Mohon tunggu...
Agus Suwanto
Agus Suwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Pekerja proyek yang hanya ingin menulis di waktu luang.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Seperti Air, Maaf Hanya Bisa Mengalir Dari Orang Yang Lebih Tinggi

2 Februari 2017   16:19 Diperbarui: 3 Februari 2017   09:58 2947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya teringat, ketika mendoakan seorang kawan yang baru meninggal, seorang bijak yang saya kenal dekat mengatakan, bahwa minimal ada tigal hal yang harus dilakukan agar setiap jiwa, selalu siap saat dipanggil ke HadiratNya.

Yang pertama adalah mudah memaafkan kesalahan orang lain. Kedua, segeralah meminta maaf bila merasa melakukan kesalahan, dan yang ketiga, selalu berbuat baik, meskipun itu hanya perbuatan kecil. Tentunya, kalau tiga hal yang minimal tersebut ditambah dengan menjalankan syariat agama dengan benar, maka akan jauh lebih baik.

Sang Kyai Memberi Maaf.

Saat membaca berita bahwa KH Ma’ruf Amin memaafkan Ahok, membuat saya pribadi, yang dari dulu memang sudah kagum dengan  Nahdlatul Ulama (NU), yang selalu mampu mengelola dan menyelesaikan secara bijak, berbagai macam masalah, baik internal ataupun dengan eksternal, semakin membuat saya menaruh respect kepada beliau dan NU secara keseluruhan.

Apalagi, ternyata KH Ma’ruf Amin telah memaafkan Ahok sebelum beliau tahu bahwa ada klarifikasi dan permohonan maaf dari Ahok. Seakan beliau tidak mau memendam luka terlalu lama, maka tanpa menunggu Ahok datang sambil “munduk-munduk” minta maaf, beliau sudah memaafkan duluan. Beliau seakan paham, bahwa menyimpan dendam akan menggerus kebahagiaan. Untuk itu, beliau lebih memilih untuk tetap menjaga hatinya agar terjaga bersih, sehingga bisa tetap melangkah dengan senyum bahagia. Salut pak Kyai!

Ma'ruf mengatakan, sebenarnya, dia belum mendengar mengenai permintaan maaf Ahok yang sudah disampaikan melalui media. Namun, pada prinsipnya, dia memaafkan Ahok yang sudah bersedia meminta maaf.

"Namanya orang sudah minta maaf masa tidak dimaafkan," kata Ma'ruf kepada Kompas.com, Rabu (1/2/2017).(sumber: kompas.com)

Kalau direnungkan, seperti air mengalir, yang hanya bisa datang dari tempat yang lebih tinggi. Begitu juga memaafkan, hanya bisa keluar dari orang yang ‘lebih tinggi’. Orang yang berjiwa lebih tinggi. Orang yang murah hatinya lebih tinggi. Orang yang menghargai sangat tinggi demi selalu terjaganya kebersihan hati.

Orang yang berada di posisi ‘tinggi’ tersebut, senyum ramahnya akan selalu terlihat oleh banyak orang. Orang-orang seperti inilah yang memang mempunyai kelimpahan maaf, sehingga mudah mengalir bagi siapa saja yang membutuhkannya.

Nahdlatul Ulama Yang Juga Mengaliri

Begitu juga Nahdlatul Ulama (NU), yang adalah ormas Islam paling tinggi. Dari merekalah selalu mengalir ajakan dan seruan saling menghormati dan menghargai perbedaan. Dari merekalah selalu mengalir ungkapan Pancasila sebagai dasar Negara yang harus dijaga dan kebhinekaan adalah kodrat anugerah Ilahi yang harus dihargai dan dilindungi.

Dari posisinya yang tinggi, Nahdlatul Ulama sudah mampu melihat fakta keragaman bangsa ini, yang harus dijaga dan selalu mengalirkan rasa aman dan perlindungan bagi kaum minoritas. Dari posisinya yang tinggi, NU  selalu mengalirkan gerakan bahwa NKRI sudah pas dan tidak terganti, serta siap menghanyutkan mereka-mereka yang ingin mengingkari.

