SYARAT KEOTENTIKAN AKTA NOTARIS
(Kajian Terhadap Pelanggaran, Akibat Hukum dan Perlindungan Hukumnya)
Oleh: Agus Suhariono
email: agus.suhariono@gmail.com
1. Syarat Formil
a. Notaris Wajib Memiliki Wewenang
Wewenang Notaris dimiliki sejak diangkat dan disumpah sampai dengan berhenti atau diberhentikan, termasuk saat diberhentikan sementara (di skorsing)
b. Pembatasan Wewenang
Kewenangan Notaris dibatasi oleh :
1) Tempat/Wilayah
- Notaris hanya berwenang membuat akta di tempat yang telah ditentukan, yaitu di dalam tempat kedudukan Notaris yaitu kota/kabupaten.
- Dapat melampaui tempat kedudukan Notaris, asal masih dalam wilayah jabatan yaitu wilayah propinsi dari tempat kedudukan Notaris.
- Apabila pembacaan dan penandatangan akta dilakukan di luar tempat kedudukan notaris tetapi masih dalam wilayah jabatan, maka pada penutup akta disebutkan kota/kabupaten nya.
2) Isi Wewenang Notaris
Isi wewenang (utama) notaris:
a) membuat alat bukti tertulis yang memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta otentik, karena adanya permintaan.
Notaris membuat akta didahului adanya permintaan dari pihak yang berkepentingan, antara lain penghadap atau pihak di dalam akta.
b) mengenai semua perbuatan, peristiwa dan penetapan (dalam lingkup hukum perdata).
c) yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan atau kehendak sukarela masyarakat.
Pembatasan isi wewenang notaris:
Notaris tidak bewenang membuat alat bukti tertulis terhadap perbuatan hukum yang telah ditugaskan kepada pejabat lain yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3) Penghadap
Penghadap di dalam akta tidak memiliki hubungan kekerabatan sampai derajat tertentu, baik kekerabatan dari Notaris itu sendiri, maupun kekerabatan dari istri/suami dari Notaris.
c. Konstruksi Akta Notaris
1) Akta Notaris harus dibuat sesuai ketentuan dalam UUJN, baik mengenai tatacara pembuatan dan penulisan akta notaris.
2) Akta Notaris memiliki konstruksi:
a) Kepala akta
b) Badan akta
c) Penutup akta
- Kepala dan penutup akta merupakan uraian keterangan yang diberikan oleh Notaris, sehingga ketidakbenaran terhadap uraian pada kepala dan penutup akta menjadi tanggung jawab Notaris, yang dapat beraspek pidana – keterangan palsu.
- Badan akta merupakan kehendak penghadap yang merupakan penerapan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) yang pelaksanaannya bukan menjadi tanggung jawab notaris.
d. Pelanggaran dan akibat hukumnya :
1) Notaris yang melanggar syarat formil di atas, maka akta yang dibuat dapat dituntut tidak memiliki kekuatan sebagai akta otentik.
2) Dalam hal akta yang dimaksud diharuskan oleh suatu aturan hukum yang diikuti dengan pendaftaran akta (misal akta PT, akta fidusia, dll.), maka ketidakotentikan akta dapat menyebabkan pendaftaran akta juga tidak sah, sehingga Notaris dapat bertanggung gugat (tanggung jawab perdata) atas kerugian yang diderita oleh pihak yang berkepentingan.
3) Ketidakwenangan Notaris dalam membuat akta, juga dapat dianggap Notaris memberikan keterangan palsu atau membuat akta palsu yang merupakan delik pidana, sehingga juga dapat dituntut bertanggung jawab secara pidana
2. Syarat Materiil
a. Penghadap
Notaris harus memiliki keyakinan bahwa penghadap :
1) cakap hukum
2) berwenang melakukan perbuatan hukum yang dimuat di dalam akta
Kecakapan dan kewenangan penghadap, diperoleh dengan memeriksa alat bukti asli (bukan fotocopy) yang diajukan kepada Notaris (kebenaran formal).
