Kota Magelang merupakan sebuah kota yang sangat tidak asing bagi kalangan militer. Keberadaan Akademi Militer di kota ini membuat siapa pun jendral di negeri ini pasti pernah merasakan dinginnya kota kecil ini. Di kota inilah mereka digodog untuk menjadi perwira tangguh di negeri ini, baik dari matra darat, laut, maupun udara.
Bagi masyarakat sipil sendiri, Kota Magelang pun bukan tempat yang asing. Jika para jendral terikat dengan Akademi Militernya, masyarakat sipil terikat dengan keberadaan Candi Borobudur. Walaupun sebenarnya letak candi tersebut terletak di Kabupaten Magelang, tapi orang tahunya di Magelang.
Sama halnya dengan kota-kota lain di Indonesia, Kota Magelang pun memiliki lambang khas. Lambang penuh arti yang menggambarkan profil kota itu sendiri. Sehingga tanpa harus melihat tulisan di bawahnya, orang akan tahu bahwa mereka berada di Kota Magelang.
Jika mengamati lambang Kota Magelang dalam sebuah perisai, kita akan menemukan ada 3 bagian penting pada lambang itu. Pertama, gambar huruf "Y" yang terbalik, kedua gambar paku besar di bagian tengah, dan ketiga gambar topi baja dan sebuah buku pada bagian bawah. Selain ketiga gambar itu, masih ada beberapa gambar lain. Namun tiga gambar ini tampaknya yang membuat Kota Magelang berbeda.
Gambar "Y" terbalik yang terdapat di tengah perisai, ternyata menggambarkan letak geografis Kota Magelang. Secara georgrafis kota ini merupakan pertemuan dari 3 kota besar, yaitu Yogyakarta (selatan), Semarang (utara), dan Purworejo (barat). Maka tidak heran jika kota ini seakan menjadi penghubung tiga wilayah ini.
Keberadaan gambar "Y" terbalik ini ternyata sangat menarik jika ditelusuri. Lambang ini telah digunakan sejak tahun 1906.saat pemerintah kolonia Hindia-Belanda berkuasa. Lambang ini muncul saat wilayah Magelang mendapat status geemente (kota otonomi terbatas/ kotaraja) dari pemerintah kolonial. Dengan status ini, maka Magelang berhak untuk membuat lambang tersendiri.
Seiring dengan perkembangan Kota Magelang pada saat itu, muncul lagi perubahan status yang diberikan pemerintah kolonial. Pada tahun 1926, Kota Magelang berubah menjadi staadsgemeente (kota otonomi penuh), dan dipimpin oleh seorang burgemeester (walikota). Perubahan ini mengharuskan pemerintah daerah untuk mengubah lagi lambang Kota Magelang. Namun satu hal yang unik, meskipun berubah lambang "Y" terbalik tetap dipertahankan oleh pemerintah daerah.
Gambar kedua yang tidak kalah menarik adalah gambar paku besar. Gambar ini merupakan representasi dari Gunung Tidar. Di mana dalam mitologi Jawa, gunung ini dianggap sebagai pusatnya Pulau Jawa. Menurut cerita mitologi Taptu Pagilaran keberadaan gunung ini dibawa para dewa dari Tanah India untuk menstabilkan Pulau Jawa yang saat itu gonjang-ganjing.