Salah satu program dari lima program prioritas presiden Jokowi adalah penyederhanaan birokrasi menuju organisasi yang agile. Pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia memang menunjukkan kemajuan dan mencatatkan beberapa pencapaian kinerja, namun demikian belum menunjukkan hasil yang optimal karena perubahannya relatif kecil dan bersifat incremental (Turner, et. al., 2019).
Peraturan Menteri PAN RB Nomor 7 Tahun 2022 tentang Sistem Kerja Pada Instansi Pemerintah untuk Penyederhanaan Birokrasi, menjelaskan bahwa penyederhanaan birokrasi bertujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Melalui penyederhanaan birokrasi, akan terjadi perubahan pola kerja dengan prinsip antara lain: a).orientasi pada hasil; b).kompetensi; c).profesionalisme; d).kolaboratif; e).transparansi; dan f).akuntabel. Dalam pelaksanaan tugas, pejabat fungsional dan pelaksana dapat bekerja secara individu dan/atau dalam tim kerja dengan mengedepankan profesionalisme, kompetensi, dan kolaborasi berdasarkan keahlian dan/atau keterampilan yang berasal dari dalam satu unit organisasi, lintas unit organisasi, dan/atau lintas Instansi Pemerintah.
Selanjutnya peraturan tersebut menjelaskan bahwa penugasan pejabat fungsional dan pelaksana dilakukan melalui penunjukan dan/atau pengajuan sukarela, dan yang berperan sebagai ketua tim diutamakan berasal dari unit organisasi pemilik kinerja. Ketua tim melaporkan pelaksanaan tugas tim kerja kepada pimpinan unit organisasi secara berkala. Tim kerja akan bekerja dengan Struktur Kepemimpinan Lateral, dengan pola kerja tanpa otoritas, tidak top-down, peer to peer dan organisasi matriks. Struktur matriks (matrix structure) adalah sebuah struktur organisasi di mana lembaga mengatur organisasinya berdasarkan hubungan vertikal dan horizontal. Hubungan vertikal didasarkan pada dimensi seperti: fungsi, proyek, atau wilayah kerja. Struktur ini tidak mengikuti model hierarkis tradisional melainkan mengkombinasikan dua atau lebih jenis struktur organisasi (Pachal, 2023).
 Struktur Kepemimpinan Lateral memiliki kelebihan antara lain:Â
a) Menggantikan ketidakmampuan kepemimpinan hierarki untuk memecahkan semua masalah;
b) Mempercepat pengambilan keputusan dan pencarian solusi danÂ
c) Meningkatkan kreativitas anggota tim. Kepemimpinan lateral tidak menghapus hierarki, tapi dapat mengurangi campur tangan eksekutif di lini yang butuh keputusan cepat dan kompleks.
Pada organisasi ini, manajer tim bukan sebagai 'pemimpin formal' dan mampu menciptakan pemahaman bersama, menguatkan hubungan dan membangun kepercayaan anggota tim. Pada sisi lain, diperlukan pejabat fungsional dan pelaksana dengan literasi digital yang baik, pola pikir agile dan mampu bekerja dengan metode kerja yang terintegrasi dan fleksibel.
Hasil Survey Ministry of Finance Organizational Fitness Index (Mofin) pada Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan tahun 2021 menunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata kepemimpinan dari 81 pada tahun 2019 (sebelum bertransformasi ke organisasi matriks), Â menjadi 82 pada tahun 2021 (setelah bertransformasi ke organisasi matriks). Dengan pola kerja yang ada saat ini, membuka ruang bagi pegawai untuk berinovasi dan berinisiasi. Di sisi lain, pimpinan juga terus memberikan dukungan dan tantangan kepada pegawai agar output yang dihasilkan bisa optimal. Perubahan mekanisme kerja dan pola kepemimpinan telah berhasil meningkatkan keterlibatan pegawai.
Ada beberapa tantangan dalam implementasi Kepemimpinan Lateral. Pertama, pola kerja yang dinamis dan agile memerlukan kesepahaman visi, kejelasan pembagian tugas, termasuk mekanisme penilaian kinerja yang adil. Kejelasan visi dan tujuan strategis akan memberikan kesepahaman diantara seluruh personel organisasi tentang apa yang dibutuhkan dari mereka untuk keberhasilan organisasi.Â
Tantangan berikutnya, pimpinan masih ada yang memakai budaya hierarki dalam mengelola tugas tim. Budaya kerja hierarki menekankan konsep lingkungan kerja yang formal dan terstruktur yang mengakibatkan implementasi Kepemimpian Lateral belum secara menyeluruh diimplementasikan.Â
Selanjutnya, akan terjadi kebingungan pada pegawai dalam melaporkan kegiatan karena pada tataran praktis dilaksanakan oleh pegawai pemerintah dalam suatu organisasi yang tidak memiliki struktur dan aturan-aturan yang jelas. Demikian pula disaat terjadi krisis, pegawai akan bingung kemana pertama kali harus mencari solusi. Pegawai yang lebih senior mungkin tidak menerima pola kepemimpinan ini karena merasa lebih berpengalaman dan dapat menunjukkan kekuasaannya melalui struktur hierarki serta akan terjadi kesulitan apabila konsep kepemimpinan ini tidak sesuai dengan budaya organisasi.
Untuk menciptakan Kepemimpian Lateral yang sehat diperlukan pemimpin yang memiliki 'power' untuk bisa mempengaruhi (influence) semua orang atau bawahan dengan perilaku yang baik sehingga berpengaruh pada kinerja pegawainya. Selain itu, integritas juga perlu dimiliki oleh setiap pemimpin yang terlibat langsung di dalam organisasi. Dalam mewujudkan visi dan misi organisasi, dibutuhkan pemimpin yang memiliki jiwa integritas, tanpa adanya integritas dari pemimpin sebagai pengendali organisasi atau pengarah, maka pemimpin tersebut cenderung melahirkan proses bisnis yang tidak sehat bahkan menuju perilaku koruptif yang memiliki dampak jangka panjang terhadap performa kinerja organisasi tersebut.
Dalam kepemimpinan sangat penting untuk melakukan perubahan (change) pada saat yang tepat karena kondisi yang dihadapi selalu berubah setiap waktu. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, organisasi harus cakap dalam mengelola teknologi informasi demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Demikian pula dalam pemecahan masalah, peran pemimpin sangat dibutuhkan untuk mencegah masalah, mengurangi kemungkinan terjadinya masalah sebelum berubah menjadi lebih besar dan menyelesaikan masalahnya dan disertai pengambilan keputusan di setiap level kepemimpinan. Pengalaman (experience) dan keterbukaan seorang pemimpin akan memberi banyak keuntungan seseorang mengambil keputusan dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Satu hal yang tidak kalah penting, diperlukan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik, bagaimana memotivasi teamwork, menangani dan mendelegasikan tanggung jawab, mendengarkan umpan balik (feedback), dan memiliki kemampuan untuk menjalin jaringan kerja (network).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI