Beberapa hari belakangan ini video syur Kebaya Merah mengisi hampir semua ruang publik. Semua orang seakan terperangah dan kaget dengan video syur tersebut. Sehingga sebutan kebaya merah pun menjadi trending, bahkan untuk dibuat guyonan.
Kabar terbaru, polisi dengan keahliannya berhasil mengendus keberadaan video ini. Langkah berikutnya dilakukan dengan penangkapan para pelaku yang ternyata hanya di sekitaran Surabaya, bukan di Bali seperti yang diberitakan sebelumnya.
Ada beberapa fakta menarik terkait video syur ini. Pertama, video ini dibuat atas dasar sebuah pesan dari akun twitter, dan menurut pembuatnya dibandrol dengan harga 750 ribu rupiah. Kedua, pembuatan video syur ini hanya bermodalkan ponsel dan tanpa melibatkan orang banyak.
Dua fakta ini sebenarnya tidak aneh-aneh amat. Karena di zaman serba digital ini menemukan dan membuat video syur bukan sesuatu yang sulit. Lain dengan 20 atau 30 tahun yang lalu. Saat itu teknologi belum semaju ini, sehingga untuk menemukan video semacam ini memerlukan "perjuangan" yang ekstra keras. Peredarannya pun hanya di kalangan terbatas.
Namun sekarang sejalan dengan perkembangan teknologi, ditambah dengan maraknya sosmed, semua begitu mudah kita dapatkan. Bahkan tanpa kita cari pun "barang" tersebut hadir sendiri di ponsel atau pun laptop kita. Sehingga tidak jarang para orang tua sangat ketakutan saat anak-anaknya saat menggunakan internet.
Adanya pesanan dalam kasus "Kebaya Merah" ini menunjukkan bahwa bisnis ini sangat luar biasa prospeknya. Akun twitter yang diduga pemesan, pasti bukan satu-satunya akun twitter yang menyediakan video syur. Hukum pasar yang berlaku terkait dengan penawaran dan permintaan, tampaknya bermain di sini. Satu hal yang lumrah pesanan yang disampaikan tersebut, dikarenakan memang ada pasar yang membutuhkan.
Fenomena inilah yang sangat mengerikan. Satu kebaya merah yang telah ditangkap polisi, mungkin bukan akhir dari perjalanan "Kebaya-kebaya Merah" yang lain. Saking banyaknya video syur macam beginian, membuat siapa pun kesulitan untuk memberantasnya. Upaya Kominfo menutup akun-akun seperti itu, terbukti tidak efektif. Nyatanya video atau pun gambar-gambar syur masih banyak kita temukan di berbagai tempat. Jika pun ditutup, dalam waktu tak terlalu lama mereka muncul lagi dengan nama lain.
Dalam segi pembuatan video pun, saat ini bukan hal yang sulit. Dengan modal ponsel yang paling murah sekali pun, kita dapat membuat video seperti yang kita inginkan. Bahkan pembuatnya tidak perlu memiliki keahlian khusus. Anak-anak SD pun mampu melakukannya.
Segi kemudahan ini yang kemudian memancing setiap orang membuat video sesuai keinginan mereka. Dalam kasus "Kebaya Merah", motivasi bisnis menjadi latar belakang pembuatan video tersebut. Boleh dibilang dengan modal tidak seberapa, mereka mampu meraup cuan.
Kenyataan semacam ini memang sangat memprihatinkan. Pengaruh negatif video-video seperti ini, tidak terhitung lagi. Entah sudah berapa ribu anak atau orang dewasa menjadi korban gegara tontonan semacam ini. Mengharapkan pemerintah turun tangan jelas tidak mungkin. Satu-satunya jalan ya hanya memperkuat pendidikan agama dan moral pada anak-anak muda agar tidak tergoda untuk melihat atau pun membuat video-video semacam ini. Sebuah kerja yang sangat berat tentunya.
Lembah Tidar, 9 November 2022
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H