Pasca hancur leburnya timnas Indonesia di kandang Vietnam, berbagai hujatan dan makian pun berhamburan ke telinga Shin Tae-yong. Ujung-ujungnya permintaan pada PSSI untuk memecat Shin Tae-yong dari kursi kepelatihan. Yah, mau apa lagi. Itulah resiko seorang pelatih, kala menang yang disajikan dia dipuja, namun kala kalah dihujat.
Resiko itu pun pasti telah disadari Shin Tae-yong, dan siapa pun pelatih yang ada di seluruh penjuru dunia. Apalagi sebelum event dihelat, Shin Tae-yong telah menjanjikan gelar. Namun apabila seorang pelatih tidak menjanjikan apapun saat dia mulai melatih, tentu saja aneh. Dipastikan tidak ada klub atau negara pun mau meminangnya.
Hujatan pecat terhadap Shin Tae-yong yang menggema sah-sah saja. Karena dia tidak mampu mewujudkan janjinya. Bahkan orang yang tidak tahu sepak bola pun dengan lantang meneriakkan hujatan ini. Bahkan kadang lebih keras dari mereka yang ngerti masalah bola. Tapi, biar saja. Itu hak setiap orang.
Jika PSSI benar-benar mengikuti apa kata sebagian masyarakat untuk memecat Shin Tae-yong, apakah kemudian akan menjadikan timnas kita semakin sakti? Pertanyaan yang tentu saja layak kita layangkan. Apakah gegara Shin Tae-yong performa timnas kesayangan kita ini buruk? Jawabannya tentu saja tergantung di sisi mana mereka berada.
Bagi mereka yang masih menaruh harap pada Shin Tae-yong, pasti akan mengatakan tidak. Sebab selama ini memang prestasi sepak bola kita segitu-gitu saja. Namun bagi kubu seberang akan menjawab sebaliknya. Alasan yang diberikan pasti pada kapasitas yang dimiliki Shin Tae-yong yang dianggap mempunyai tangan Midas untuk mengubah segalanya.
Atau orang bisa mengatakan di era 70 dan 80-an, sepak bola kita lebih bergigi dibanding saat ini. Jika ini jawabannya, berarti mereka sedang berhalusinasi. Sepak bola era 70 dan 80-an jelas sangat  berbeda dengan saat ini. Jika dahulu kita mampu menahan imbang beberapa negara besar di Asia, sekarang jangan harap. Sepak bola mengalami perubahan yang sangat luar biasa.
Kembali pada pemecatan terhadap Shin Tae-yong. Membentuk timnas yang nggegirisi, bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor yang berkaitan dengan proses ini. Mulai dari federasi sendiri, berjalannya kompetisi yang ideal, sarana dan prasarana, profesionalitas pemain, dukungan supporter, termasuk pula dukungan negara.
Faktor-faktor ini belum tersedia dalam kondisi ideal di negara kita. Sehingga gonta-ganti pelatih pun, hasilnya ya podo wae alias sama saja. Terbentuknya timnas yang ideal adalah sebuah proses panjang. Secara sepintas, lihat saja perkembangan sepak bola di Vietnam dan Thailand. Sebab kedua negara tersebut menjadi model sepak bola modern di Asia Tenggara. Sinergitas antar komponen tersebut menjadi syarat utama.
Sehingga jika hanya memecat Shin Tae-yong lalu berharap timnas berubah dalam hitungan hari, jelas sebuah omong kosong. Selama semua komponen yang ada belum menyatu, sekali lagi omong kosong. Maka, semua kembali pada federasi. Bagaimana mereka mampu merangkul semua komponen itu dalam sebuah barisan yang kompak.
Lembah Tidar, 10 Januari 2023