Pelanggaran dan akibat hukumnya:
- Dalam hal Notaris telah melakukan pemeriksaan alat bukti yang asli, namun ternyata alat bukti tersebut palsu, maka Notaris tidak dapat dituntut bertanggung jawab terhadap kepalsuan itu.
b. Saksi
Notaris juga harus memiliki keyakinan bahwa saksi cakap hukum, jumlah saksi disesuaikan dengan perbuatan hukum yang hendak dimuat ke dalam akta. Pada umumnya jumlah saksi adalah 2 orang, namun untuk pembuatan akta wasiat tertutup/rahasia, maka jumlah saksi yang dipersyaratkan adalah 4 orang.
c. Pembacaan dan Penandatanganan Minuta Akta (Verleiden)
1) Notaris wajib membacakan akta dihadapan:
a) (para) penghadap
b) para saksi
- Setelah akta dibacakan oleh Notaris, saat itu juga (para) penghadap, para saksi dan Notaris menanda-tangani minuta akta.
- Dalam hal dapat dibuktikan bahwa Notaris hanya membacakan akta dihadapan penghadap saja, sedangkan para saksi tidak ikut menyaksikan pembacaan akta dan menyaksikan penandatangan akta oleh (para) penghadap, maka syarat materiil tidak terpenuhi sehingga akta notaris itu dapat dituntuk tidak memiliki kekuatan sebagai akta otentik, sepanjang dapat dibuktikan.
2) Notaris menjadi tidak wajib untuk membacakan akta apabila (para) penghadap menghendaki. Dalam hal akta tidak dibacakan atas permintaan penghadap, maka pada setiap akhir halaman akta dibubuhi paraf/tandatangan (para) penghadap, para saksi dan Notaris.
d. Pemberian Nomor dan Tanggal dan Pencatatan ke Daftar Akta
1) Setelah pembacaan dan penandatangan akta selesai, pada saat itu juga akta diberi nomor dan ditulis tanggal akta serta dicatatkan ke dalam Daftar Akta sebagai bagian dari protokol Notaris.
2) Minuta akta wajib disimpan Notaris selama masih menjabat
3) Kedudukan Minuta dan Protokol Notaris, bukanlah milik Notaris secara pribadi, tetapi merupakan dokumen negara.
3. Perlindungan Hukum Bagi Notaris
a. Notaris sebagai jabatan dan profesi
1) Notaris merupakan suatu jabatan, yang diangkat dan diberikan wewenang oleh undang-undang untuk melayani masyarakat.
2) Notaris juga merupakan profesi, yaitu suatu pekerjaan dengan persyaratan dan keahlian khusus yang dilakukan secara terus-menerus. Oleh karenanya Notaris berhak atas honorarium dari setiap akta yang dibuatnya.
b. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Notaris
Sebagai suatu jabatan dan sekaligus profesi, maka Notaris dalam menjalankan kewenangan harus mendapat perlindungan hukum. Hal tersebut telah diatur dalam peraturan perundang-undang di bidang notaris yaitu UUJN yang telah mengatur dengan cukup jelas khususnya batas tanggung jawab notaris dari aspek perdata dan administrasi.
Dalam aspek pidana, jabatan dan profesi Notaris juga telah mendapat pengaturan perlindungan hukum yang cukup memadai, antara lain melalui ketentuan Pasal 51 ayat (1) KUHP yang menyebutkan: “tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang sah”. Ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa dalam suatu jabatan selalu dilindungi dari hukum pidana. Kesalahan dalam menjalankan jabatan tidak serta merta pejabat yang bersangkutan dijerat melakukan tindak pidana. Artinya ketentuan tersebut merupakan alasan penghapus tindak pidana, termasuk pada jabatan Notaris, kecuali:
- Notaris memberikan keterangan palsu atau membuat akta palsu
- Notaris terlibat dalam persekongkolan atau permufakatan jahat dengan salah satu pihak di dalam akta (diperlukan pembuktian), antara lain dengan membujuk atau memaksa pihak lainnya untuk menyetujui pembuatan akta.
Dengan demikian, ketika salah satu pihak di dalam akta melakukan tindak pidana kepada pihak lainnya, maka notaris tidak serta merta dijerat dapat dengan tindak pidana.
Note:
Tulisan ini sekedar catatan ringan, oleh karenanya penulis sengaja tidak mencantumkan dasar hukum atau pasal.
Namun semua yang diuraikan di atas memiliki dasar hukum yang kuat.
Terima kasih telah bersedia membaca sampai selesai.