Semoga SBY tidak heran, saat nanti blusukan kampanye di daerah Sunter dan juga Pluit, karena yang dulu harus sering tutup hidung saat menyusuri sungai-sungai dan waduk-waduk di sekitar sana, sekarang hidung relatif bisa bebas menghirup udara sekitar. Mulut secara otomatis akan menyungging senyum, tatkala dilihatnya sungai dan waduk yang sudah rapi dan bersih. Sudah tidak perlu diprihatinkan lagi.
Begitu juga ketika harus kampanye ke kampung-kampung, SBY dan rombongan bisa istirahat sejenak di taman-taman menawan yang sudah ratusan banyaknya tersebar. Saat datang ke lokasi kampung vertikal alias rusunawa, yang sudah mulai tumbuh di beberapa lokasi, bisa berkampanye ‘temu warga’ di taman sekitar yang lapang tertata. Bisa berjanji, bahwa sebagai suatu keniscayaan sebuah kota, nantinya Agus-Sylvi akan membuat rusunawa lebih banyak dan lebih manusiawi.
Oh ya, ngomong-ngomong tidak perlu blusukan ke Kali Jodo, karena sudah jadi taman. Paling, nanti ketemu anak-anak yang sedang bermain di sana. Tidak ada yang pantas diprihatinkan lagi.
Namun begitu, nanti bisa mengeluarkan keprihatinan mengenai kemacetan yang masih mendera, saat rombongan kendaraan sedikit tersendat dan ada pengalihan arus lalu lintas. Ini karena memang baru periode sekarang Jakarta banyak berbenah. Baru periode sekarang Jakarta mulai banyak pembangunan demi terwujudnya sebuah kota yang modern dan efisien bagi warganya.
Selain itu, tak perlu kawatir akan menemui banjir besar yang menghadang perjalanan, seperti acap kali terjadi di bulan-bulan sekarang pada tahun-tahun sebelumnya. Sekarang, air sudah mengalir cukup lancar melalui saluran-saluran. Kalau toh ada, paling genangan yang akan surut segera.
Saran Buat SBY
Jadi, saat nanti SBY turun gunung berkampanye ketemu warga, masih tetap bisa mengutarakan segala keprihatinannya tentang Jakarta, karena memang Jakarta ini sangat besar dan sangat kompleks dengan permasalahan. Meskipun sudah banyak perubahan menuju kebaikan selama lima tahun belakangan, tetap saja masih ada yang belum selesai dan bisa di jadikan alasan untuk mengeluarkan keprihatinan.
Hanya saran saya, janganlah terlalu sering mengumbar keprihatinan, karena itu akan menggiring mindset rakyat menjadi pesismis, kurang optimis dan mudah terkikis. Janganlah terlalu sering berkata “Saya prihatin”, karena itu justru membuat saya pribadi menjadi lebih prihatin. Sekian.
