Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Itu Sebuah Investasi, Mosok Minta Gratis Melulu!

28 Mei 2024   09:57 Diperbarui: 28 Mei 2024   10:06 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi anak sekolah (Sumber gambar: liputan6.com)

Ada pandangan yang terlanjur salah di masyarakat dalam bidang pendidikan. Sering dalam berbagai diskuis yang berkembang, muncul harapan agar diperluas akses Pendidikan gratis bagi seluruh lapisan Masyarakat.

Akibatnya, ketika sekolah mengenakan sejumlah penarikan dana terhadap siswa, dengan cepat reaksi bermunculan. Berbagai alasan muncul di belakang rangkaian respon tersebut.

Mulai dari sekolah sudah mendapat dana pemerintah, kehidupan ekonomi yang sulit, digunakan untuk kepentingan oknum, dan lain sebagainya. Pada intinya menolak segala bentuk penarikan dana tersebut.

Dalam logika berpikir yang benar, hal ini menjadi sangat aneh. Kalau diibaratkan orang berinvestasi, apa yang mereka tuntut jelas tidak masuk akal.

Dalam ilmu ekonomi, investasi pun butuh modal. Secara gampang saja, orang pergi memancing pun memerlukan umpan. Semakin gede umpan yang digunakan, semakin gede ikan yang didapat.

Seorang petani yang menanam padi di sawah. Tidak mungkin dia hanya tabur benih lalu dibiarkan. Kemudian 3 bulan setelah itu datang untuk memanen hasilnya.

Dia pasti harus melakukan banyak hal untuk mendapatkan hasil panen yang sesuai harapan. Mulai dari merawat tanaman, memupuk, membersihkan gulma, menjaga dari hama, dan lain-lain.

Pendidikan pun sama. Tidak mungkin orang tua menempatkan anaknya di sebuah sekolah, lalu membiarkannya. Tiga atau enam tahun kemudian dia datang lalu mendapatkan hasil yang maksimal.

Idealnya, selama proses berjalan, mereka tetap harus memantaunya. Memberikan asupan yang benar dalam penyediaan kebutuhan belajar anak, komunikasi dengan sekolah, memberikan motivasi pada anak dan lain-lain.

Benarkah Pendidikan Gratis Menggambarkan  Keadilan?

Mengacu pada apa yang dilakukan pemerintah daerah dengan menerapkan Pendidikan gratis di wilayanya, tentu saja patut diapresisasi. Tujuan mereka mulia, memberikan akses bagi siapa pun untuk menikmati Pendidikan.

Namun ketika ditilik dari sisi keadilan, justru muncul tanda tanya besar. Benarkan dengan menggratiskan biaya Pendidikan tanpa melihat latar belakang ekonomi orang tua sebagai sebuah keadilan.

Hal ini patut dipertanyakan. Keadilan yang hakiki tidak harus semuanya sama. Tetap saja latar belakang ekonomi orang tua pun menjadi pertimbangan.

Sehingga secara idealnya, pembebasan biaya Pendidikan hanya diberikan pada mereka yang benar-benar membutuhkan. Sementara itu, bagi mereka yang mampu, ditarik berlebih untuk memberikan subsidi silang.

Pendidikan Gratis Menurunkan Standar Kualitas Layanan Pendidikan

Satu lagi yang mungkin juga luput dari perhatian. Pendidikan gratis pada akhirnya menurunkan standar layanan sekolah pada siswa. Sebab tumpuan biaya penyelenggaraan Pendidikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah.

Hal ini terjadi di beberapa daerah, terutama di jenjang SMA/SMK. Saat sekolah masih diperbolehkan menarik iuran, beberapa sekolah negeri di wilayah itu mampu bersaing dengan sekolah swasya bonafid dalam segi kualitas.

Sekolah-sekolah tersebut mampu berdiri sejajar dengan sekolah swasta dalam meraih berbagai penghargaan baik akademik maupun non akademik.

Namun ketika muncul larangan memungut iuran dari siswa, semua berubah total. Sekolah-sekolah tersebut tidak mampu berprestasi lagi gegara dana, sungguh miris.

Usut punya usut, saat mengikuti sebuah lomba sekolah tersebut tidak mempunyai dana operasional. Jika selama ini mereka mampu memanfaatkan dana yang ada di sekolah, kini tidak lagi. Mereka hanya dapat berharap dari 'jatah' pemerintah.

Padahal untuk mengikuti lomba, mereka harus mencari mentor, mengirim peserta, mempersiapkan sarana pendukung yang membutuhkan banyak biaya. Kini, semua tidak ada lagi.

Pada akhirnya, sekolah-sekolah negeri hanya memberikan pelayanan yang sifatnya standar. Mereka sulit untuk bersaing dengan sekolah swasta bonafid yang berlimpah dana.

Maka menjadi sebuah pemikiran menarik, jika Pendidikan  itu sebuah investasi pasti butuh dana pendukung untuk meraih hasil terbaik. Orang Jawa mengatakan jer Basuki mawa bea, penginn sukses itu butuh biaya atau dana.

Lembah Tidar, 28 Mei 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun