Mohon tunggu...
Made Agus Sugianto
Made Agus Sugianto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Analis Kebijakan Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung Bali

Mari saling berbagi informasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Upaya Memperoleh Keuntungan Bonus Demografi

6 November 2023   08:14 Diperbarui: 6 November 2023   16:04 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (FREEPIK/peoplecreations)

Keberhasilan Indonesia dalam pencapaian transisi demografi melahirkan fenomena baru dalam demografi yaitu berubahnya struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan peningkatan kelompok umur penduduk usia produktif secara signifikan.

Proses transisi demografi di Indonesia telah sampai pada tahapan dimana angka kematian dan kelahiran rendah yang menyebabkan penurunan laju pertumbuhan penduduk.

Dalam kurun waktu 2010-2020, laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,25 persen per tahun. Laju pertumbuhan penduduk ini lebih rendah 0,24% jika dibandingkan dengan periode 2000-2010 yaitu sebesar 1,49%. Pertumbuhan penduduk akan mendorong urbanisasi dan tumbuhnya kota kecil dan sedang di seluruh Indonesia, sementara kota-kota besar dan daerah peri urban akan membentuk mega urban.

Pada tahun 2035 diprediksi hampir 90% penduduk Jawa tinggal di perkotaan dengan konsentrasi penduduk di wilayah Jakarta dan Bandung yang mencapai 76 juta orang dan membentuk megapolitan Jakarta-Bandung (Yasa, Wayan Murjana, 2020).

Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, pada pasal 19 ayat 2 menyatakan bahwa pengendalian kuantitas penduduk dilakukan melalui: pengendalian kelahiran; penurunan angka kematian; dan pengarahan mobilitas penduduk.

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pengendalian penduduk dilakukan dengan cara pemaduan dan sinkronisasi kebijakan pengendalian penduduk yang mencakup: a).Penguatan sinergitas kebijakan pengendalian penduduk dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang; b).Penguatan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan pusat, provinsi serta kabupaten dan kota dalam bidang pengendalian penduduk dan c).Pemanfaatan data dan informasi kependudukan serta sinergitas pendataan keluarga.

Indonesia merupakan negara dengan penduduk usia produktif terbesar di Asia Tenggara yang sangat menguntungkan bagi pembangunan regional Indonesia. Proporsi penduduk usia 0-14 tahun mengalami penurunan dari 44,12% pada tahun 1971 menjadi 23,33% pada tahun 2020.

Sementara dalam periode yang sama terjadi peningkatan penduduk usia kerja 15-64 tahun dari 53,39% menjadi 70,72%. Demikian pula penduduk usia 65 tahun keatas naik dari 2,49 persen menjadi 5,95 persen. Fenomena ini lazim dikenal sebagai bonus demografi (demographic devident) yang ditandai dengan melimpahnya jumlah penduduk produktif usia angkatan kerja (15-64 tahun) (HastoWardoyo, 2020).

Bonus demografi dimaknai sebagai keuntungan ekonomis yang disebabkan semakin besarnya jumlah tabungan dari penduduk produktif sehingga dapat memacu investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Kondisi tersebut juga lazim dikenal sebagai jendela peluang (windows of opportunity) bagi suatu negara untuk melakukan akselerasi ekonomi. Puncak Bonus Demografi di Indonesia diperkirakan terjadi pada tahun 2034, dimana terdapat 60 tenaga kerja produktif untuk mendukung 100 penduduk (angka ketergantungan di bawah 50).

Kondisi ini diprediksi mampu memberikan kontribusi 0,22% poin terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin Panjang periode bonus demografi, maka semakin besar peluang suatu negara dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya.

Oleh karena itu, pemerintah selalu berupaya untuk memperpanjang periode Bonus demografi dengan cara; a).Menjaga Angka Kelahiran Total pada angka 2,1, b).Menurunkan angka kematian bayi dengan cepat dan c).Peningkatan produktivitas SDM (Muhammad Cholifihani, 2020).

Bonus demografi hanya terjadi satu kali di setiap negara, jadi sudah seharusnya fenomena ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Banyak negara yang telah berhasil dan terbukti memanfaatkan bonus demografi dengan maksimal seperti Malaysia, Korea Selatan dan Jepang.

