Berdamai dengan masa lalu kita sendiri, keluarga, teman, bahkan orang lain yang tidak kita kenal adalah keharusan. 

Dengan demikian, perjalanan hidup kita dalam meniti masa depan akan seiring dan seharmoni dengan alam semesta ini. Imbalannya adalah kedamaian, kebahagiaan, dan keceriaan kita rasakan. Outputnya adalah selalu menebar sikap optimis dan kebaikan untuk sesama dan alam sekitar. Sekian.

Sumber : Astronomy

My Facebook

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun