Dalam tradisi kristen, ada masa persiapan sebelum menyambut hari raya Natal. Masa persiapan itu adalah masa Adven, sebuah kata dari bahasa latin yang artinya 'kedatangan'.  Jadi dalam masa Adven yang berlangsung selama empat hari Minggu, umat Kristen menyiapkan diri untuk menyambut pesta Natal atau kelahiran Yesus Kristus, yang jatuh setiap tanggal 25 Desember. Umat Kristen menyambut Dia yang hadir di tengah-tengah umat dalam penjelmaan-Nya menjadi manusia melalui rahim Maria.
Ada timbul pertanyaan, apakah Yesus lahir tanggal 25 Desember? Umat Kristen pasti akan menjawab tidak. Bahkan, umat Kristen Koptik di Mesir dan Katolik Ortodox di Eropa Timur merayakannya antara tanggal 5-7 Januari. Jadi, sebenarnya tidak ada yang tahu persis kapan Yesus lahir. Alkitab, khususnya Injil tidak menuliskannya secara detail. Â
Injil hanya menuliskan bahwa saat Yesus lahir terlihat bintang bersinar di atas wilayah Yerusalem. Ini yang membuat penulis lebih condong dengan pendapat astronom Johannes Kepler, yang menerangkan bahwa bintang Natal atau bintang Betlehem itu secara astronomik adalah konjungsi planet Jupiter dan Saturnus pada konstelasi Pisces. Dan konjungsi ini memang pernah terjadi pada bulan Desember tahun 6-7 SM. Jadi, bagi yang sependapat dengan Johanes Kepler, Yesus memang lahir pada bulan Desember. (Sumber)
Terlepas dari perbedaan tanggal kelahiran Yesus, umat Kristen sepakat bahwa Yesus memang lahir di kota Betlehem melalui rahim perawan Maria. Dia akan hadir beserta kerajaan-Nya yang kekal, dimana Bapa sudah menjanjikannya kepada Daud, "Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya"(2Sam.7:12). Keturunan Daud yang dimaksud adalah Yesus Kristus.
Kembali ke masa Adven, umat Kristen dalam menjalani masa Adven selama satu bulan menjelang Natal, selalu melakukannya dengan ketenangan dan kesederhanaan, bukan dengan kemerihaan. Hal ini disebabkan karena masa Adven bukan bagian dari masa Natal, tetapi merupakan persiapannya.
Oleh karena itu, masa Adven dijalani menyerupai masa Prapaskah, yaitu pertobatan, sebab memang pertobatan-lah yang diserukan oleh Yohanes Pembaptis saat menyiapkan kedatangan Sang Putra. Jadi penekanannya adalah pertobatan yang diwarnai oleh pengharapan akan kedatangan Tuhan Sang Juru Selamat.
Lalu bagaimana dengan perayaan Natal itu sendiri? Apakah harus meriah dan mewah sebagai rasa syukur dan gembira menyambut kehadiran Yesus? Jawabannya adalah tidak. Natal memang mendatangkan sukacita dan kegembiraan. Anak-anak kecil diajak untuk bergembira dalam menyambut Natal.
Namun, sukacita Natal bukan berarti kemewahan, sebab Yesus hadir dalam suasana yang sangat sederhana, yaitu suasana kandang domba. Meski begitu, kehadiran-Nya yang sederhana mampu memberi kegembiraan bagi para gembala sederhana yang waktu itu ada di sekitar. Jadi, Natal sejatinya adalah rasa sukacita akan harapan dalam balutan suasana kesederhanaan.
Hal ini sejalan dengan Maria, saat menerima kabar dari Malaikat Gabriel, juga dalam suasana kesederhanaan. Meski begitu, kabar yang diterima bukanlah hal yang sederhana, melainkan kabar besar yang membuatnya sangat terkejut sekaligus takut. Dia yang masih perawan dinyatakan akan segera mengandung seorang bayi. Dia tahu persis resiko yang akan diterima dari masyarakat sekitar manakala tahu dia mengandung saat masih belum bersuami. Kebingungan dan rasa cemas pastilah menggelayuti pikirannya.
Namun, yang terjadi sungguhlah mengherankan sekaligus menakjubkan. Maria  justru dengan rendah hati menerima kabar tersebut. Dengan memosisikan dirinya sebagai hamba Tuhan, Maria menjawab; "Jadilah padaku menurut perkataanmu itu"(Luk.1:38). Kesederhanaan pikir dan sifat Maria, mampu membuatnya kuat dan bersyukur akan kabar yang dia terima.
Untuk itu, merujuk suasana negara saat ini yang sedang marak rasa intelorensi antar masyarakat, akan lebih baik dan bijak bila umat Kisten Indonesia mampu menjalani perayaan Natal tahun ini dengan suasana kesederhanaan. Tidak pantas di Monas karena di sana ada emas lambang kemewahan yang tidak pas buat menyongsong Sang Mesias.
Perayaan Natal lebih pas diadakan di Gereja, Rumah Allah, karena memang di sana Sang Mesias lebih banyak dikabarkan dan dipuja. Selain itu perayaan di Gereja juga untuk menghindari rasa-rasa resah semakin membesar dari mereka yang kurang rasa.
Seperti Maria, umat Kristenpun akan menyambut Sang Putra dalam suasana kesederhanaan yang penuh dengan rasa syukur dan sukacita akan pengharapan.
Natal yang sederhana akan membawa nikmat dan khidmat bagi yang merayakannya dan akan menebar rasa nyaman dan persahabatan bagi orang di luar sana.
Selamat merayakan Natal. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H