Menimbang Kembali Penerapan Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

Dalam beberapa tahun belakangan ini, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SD dan Sekolah Menengah menerapkan system zonasi. Sebuah system pendaftaran yang mendasarkan wilayah geografis atau zona tempat tinggal sebagai dasar penentuan diterima atau tidaknya seorang calon peserta didik.

Dengan sistim ini maka nilai Ujian Akhir yang dimiliki calon peserta didik dari sekolah yang ditinggalkan tidak diperlukan lagi. Andalan utama yang digunakan cukup menggunakan Kartu Keluarga (KK) yang dimiliki. Begitu sederhana.

Saat sistim ini pertama kali diterapkan, terjadi geger di mana-mana. Pasalnya pengumuman penggunaan sistim ini dilakukan secara mendadak, sehingga Masyarakat tidak melakukan antisipasi.

Harus diakui bahwa sebelum sistim zonasi diterapkan, banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya ke kota. Tujuan yang dicari adalah untuk mendapatkan Pendidikan yang berkualitas. Sebab sudah menjadi rahasia umum, Pendidikan berkualitas ada di kota saja.

Baca juga: Hidroponik, Urban Farming yang Juga Punya Nilai Estetik

Demikian pula saat anak-anak itu lulus, sekolah kota pun menjadi tujuan mereka untuk melanjutkan. Lagi-lagi masalah kualitas yang menjadi pertimbangan. Sehingga tidak heran setiap pagi dan sore para orang tua.

Namun saat tiba-tiba PPDB menerapkan sistim zonasi sontak menghancurkan mimpi para orang tua dan anak-anaknya. Impian mereka untuk menikmati Pendidikan yang berkualitas di kota sirna, mereka dipaksa melanjutkan Pendidikan di sekolah sekitar mereka, yang ironisnya mempunyai mutu Pendidikan lebih rendah.

Kenyataan pahit pun menimpa sekolah-sekolah favorit di perkotaan. Tidak dapat dimungkiri sebagian besar peserta didik berprestasi mereka datang dari luar area zonasi mereka. Bahkan ada yang datang dari wilayah pinggiran perkotaan.

Kini mereka harus mau menerima calon peserta didik dari sekitar wilayah mereka yang belum jelas kualitasnya. Bahkan di beberapa sekolah yang berdekatan dengan wilayah yang secara sosial kurang sehat, harus menerima calon peserta didik dari wilayah sekitar.

Akibat lebih lanjut adalah secara perlahan sekolah-sekolah yang semula favorit mulai menurun prestasi akademiknya. Input yang semula masuk melalui saringan nilai, kini tidak dapat lagi dilakukan. Mereka harus pasrah dengan aturan yang berlaku.

Baca juga: Profesi Guru Itu Panggilan Jiwa Walau Kadang Diawali Keterpaksaan

Secara umum penerapan sistim zonasi dalam PPDB meresahkan berbagai pihak. Sekolah, orang tua, maupun peserta didik sendiri langsung merasakan dampak penerapan sistim tersebut.

Baca juga: Kuliah Memang Kebutuhan Tersier bagi Golongan Tertentu

Sejalan dengan perkembangan waktu, sistim zonasi pun mulai banyak mengalami perubahan. Beberapa kelonggaran pun mulai dilakukan, terutama dalam kuota calon peserta didik yang harus diterima lewat jalur zonasi.

Kini pemerintah setempat mulai menambah kuota calon peserta didik yang disaring melalui jalur prestasi. Di jalur ini kembali seperti masa lalu, nilai ujian menjadi dasar penerimaan calon peserta didik. Beberapa kota malahan melakukan inovasi dengan membuka PPDB jalur prestasi lebih dini. Tujuannya jelas adalah menjaring bibit-bibit unggul secara lebih dini.

Lembah Tidar, 20 Juni 2024