Maka dari itu, pemerintah didorong untuk membuat kebijakan pembangunan manusia berdasarkan pendekatan siklus hidup secara menyeluruh guna mempersiapkan sumber daya manusia yang berdaya saing, yaitu tenaga kerja yang handal dan adaptif, serta wirausaha yang adaptif, kreatif, inovatif. Termasuk menyiapkan penduduk lanjut usia (Aged Population) yang sehat dan produktif. Optimalisasi pemanfaatan bonus demografi diharapkan dapat mendongkrak perekonomian melalui pemberdayaan penduduk usia produktif (Yasa, Wayan Murjana, 2020).

Bonus demografi disamping memberi peluang juga berpotensi menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ketika pemerintah gagal memanfaatkan bonus demografi.

Maka akan terjadi paradoks bonus demografi dengan ciri-ciri; a).partisipasi kerja yang masih didominasi laki-laki, b).angka kelahiran, angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi bervariasi antar provinsi dan c).Urbanisasi yang belum tertata dengan baik. Hal ini akan memicu tingginya angka kemiskinan, kerentanan sosial dan ketimpangan pendapatan antar kelompok atau antar wilayah (Sonny Harry, 2020)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019 menyebutkan bahwa rumah tangga dengan pendapatan rendah mempunyai rasio tabungan hanya sebesar 5,2%, sementara rumah tangga Indonesia dengan berpendapatan tinggi memiliki rasio sebesar 12,6%. Rata-rata rasio tabungan rumah tangga di Indonesia terhadap total pendapatan hanya sebesar 8,5 persen.

Angka ini sangat jauh di bawah tingkat tabungan yang diharapkan per rumah tangga yaitu sebesar 20% dari pendapatan. Masih menurut OJK, penempatan dana di lembaga perbankan atau investasi di pasar modal merupakan kontributor utama terhadap pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya pada sisi yang lain, di Indonesia terdapat lebih dari 74 juta atau 57% pekerja berusia di atas 15 tahun yang bekerja di sektor ekonomi informal. Tenaga kerja ini didominasi oleh mereka dengan tingkat pendidikan rendah dan Perempuan (BPS, 2019).

Tidak adanya regulasi yang memayungi praktik-praktik tenaga kerja informal, membuat mereka tidak memiliki jaminan akses terhadap layanan-layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, modal dan pelatihan pengembangan usaha. Oleh karena itu, tenaga kerja ini dikategorikan sebagai kelompok rentan.

Jika ditinjau dari segi keamanan dan kesehatan, kondisi lingkungan kerja mereka masih jauh dari kondisi yang ideal. Contohnya, desain pasar-pasar tradisional yang seringkali belum sepenuhnya memenuhi standar keamanan dan belum mengakomodasi kebutuhan pekerja pasar. Demikian pula ibu-ibu buruh gendong memberikan jasanya dengan risiko tinggi terhadap kecelakaan dan cedera saat bekerja (Fildzah Husna, 2022).

Arah Kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah adalah Fokus pada skema jaminan sosial, yaitu dengan menyediakan jaminan sosial yang mampu menjadi stimulus, terutama untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas sumber daya manusia. Proses ini harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan kerja lintas stakeholder.

Berikutnya fokus pada percepatan pengurangan angka kelahiran total dan rasio ketergantungan, yaitu dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan dan mendorong perempuan untuk berpartisipasi dalam angkatan kerja. Pendidikan dan partisipasi kerja adalah faktor yang cukup efektif untuk menekan angka kelahiran total.

Oleh sebab itu, memberikan perhatian lebih besar terhadap kebijakan sensitif gender dapat mendorong perempuan untuk lebih produktif bagi perekonomian.

Selain itu, pemerintah perlu menjalankan kebijakan terkait menunda usia pernikahan dan menaikkan batas usia pensiun sebagai usaha tambahan agar rasio ketergantungan bisa lebih cepat berkurang. Termasuk menggencarkan penggunaan kontrasepsi modern karena metode ini terbukti efektif untuk menjaga angka kelahiran total pada ambang batas 2,1.

Arah Kebijakan berikutnya adalah meningkatkan kesejahteraan penduduk lanjut usia, yaitu skenario kebijakan yang memprioritaskan jaminan sosial pada penduduk lansia dan melakukan strategi pemberdayaan dengan cara pemberian pinjaman mikro.

Kebijakan lain yang tidak kalah penting adalah percepatan pemberantasan kemiskinan, yaitu dengan cara meningkatkan kualitas hidup masyarakat terutama pada daerah tertinggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun