Mohon tunggu...
Agus Setyadi
Agus Setyadi Mohon Tunggu... -

Anak kampung yang sedang belajar menjadi seorang penulis, dan sekarang menetap di Banda Aceh.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pesawat! Lempar Adik Satu

12 November 2014   00:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:03 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto tikeips.com

Judul tulisan gue ini memang agak sedikit aneh, masak ada pesawat yang mau “tiek” (lempar) bayi dari angkasa (memangnya bayi itu barang mainan?). Ini pasti gak masuk dalam akal pikiran sehat manusia waras. Tapi itu lah kenyataannya waktu zaman-zaman gue masih kecil dan masih lari-lari dalam hujan gak pake celana. Kalau ngeliat pesawat di langit, gue sering teriak “Pesawat lempar adik satu.”

Hal ini gue yakin tentu pernah dirasakan oleh semua anak-anak di kampung gue yang lahir di bawah tahun dua ribuan. Kenapa gue bilang di bawah tahun itu? Karena anak yang lahir di atas tahun tinggi tentu tak banyak lagi merasakan hal-hal konyol seperti yang pernah gue rasakan. Anak kecil zaman dulu lebih mudah ditipu dibandingkan anak sekarang ini.

Ilustrasi. Foto tikeips.com

Orang tua di kampung gue dulu sering bilang kalau bayi itu jatuh dari langit atau dibawa pesawat terbang. Gue yang masih polos terima aja apa yang mereka katakan. Karena waktu itu kosakata hamil dan melahirkan belum ada di kamus gue (sok-sokan punya kamus lagi).

Agar gak banyak kali pertanyaan yang muncul, orang tua di kampung gue asal aja memberi jawaban untuk menjawab setiap pertanyaan. Kalau ditanya dari mana datangnya bayi? Tanpa pikir panjang mereka langsung ngejawab dari langit dilempar pesawat. Kebayang gak sih gimana nasib adik bayi kalau dilempar begitu saja dari atas ketinggian 1000 kaki. Gue yakin bakalan sukses meninggalnya begitu sampai di rumah tujuan.

Pertanyaan-pertanyaan konyol kadang sering muncul di kepala gue ketika mendengar jawaban itu. Bisa aja sih bayi dilempar pesawat. Terus siapa yang mau nangkap saat bayi itu jatuh. Kadang gue juga sering mengecek atap rumah untuk memastikan asal usul bayi. Yang gak habis gue pikirkan, atap rumah gak ada yang bolong tapi bayi sudah ada di kamar.

Orang tua di kampung tidak pernah memberi jawaban pasti tentang asal usul gimana caranya bayi itu ada. Suatu ketika waktu gue main sama teman-teman di lapangan belakang rumah, kami mendengar suara pesawat di udara. “uuuu… uuuu,” bunyinya semakin lama semakin dekat.

Begitu pesawat terlihat di atas kepala, gue sama empat teman lainnya serentak berteriak “Pesawat tiek adik satu.” Kedua tangan gue lambai-lambai ke atas agar pesawat berhenti. Gue terus meneriakkan kata-kata itu sampe pesawat gak terlihat lagi. Semoga aja waktu itu sopir pesawat eh salah pilot pesawat gak ngedengar teriakan kami. Kalau sempat dia dengar kata-kata kami, sudah bisa dibayangkan gimana ekspresinya.

Setiap kali gue liat pesawat, hal yang sama pasti gue lakuin. Bahkan sampai sekarang teman-teman gue ada yang masih nyebutin kalimat unik ini waktu liat pesawat.  Gue gak tau apakah dia kecoplosan atau disengaja. Gue juga masih sering ngatain itu saat ngedengar suara besi terbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun