Nabi Yunus yang 'jengah' dengan kebebalan masyarakat pada saat itu memilih pergi dari medan laga tugas sejarahnya. Tuhan akhirnya memberikan sangsi kepada Sang Nabi dengan mengurungnya di perut Ikan. Sebuah kisah yang menjadi teguran 'monumental' dari Tuhan agar setiap pelaku perjuangan jangan pernah berputus asa.
Kita mungkin tidak pernah berpikir untuk pergi dari lingkungan sosial tempat kita mengolah karya-karya sejarah. Tetapi bukan berarti kita lebih konsisten dari Nabi Yunus. Karena jangan-jangan kita telah secara tidak sadar menjadi bagian dari kebebalan itu. Kita sudah kehilangan kewaspadaan batin untuk mampu menciptakan 'disiplin jarak' dengan segala kekeruhan nilai-nilai.
Mungkin seandainya alam murni dalam diri kita masih dihuni oleh esensi nilai-nilai yang pernah direpresentasikan oleh Nabi Yunus, sudah sejak lama kita akan memilih 'hengkang' dari wilayah dengan kultur dan sistem nilai yang sekarang menjadi habitat sosial kita ini. Karena saya yakin, kondisi hari ini akan lebih membuat Nabi Yunus putus asa dibanding dengan situasi di era ketika beliau bertugas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H