Diakui atau tidak, efek Shin Tae-yong semakin terasa di tubuh timnas Indonesia. Indikasi yang paling dekat, apalagi kalua bukan penampilan mereka dalam FIFA Matchday bulan Juni ini.
Jika negara-negara tetangga Indonesia memilih lawan yang biasa saja. Bahkan ada yang di bawah standar. Seperti yang dilakukan Malaysia memilih menghadapi Kepulauan Solomon dan Papua Nugini. Atau Vietnam memilih Taiwan dan Hong Kong. Indonesia tidak
Jika hanya mengacu pada poin demi ranking FIFA, langkah para tetangga sah-sah saja. Namun jika ukurannya untuk meningkatkan performa, jelas hal ini perlu dipertanyakan. Pilihan Indonesia memilih lawan berotot, bahkan sangat berotot, pada kasus ini salah besar.
Lain halnya jika pemilihan lawan berotot untuk memberikan tantangan sekaligus menguji nyali para pemain, jelas dapat dibenarkan. Pilihan Indonesia mengambil Palestina dan Argentina sebagai lawan dalam FIFA Matchday adalah langkah yang luar biasa.
Bahkan saat Argentina memutuskan untuk melayani Indonesia dalam FIFA Matchday ini, banyak pihak menertawakan Indonesia. Mereka bayangkan Indonesia akan menjadi bulan-bulanan Argentina. Bahkan beberapa pihak dari dalam negeri pun turut menertawakan langkah ini.
Namun ketika kedua laga itu digelar, mereka yang semula menertawakan tercekat. Mereka terdiam. Mereka tidak percaya bahwa ternyata timnas Indonesia bisa juga berotot.
Menghadapi timnas Palestina penghuni ranking 93 FIFA, kita mampu bermain seri. Demikian juga saat menghadapi Argentina yang dibayangkan Indonesia hanya akan menjadi lumbung gol. Ternyata Indonesia hanya kemasukkan 2 gol saja.
Performa timnas yang makin luar biasa tidak lepas dari sentuhan Shin Tae-yong tentunya. Keberadaan pelatih dari Korea Selatan yang 'dibenci' oleh sebagian pelatih dalam negeri, benar-benar membawa banyak perubahan dalam diri timnas Indonesia.
Perubahan yang paling tampak adalah dalam segi stamina para pemain. Fakta yang tersaji sangat luar biasa. Para pemain timnas sekarang, tidak loyo seperti masa-masa lalu. Dalam laga menghadapi Argentina yang bermain dengan tensi tinggi, para pemain timnas Indonesia mampu bermain 90 tahun dengan kondisi prima.
Demikian pula saat meladeni Palestina. Penghuni peringkat 93 FIFA ini, justru dibuat pontang-panting menghadapi serbuan dan kecepatan para pemain Indonesia. Hingga wasit meniup peluit di akhir pertandingan, tidak ditemukan pemain yang mengalami kram.
Hal ini membuktikan bahwa pola latihan keras yang diterapkan Shin Tae-yong membawa hasil. Tidak salah jika dalam satu kesempatan Shin Tae-yong mengatakan bahwa stamina pemain Indonesia sudah mendekati Korea Selatan.
Perubahan kedua adalah rasa percaya diri para pemain yang semakin baik. Jika dahulu mereka selalu merasa inferior di depan pemain asing, terutama pemain Eropa, Amerika Latin, atau pun Arab. Kini tidak lagi.
Para pemain timnas Indonesia saat ini berani bertarung dengan siapa pun. Kekhawatiran rasa inferior ini sempat mengemuka saat rencana timnas Indonesia akan menghadapi Argentina. Namun kenyataannya para pemain timnas mampu meladeni para pemain Argentina yang bermain di klub-klub besar Eropa maupun Amerika Latin.
Perubahan ketiga yang juga sangat luar biasa adalah kemampuan dalam mengendalikan emosi dan bersikap dewasa. Dalam laga-laga timnas belakangan ini, para pemain tidak lagi mudah terprovokasi. Padahal selama ini, factor satu ini selalu menjadi titik lemah para pemain timnas Indonesia.'
Perubahan-perubahan tersebut pada dasarnya masih berupa proses yang tengah dibangun Shin Tae-yong. Sang coach saat ini tengah membangun pondasi timnas yang kuat. Maka jika yang dipertanyakan adalah gelar yang diberikan, berarti yang bertanya adalah orang yang tidak mengetahui arti pentingnya sebuah proses. Tahapan inilah yang sedang ada di tangan Shin Tae-yong.
Lembah Tidar, 20 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H