Bersyukur Ahok Ditampar NU

Sekali-sekali, memang dibutuhkan NU ‘menampar’ pihak yang dianggap mengusik harga diri, seperti yang dialami Ahok , ketika dianggap melecehkan sesepuh NU dalam persidangan lalu. Namun, tamparan NU hanya sekali, tidak berulang kali dan tidak disertai menendang.

Tamparan itu dilakukan semata-mata hanya untuk membangunkan Ahok yang masih saja terlena dengan luapan emosinya. Ahok memang perlu ditampar, agar ke depan lebih giat lagi belajar untuk memperbaiki kecerdasan emosinya yang hingga kini masih sangat minim.

Sebelumnya, ada beberapa pihak menyayangkan  KH Ma’ruf Amin jadi saksi dalam persidangan dan bukan orang lain, seperti Habib Rizieq misalnya. Ada juga yang beranggapan bahwa beliau sekedar dikorbankan untuk jadi saksi.

Namun, sekarang saya malah bersyukur bahwa beliaulah yang jadi saksi dan bukan Habib Rizieq. Ahok yang berhadapan dengan Kyai NU yang sudah sepuh saja, bisa meluapkan emosinya, sehingga melukai perasaan warga NU walau sesaat, apalagi jika seorang Habib Rizieq yang dihadapi. Terbayang emosi Habib dan reaksi para pendukungnya. Jelas tidak akan ada maaf buat Ahok, hehehe. Beruntung tidak terjadi.  

Ahok Mudah Emosi Tapi…….

Ahok memang mudah terbakar emosi, karena tidak cerdas dalam mengelola. Namun, dia sangat cerdas untuk banyak hal lain. Dia cerdas sekaligus tegas, bagaimana harus melawan para mafia anggaran dan membuatnya tak berkutik. Dia cerdas, bagaimana mengajak, membina dan memberi insentif serta memberi contoh aparatur di bawahnya, agar bekerja dengan hati dan bisa mensyukuri halalnya rejeki gaji.

Hasilnya, masyarakatpun bisa menikmati, berupa transportasi yang mulai tertata rapi, taman-taman banyak tersebar dengan asri. Sungai-sungai dan waduk-waduk yang bersih menentramkan hati, serta aparatur-aparatur muda yang sudah mulai berubah mindset untuk melayani. Meskipun masih jauh dari sempurna, namun progress yang ada, sudah mampu membantu banyak masyarakat dan memuaskan orang-orang yang waras akal.

Disamping itu, Ahok adalah pribadi yang spontan dan apa adanya. Hampir tidak ada hal yang ditutupinya. Terlihat jelas, Ahok sedang terengah-engah bertarung melawan emosinya sendiri. Semua orang, baik yang waras akal atau yang cekak akal akan bisa menilainya, dengan kesimpulan yang berbeda-beda tentunya.

Makanya wajar, bila hingga saat ini, masih saja ada pihak-pihak yang tersinggung, marah dan tidak mau memaafkannya. Ada tokoh dan pemuka agama, yang meskipun sudah membalutnya dengan kata-kata ‘tidak rela guru/orang tua/ulama kami yang dihormati dan cintai diancam siapapun’, tetap saja nada-nada kemarahan masih nampak keluar. (Saya sangat berharap salah dalam hal ini).

Penutup

Memang, masih banyak orang yang sulit memberi maaf dan lebih memilih untuk menyimpan rasa dendam amarahnya kepada Ahok. Bagi orang-orang seperti ini, pintu maaf buat Ahok sudah tertutup rapat. Hanya satu jalan. Ahok harus hancur sehancur-hancurnya, agar nafsunya terpuaskan.

Menurut penulis, memang tidak ada gunanya berharap aliran maaf dari orang-orang yang sudah menutup pintu maaf. Karena, sejatinya level hatinya sedang berada di bawah, sehingga memang tidak mampu untuk mengalirkan maaf ke atas.

Orang-orang seperti ini bagaikan air yang berada di bawah dan tertimpa air terjun. Selalu bergemericik atau bergemuruh menciprati orang-orang sekitar agar ikut basah. Tidak perlu ditakuti, karena mereka hanya bergemuruh di tempat, untuk kemudian menjadi buih. Sebaiknya menyingkir agak jauh sedikit,  akan ditemukan air mengalir tenang tanpa buih. Siapa tahu, ikan warna warni terlihat berenang. Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun